40. Puing-Puing Kehancuran

4.4K 200 17
                                    

selamat membaca semua! KOMEN SEBANYAK-BANYAKNYA! semoga suka❤️

───

HAPPY READING

───

40. Puing-Puing Kehancuran

•••

Hujan mengguyur ibukota menandai malam yang sedang kacau. Aroma tanah basah menyeruak tajam ke dalam kamar dan menyatu dengan gemuruh yang menggelegar sampai menusuk ke dalam tulang. Kilat petir menyambar, seperti berusaha untuk merobek langit malam yang pekat. Gorden putih berkibar tak terkendali, terseret angin dingin yang menusuk kulit. Jendela kamar terbanting keras ke dinding oleh badai yang merangsek masuk tanpa permisi.

Seorang gadis terdiam disudut kamar, membiarkan tubuhnya itu terpuruk dalam bayangan-bayangan gelap yang menghantui. Ratu yang biasanya lekat dengan keanggunan kini menyisakan kepingan-kepingan kehancuran. Dia seperti bayangan dari seseorang yang tidak lagi mampu menghadapi dunia.

Tubuhnya meringkuk, memeluk lutut dengan gemetar. Tatapannya terpaku pada meja belajar di seberang sana. Tempat dimana pencapaian hidupnya terpajang sempurna. Setumpuk buku, piagam penghargaan, medali emas, dan trofi memancarkan kebanggaan kini terasa seperti sisa-sisa puing dari kehidupan yang tidak lagi berarti.

Pandangan Ratu perlahan beralih ke cermin besar berbentuk lingkaran di sudut ruangan. Refleksi dirinya di balik kaca itu menampilkan sosok yang rapuh, terpecah, dan begitu berbeda dari gambaran Ratu yang ia kenal. Hatinya bergetar, seolah-olah cermin itu memuntahkan kebenaran pahit mengenai kehancuran yang dia coba abaikan.

Dengan gerakan cepat, Ratu meraih piala terdekat. Tangannya gemetar saat mengangkat benda itu, sebelum akhirnya melemparkannya dengan kekuatan penuh ke arah cermin.

PRANG!

Suara pecahan kaca yang menggema di seluruh ruangan. Serpihan kaca itu beterbangan, memantulkan kilat dari jendela, seperti pecahan bintang yang terjatuh ke lantai.

"BRENGSEK!" Jeritan Ratu memenuhi ruangan dan bergema seiring dengan detak jantung yang berdebar kencang. Tangannya yang gemetar merampas benda-benda yang berserakan tanpa pandang bulu. Berbagai piala yang menjadi bukti kejayaannya, piagam olimpiade yang dulu Ratu banggakan, semuanya di hancurkan tanpa ragu.

Di tangan Ratu, piagam itu kini hanya seonggok kertas yang tidak berharga. Jemarinya meremas kertas itu dengan kekuatan penuh, menghancurkan setiap jejak maknanya. Ia merobek piagam itu menjadi potongan kecil, membiarkan serpihan itu berserakan di lantai. Pandangannya tajam namun kosong, seperti hilang arah. Kertas itu bukan hanya sobek. Simbol harapan dan usahanya hancur bersamanya.

Itu semua tidak ada gunanya.

Menjuarai kompetisi... Bawa pulang medali emas...

"SEMUA ORANG BRENGSEK!" teriak Ratu tiba-tiba, memantul di dinding kamar yang kacau. Tangannya yang masih gemetar mencengkeram surai panjangnya, menariknya hingga rasa sakit menyebar ke kulitnya. Tubuhnya menggigil karena badai emosi yang tidak bisa di kendalikan. Matanya itu berkaca-kaca, menyiratkan kebencian yang mendalam.

BRAK!

Pintu kamar terbuka dengan keras, mengguncang seisi kamar. Langkah kaki terdengar cepat mendekat, di susul oleh bayangan seorang lelaki yang muncul di ambang pintu. Raja berhenti sejenak, matanya menyapu ruangan yang hancur. Pecahan kaca berserakan di lantai, sobekan kertas tersebar di mana-mana, dan di tengah kekacauan itu, ada Ratu yang tampak seperti puing-puing dirinya sendiri.

THE SIXTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang