“TIDAK bisa dipercaya. Aku menjual belati itu dengan harga murah kepada Caspian!”
Di tengah gerutuannya menelan informasi baru dari Isabel, Jade menuruni undakan tangga museum dengan ekspresi jengkel luar biasa. Cordelia dan Joseph melangkah di kedua sisinya, meningkahi ketidakpuasan itu dengan raut kesal dan sikap tubuh ogah-ogahan. Rasanya seolah mereka telah melewatkan kesempatan besar nan berharga untuk memiliki belati tersebut.
“Dasar dungu. Ini bukan perkara uang, ini perkara apa yang bisa kita lakukan terhadap belati itu,” Joseph mengutuknya dengan kasar. Dia berputar mendahului Jade dan menghentikan langkahnya. “Nah, omong-omong, berapa kau jual belati itu padanya?”
Cordelia tiba-tiba memukul kepala Joseph dari belakang. “Kau ini sama saja!”
Selagi Joseph mengusap-usap ubun-ubunnya yang sakit, gadis itu berpaling pada Jade. “Jade, kalau apa yang dibilang Isabel soal abare yang belakangan ini meneror Ruswer itu benar, kau tahu belati itu bisa kita gunakan untuk menumpasnya.”
“Yeah, tapi jangan harap aku mau menjadi prajurit yang menghabisi pelakunya. Aku membutuhkan belatinya karena kupikir benda itu bisa membuatmu lebih tenang.”
Cordelia menatapnya dengan kening mengernyit. “Apa maksudnya?”
“Coba pikir. Belati itu sangat berbahaya. Benda itu bisa memusnahkan ayahmu―Gustav. Dan mungkin menjadi senjata yang bisa membunuh kita berdua juga. Kalau belati itu ada di tanganku, setidaknya aku bisa menjamin keselamatan kita semua aman.”
Jauh di dalam hatinya, Cordelia tidak menyangka bahwa Jade akan peduli pada nasib ayahnya. Namun di sisi lain, dia sebal, pasalnya yang membuat belati itu berpindah tangan adalah Jade sendiri. Dan kemarahan pertama yang menjangkiti pemuda itu bukanlah perihal alasan keselamatan mereka berdua, melainkan tentang kerugian biaya lantaran dia telah menjual belati itu kepada Caspian dengan harga murah.
“Jade, tidak mungkin uang yang kau terima sudah habis, bukan?” Joseph kembali bertanya. “Maksudku, kalau kau masih menyimpan sebagian uangnya, mungkin kau bisa bernegosiasi dengan Caspian untuk mendapatkan belati itu kembali.”
“Kurasa aku masih bisa mengusahakan untuk mengumpulkan uang lagi bila Caspian meminta nominal yang setara seperti perjanjian awal kami. Tenang saja, Pak Tua Walthrop masih punya banyak artefak kuno senilai fantastis.”
“Bagus. Sekarang kau telepon dia.”
Tanpa berbasa-basi, Jade merogoh ponsel di kantong celananya dan mencari kontak Caspian. Panggilannya terjawab di dering keempat.
“Hai, Cas,” kata Jade. Terdengar samar-samar suara deru angin yang kencang di seberang sana. “Kau sibuk?”
“Ada sesuatu yang sedang kukerjakan. Ada apa, Jade?”
“Begini, sepertinya aku perlu bertemu denganmu untuk membicarakan sesuatu.”
“Kalung Evangeline?”
“Tidak, tidak. Tentang belati kristal yang waktu itu kujual kepadamu. Kau masih menyimpannya di ruang bawah tanah rumahmu, bukan?”
“Ya, masih ada. Aman seperti biasa.”
“Bagus, sebetulnya aku mau bernegosiasi tentang―”
“Jade, maaf,” Tiba-tiba Caspian memotong. Jade mendengar berisik kecil yang tidak jelas entah apa di seberang sana. “Sepertinya aku ada masalah. Bisa telepon lain waktu?”
“A, tunggu. Kita ketemu saja, bagaimana?”
“Oke, nanti kuberitahukan kapan aku senggang. Sampai jumpa.”

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀 𝐋𝐀𝐃𝐘 𝐈𝐍 𝐓𝐇𝐄 𝐏𝐀𝐈𝐍𝐓𝐈𝐍𝐆
Vampiros⭐ AKAN SEGERA PINDAH KE KARYAKARSA ⭐ Setelah terbebas dari penjara, Jade mendapat telepon dari seorang notaris yang mengatakan bahwa kakeknya baru-baru ini telah meninggal dan mewariskan sebuah rumah besar kepadanya. Saat Jade menyetujui menjadi ah...