2. Pemicu

38 9 5
                                    

MATA itu memandangnya dari kegelapan, mencalang dan berkilat-kilat, persis seperti kelereng hitam yang berkilau akibat sinar bulan. Jade merentangkan tangan untuk menggapai subtansi itu. Sentuhan di jemari telunjuknya membuat bola mata itu meletus, seketika menciprati wajahnya dengan seember darah berbau menyengat. Keterkejutan membangunkannya dari alam mimpi, merampas napasnya hingga dia terengah-engah.

Dengan perasaan yang terguncang, Jade mendorong tubuhnya duduk di atas kasur di kamar kakeknya. Dia menunduk dan menemukan telapak tangannya sedikit gemetar, sementara seprai di bawah tubuhnya lengas oleh keringat.  

Entah bagaimana, sosok dalam mimpi itu membuatnya teringat dengan lukisan di kamar sang kakek. Lantas Jade mendongak ke dinding seberang untuk menatap lukisan si gadis bangsawan. Mata hitam sosok itu memandang Jade dengan sorot kosong, tetapi mengapa rasanya seperti dia yang sedang dikuliti hidup-hidup?

Perasaan ini entah bagaimana membuatnya merinding, sehingga Jade buru-buru melengos dari lukisan dan kembali menjatuhkan kepala ke bantal. Dia bukan penggemar cerita horor. Dia tidak begitu percaya dengan hantu, atau sesuatu semacam itu. Mimpi yang dialaminya pasti hanyalah akibat yang dia dapat karena kecapekan saja.

Berusaha tak memikirkan lukisan itu, Jade menggulingkan tubuh dan menggapai-gapai permukaan kasur. Dia menyambar ponselnya yang terselip di bawah selimut dan langsung mengecek notifikasi. 

Pukul 08.35 A.M
13 pesan tidak terjawab. 

Jemari Jade menggulir layar ponselnya dan membaca semua pesan dari Cassie, kekasihnya―maksudnya, calon mantan. Sebab belakangan ini Cassie menunjukkan tanda-tanda muak kepada Jade perihal sikap keras kepalanya yang tak mau berubah. Melihat betapa seringnya pemuda ini tersandung masalah (dan tidak sedikit kasus yang membuatnya mendekam satu-dua hari di kantor polisi), Jade yakin Cassie sedang menyiapkan mental untuk mengakhiri hubungannya. 

Memikirkan hubungannya yang rumit dengan Cassie membuat Jade lelah. Pemuda itu memutuskan mengabaikan semua pesan dari pacarnya dan beralih melakukan sesuatu yang lebih berguna. Misalnya melanjutkan membersihkan rumah ini. 

Sejak kedatangannya kemarin, Jade sudah mencicil beres-beresnya dengan menyedot debu di seluruh ruangan. Hari ini dia berencana memilah-milah barang koleksi kakeknya untuk dijual ke situs barang antik. Barangkali bukan perbuatan sopan, tetapi dia harus bisa membiayai hidupnya yang pengangguran ini selama beberapa bulan ke depan, bukan? Lagi pula, untuk alasan materialistis itulah dia menerima warisan ini. Kalau bukan karena Dave yang tiba-tiba muncul dan mengabarkan berita tentang kematian kakek-yang-tidak-dikenalnya, Jade pasti sudah hidup menggelandang lantaran diusir dari unit apartemennya akibat tidak membayar uang sewa.

Dia memikirkan betapa carut-marut kehidupannya selama beberapa tahun belakangan seraya mengumpulkan barang-barang antik kakeknya ke dalam sebuah kardus, yang lantas dibawanya ke ruang tengah untuk dinilai satu per satu. Dengan bantuan internet, Jade mencari tahu selenting informasi tentang masing-masing relik dan artifak, memasang kisaran harga yang memungkinkan untuk tawar-menawar, lalu mengunjungi situs-situs penjualan dan mulai mendaftarkan sebagian benda ke sana. Pemuda itu menyibukkan diri sampai tengah hari, dan baru berhenti ketika perutnya keroncongan. 

Tak ada makanan di dapur selain beberapa kaleng sarden dan biskuit susu yang dibelinya di stasiun kemarin. Dia membetahkan diri makan seadanya sampai niatnya untuk belanja benar-benar terkumpul. Setelah makan, pemuda itu kembali lagi ke kamar, mengeluarkan barang-barangnya yang sejak kemarin masih tersimpan dalam koper, lalu mandi dan berganti pakaian. Jade hendak mengecek situs barang antiknya lagi ketika ponselnya berbunyi. Kali ini, Cassie menghubunginya lewat video call.  

Oh, sial. 

Sebenarnya Jade ogah mengangkat panggilannya, tetapi terus terang saja dia merasa tidak enak karena sudah mengabaikan pacarnya terlalu lama. Pemuda itu menggeser layar ponsel dengan terpaksa dan langsung memasang cengiran lelah. 

𝐀 𝐋𝐀𝐃𝐘 𝐈𝐍 𝐓𝐇𝐄 𝐏𝐀𝐈𝐍𝐓𝐈𝐍𝐆 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang