28. Gelandangan

13 7 0
                                    

“AKHIR kata, entah siapa pun Anda, terima kasih karena telah menemani kakek saya di sepanjang masa hidupnya selama hampir tujuh puluh tahun ini. Saya sungguh tidak mengenal kakek saya sebaik Anda. Satu-satunya hubungan termesra saya dengan Sir Walthrop Bailey adalah ketika saya memandangi fotonya dan membayangkan beliau ada di hadapan saya untuk meminta maaf karena tidak melibatkan saya ke sesi foto keluarganya yang begitu mewah.” 

Semua orang tertawa seraya bertepuk tangan mendengar kalimat terakhir Jade ketika mengakhiri pidato singkatnya. Secara praktis, pemuda itu undur diri dari tengah panggung yang telah disiapkan, kemudian kembali ke kursi di meja makan. Sambil bertepuk tangan, Caspian nyengir lebar seraya mempertahankan gaya anggunnya yang kelewat bersinar. Sementara Cordelia, seperti yang bisa diharapkan, tidak melakukan apa pun. Dia hanya mengudap sorbet buah di piring.

“Rupanya kakekmu sangat terkenal,” bisik Cordelia. Jade hanya mengedikkan bahu dan menyesap cangkir minumannya yang berisi cokelat. 

Sepanjang acara makan malam, pikiran Jade dipenuhi dengan percakapannya bersama Isabel. Dia hampir tidak mendengarkan Caspian ketika berusaha mengenalkannya kepada orang-orang penting di HEC―sesekali hanya menanggapi dengan cengiran kosong dan menambahkan lawakan sarkas yang hanya mempan kepada segelintir tamu. Dia juga cenderung abai dengan perintah subtil Cordelia yang memintanya untuk menjelaskan apa nama-nama menu masakan yang tersaji di hadapannya. Saat kepadatan pikiran membuat Jade tampak seperti orang mengantuk, barulah Cordelia mencekal lengannya dengan erat. 

“Jangan tidur sembarangan, Jade,” desis Cordelia.

“Tidak.”

“Apa yang kau pikirkan sejak tadi, sih? Kau kelihatan seperti orang teler.”

Kali ini Jade tidak berusaha memblokir isi pikirannya. Dia membiarkan isi kepalanya terekspos untuk didedah oleh Cordelia yang sejak tadi bersikap mati penasaran. Selama beberapa waktu, gadis itu hanya memandanginya dengan serius, lantas berkata lirih, “Aku tidak bisa membaca secara detail apa yang terjadi sebelum ini. Tapi kau berutang padaku untuk menjelaskan apa yang dimaksud Isabel tentang tuntutan hak asuh.”

Selepas itu, musik instrumen klasik menguar di seantero Betelhelm Hall yang megah. Secara berpasang-pasang, para tamu undangan bangkit dan menari di lantai dansa. Jade tidak sengaja melihat Cordelia yang menyaksikan lautan manusia itu dengan mata terperenyak, seolah-olah gadis itu membiarkan emosi asing menyeruak dan mengambil kontrol seluruh pikirannya. 

Dalam kekacauan pikirannya, Jade pelan-pelan kembali disadarkan oleh realita. Seharusnya dia tidak boleh menghabiskan pesta ini dengan meratapi nasibnya, bukan? Dia datang kemari bersama seorang gadis. Sisi maskulinitasnya saat ini mengutuknya untuk memberontak. Apakah begini caranya memperlakukan gadis yang dia ajak ke pesta? 

Jade berpaling sebentar ke Caspian. Pria itu tampaknya tidak minat dengan pesta dansa atau semacamnya. Dia malah sibuk menggeser-geser layar ponselnya sambil sesekali mengajak ngobrol Abbey, salah satu kawannya yang duduk di sebelahnya, yang kelihatannya sedang dirudung kecemasan karena tidak menemukan gadis yang bisa diajak untuk berdansa. 

“Cordy,” kata Jade, mengulurkan tangan di hadapannya. “Kau mau berdansa denganku?”

Cordelia, untuk sejenak tampak terkejut. Sepertinya dia pun tidak menyangka bahwa Jade akan menawarinya menari bersama lautan manusia di depan sana. 

“Aku ... sepertinya agak lupa dengan gerakannya.”

“Gerakannya sangat mudah. Kau bisa mengikutiku,” Jade menyambut tangan Cordelia dan mengajak gadis itu pergi ke lantai dansa, meninggalkan Caspian dan Abbey yang sibuk dengan dunia kecilnya.

“Pegang tanganku,” Jade menarik lembut Cordelia dengan tangan kanannya, sementara tangan kanan kirinya melingkari pinggang sempit gadis itu. Dia menginstruksi Cordelia untuk melangkah sesuai arahannya―kiri, kanan, depan, belakang, lalu berputar. Hanya dalam beberapa menit, Cordelia tampaknya telah menguasai gerakannya. Dia tersenyum lebar, sementara dirinya melenggok anggun mengikuti alunan musik.

𝐀 𝐋𝐀𝐃𝐘 𝐈𝐍 𝐓𝐇𝐄 𝐏𝐀𝐈𝐍𝐓𝐈𝐍𝐆 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang