JAM menunjukkan angka tujuh pagi hari. Artinya, sudah semalaman penuh semenjak Joseph tidak melihat Jade turun dari lantai atas. Malam di luar telah meranggas dan menyisakan langit dengan pendar kuning yang sinarnya terpantul pada jendela-jendela rumah. Tidak ingin melewatkan waktu sarapan sendirian karena masih dibayangi teror abare yang menyerang kota, Joseph akhirnya memberanikan diri naik ke lantai dua dan mengetuk pintu kamar Cordelia.
Mula-mula tidak ada jawaban. Joseph sudah hampir menyerah di ketukan ketiga tatkala kenop pintu mendadak diputar dari dalam. Wajah Jade muncul dari celah yang terbuka. Tampak lesu, seperti baru bangun tidur. Rambutnya berantakan, dan kemeja yang dia kenakan kusut masai.
Kening Joseph mengernyit, tetapi kemudian dia ingat kamar siapa yang sedang diketuknya. Sekonyong-konyong, pikiran aneh menyembur keluar dari benak Joseph. “Di mana Cordy?”
Jade berpaling ke samping dengan singkat. Joseph tidak bisa melihat apa yang Jade lihat karena terhalang pintu, tetapi dia berasumsi kawannya mengecek Cordelia.
“Dia masih tidur,” kata Jade seraya mengusap wajahnya yang kuyu. “Maaf, Josh. Aku juga ketiduran. Sekarang jam berapa?”
“Hei, serius. Apa yang kau lakukan? Kau tahu kan gadis itu masih di bawah umur? Maksudku ... kau menidurinya?”
“Astaga,” Jade menyugar rambutnya ke belakang dahi dan mengembuskan napas berat. “Aku tidak macam-macam, oke? Dia ... dia mengisap darahku, lalu aku tidur karena kelelahan.”
Kata terakhir membuat Joseph semakin curiga.
“Kami tidak melakukan apa-apa, dasar bodoh. Lihat ini,” Jade menarik kerah pakaiannya yang bernoda darah kering agar Joseph melihatnya. “Dia butuh asupan darah demi bisa bertahan hidup. Sebagai budak darah yang baik, aku memenuhinya.”
“Dasar pasangan aneh.”
“Baiklah, terserah kau saja,” Lalu Jade melenggang keluar dari kamar dan menutup pintu sampai berbunyi klik, membiarkan Cordelia beristirahat sesuka hati. Dia menghabiskan hari Kamisnya dengan memasak sarapan, beres-beres, lalu menyalakan televisi di ruang keluarga untuk mengikuti berita terbaru.
Sejak ditemukannya mayat Abbey di pinggiran sungai di kawasan hutan, para jurnalis Ruswer sepertinya mulai gencar membangun narasi baru untuk meneror masyarakat. Sekarang pemerintah satuan wilayah semakin sering mengadakan patroli di malam hari. Mereka begitu ketat mengawasi sepanjang jalan dan tempat-tempat publik yang dekat dengan hutan.
Jade sibuk menatap layar televisi yang menayangkan siaran ulang wawancara antara seorang reporter dengan salah satu pemilik unit mansion tua di dekat pinggiran kota. Sang narasumber mengaku bahwa dia merupakan tetangga Avery Kendall, gadis Amerika Latin yang beberapa minggu lalu mayatnya ditemukan terbunuh dalam keadaan kering seperti mumi.
“Avery gadis yang baik, aku tahu itu. Dia cukup sering membantuku menjaga unitku setiap kali aku pergi kontrol ke rumah sakit―kalau-kalau ada saudaraku yang datang, biasanya Avery yang menjadi penerima pesan. Mendengar berita kematiannya membuatku sedih setengah mati,” kata seorang nenek-nenek yang berdiri di muka pintu unit kamar yang tertutup. Dolores―nama nenek itu, menunjuk pintu di sebelah kanannya, yang langsung diikuti oleh gerakan kamera. Dari layar televisi, Jade melihat angka 97 pada palang kamar yang ditunjuk Dolores. “Ini kamar Avery. Di malam ketika dia ditemukan meninggal, aku mendengar suara berisik di dalam. Sepertinya dia sedang marah-marah dengan seseorang, aku tidak tahu siapa itu, tapi suaranya lenyap ketika Avery membuka pintu kamarnya.”
“Membuka pintu kamar? Maksudnya Avery kedatangan tamu?” Sang reporter bertanya.
“Ya, ya. Dia adalah pacarnya yang datang berkunjung. Aku sering melihatnya datang kemari.”

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀 𝐋𝐀𝐃𝐘 𝐈𝐍 𝐓𝐇𝐄 𝐏𝐀𝐈𝐍𝐓𝐈𝐍𝐆
مصاص دماء⭐ AKAN SEGERA PINDAH KE KARYAKARSA ⭐ Setelah terbebas dari penjara, Jade mendapat telepon dari seorang notaris yang mengatakan bahwa kakeknya baru-baru ini telah meninggal dan mewariskan sebuah rumah besar kepadanya. Saat Jade menyetujui menjadi ah...