Chapter 25
Sang Naga dan Pembantai
Dua puluh tahun berlalu bak angin kencang.
Di sebuah lembah yang sejuk dan penuh warna, Lily terbaring tak bernyawa di atas hamparan bunga nan dedaunan lebat. Rambutnya yang putihnya persis seperi salju, kontras dengan wajahnya yang pucat. Di sekelilingnya, puluhan peri kecil bersedih, menangisi kepergian gadis yang selalu mereka cintai. Mereka terbang berputar, menciptakan cahaya lembut yang mengelilingi tubuhnya, namun tidak ada yang dapat mengembalikan napas ke dalam tubuhnya.
Lily adalah sosok yang dikenal sebagai pelindung hutan, seseorang yang selalu siap membantu dan melindungi yang lemah. Namun, takdirnya berubah drastis ketika ia terlibat dalam sebuah pertarungan melawan kekuatan jahat yang muncul dari kegelapan. Sekarang, di saat-saat terakhir, peri-peri itu berharap dan berdoa agar keajaiban dapat mengembalikannya.
Saat kesedihan menyelimuti lembah, sebuah suara bergetar dalam udara. “Kekuatan yang hilang harus ditemukan kembali,” bisik suara misterius, seolah menjawab panggilan dari kedalaman jiwa Lily.
----
"Namaku Ignora," sang naga putih memperkenalkan diri, matanya yang seputih salju berkilau dengan kebijaksanaan kuno. "Aku berasal dari tempat yang bahkan para penyihir di duniamu tak pernah bayangkan—Aetherial."
Raia tetap diam, tapi ada perubahan halus dalam tatapan matanya yang merah.
"Wilayah Aetherial," Ignora melanjutkan, "adalah tempat dimana sihir mengalir seperti udara yang kau hirup. Disana, kekuatan sihir terbagi dalam tingkatan yang jauh melampaui klasifikasi di wilayah fana-mu."
"Di Aetherial, senjata tidak ditempa dari besi atau baja, melainkan dari esensi sihir murni. Pedang yang bisa membelah dimensi, tongkat yang mampu mengendalikan waktu, bahkan armor yang terbuat dari..."
Seolah mendengar cukup, Raia bangkit dari singgasana mayatnya. Dengan gerakan mulus ia melompat turun, mendarat tanpa suara di tanah neraka yang keras. Langkahnya tenang namun pasti, meninggalkan tumpukan mayat di belakangnya.
Ignora meliuk mengikuti, tubuh naganya yang panjang bergerak anggun di udara. "Kau tahu," suaranya bergema, "dengan kekuatanmu yang sekarang, bahkan di Aetherial kau akan menjadi ancaman yang diperhitungkan."
Raia terus berjalan, jubahnya yang ternoda darah berkibar pelan. Di belakangnya, Ignora mengikuti seperti bayangan putih raksasa, menciptakan pemandangan kontras yang mengerikan sekaligus memukau—sosok berlumuran darah diikuti naga seputih salju.
Para iblis dan jiwa yang tersisa menyingkir ketakutan, membuka jalan bagi dua entitas mengerikan ini. Tak ada yang berani menatap langsung, takut akan konsekuensi yang mungkin mereka terima.
"Kemana kau akan pergi sekarang, Pembantai?" tanya Ignora, meski ia tampak sudah tahu jawabannya.
Raia tetap melangkah, matanya yang merah menatap lurus ke depan. Mungkin hanya Ignora yang bisa melihat perubahan halus dalam aura Raia—sesuatu telah terbangun dalam dirinya, sebuah tujuan baru yang bahkan mungkin Raia sendiri belum sepenuhnya pahami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astrydia
FantasyRaia Astrydia sang penyihir legendaris yang konon mampu menundukkan dunia atas dan bawah, tiba-tiba menghilang 500 tahun yang lalu setelah menyerang kerajaan di dunia bawah. Hingga kini, tak ada yang tahu pasti nasib Raia. 500 tahun kemudian, seoran...