Chapter 16 Idealisme yang Aneh

39 6 0
                                    

Chapter 16

Idealisme yang Aneh

Keindahan senja menghilang, ditelan bulat oleh kegelapan malam. Bulan menyinari bumi bersama ribuan bintang, menggambar gelapnya langit dengan cahaya indah.

Raia terus melangkahkan kakinya meskipun tak ada pencahayaan, semua lampu yang terdapat di gedung Akademi nampaknya sudah dihancurkan oleh seseorang. Ia tak punya pilihan lain selain berjalan menyusuri lorong gelap gulita tersebut.

Meskipun ada beberapa cahaya bulan menembus jendela, hal itu seakan tak berarti pada Akademi Aredia saat ini. Benar-benar gelap, mata biru langit Raia saja sampai bisa menyala ditengah kegelapan yang membungkus hebat.

Tiap langkah dilepaskan, membuat gema dilorong sunyi. Suara itu sedikit menganggu Raia, meskipun cuman sebentar, dirinya ingin merasakan ketenangan sendiri tanpa ada gangguan dari orang lain.

Tiba-tiba, pintu kelas yang tak jauh berada di depannya bergeser. Langkah kaki terdengar jelas, di dalam kegelapan itu Raia melihat siluet gerakan seseorang membawa sebuah pedang pada lengan kirinya. Ia berjalan sembari bertumpu pada tembok disisi kanannya, kondisi orang itu terlihat sangat lemah.

Raia mendekati siluet tersebut secara perlahan, ia ingin tahu siapa orang itu. Dirinya siap jika harus bertarung lagi, rasanya akan menarik kalau melihat Raia bertarung dalam kegelapan, dibawah cahaya rembulan.

Langkah kaki terhenti, Raia merasa kalau dirinya sedang ditatap tajam oleh orang dibalik kegelapan tersebut. "Siapa disana?", suara yang dikenal oleh Raia memasuki kedua telinganya, ia tahu betul pemilik suara tersebut yang tak lain adalah temannya sendiri, Aron.

Mengetahui orang itu adalah Aron, Raia memiliki rencana jahil padanya. Ia mengerjai temannya itu dengan menjadi sosok tak kasat mata, Raia penasaran apakah Aron takut pada sesuatu seperti itu.

Raia menghilangkan hawa keberadaan dan menyembunyikan energi sihirnya, berjalan mendekati Aron yang masih menatap tajam ke arahnya. Perlahan ia menggapai lokasi kawannya itu, kemudian menyentuh pundaknya sebelah kiri.

"A-apa itu? S-siapa yang menyentuhku?!", teriak Aron. Raia melihat jelas dari balik gelap, Aron memasang kuda-kuda seolah-olah ia sedang melawan seseorang, mengacungkan pedangnya ke arah samping pundaknya yang disentuh oleh Raia.

Lalu, Raia bersiul untuk menakutinya lebih jauh. Sudah jelas suara dari siulan Raia menggema dilorong, membuat suasana semakin mencekam untuk Aron. Ekspresi wajah Raia sekarang ingin tertawa, namun dirinya menahan agar kejahilan ini akan terus berlangsung sampai ia puas.

Air keringat menetes ke lantai, menandakan seberapa panik dan takut Aron sekarang. Kedua lengannya yang memegang Argentum Lunae gemetar, sepertinya anak ini dalam ketakutan yang luar biasa.

Melihat perlakuan Aron seperti ini setelah ia jahili, Raia ingin menyudahinya dan akan berpura-pura tidak tau agar anak ini terus menumbuhkan rasa penasaran mengenai hal apa yang dirinya alami pada saat dilorong gelap gulita.

Raia menepuk bahu Aron kali ini. "Apa yang kau lakukan disini?", ucap Raia dengan nada santai, ia seakan tak tahu menahu apa yang sedang terjadi agar Aron tak menaruh rasa curiga pada dirinya.

"Aahhhhh!", teriak Aron, menggema keras ke seluruh lorong. Jantungnya berdetak sangat cepat bahkan Raia bisa mendengar jelas karena sekitar mereka berdua sangat sepi, membuat suara sekecil apapun terdengar nyaring.

"Ini aku, Noah. Apa yang kau takutkan?", tanya Raia. Ia mencoba berakting seperti biasa layaknya seorang yang tak tahu apa-apa. Dalam hatinya, Raia sangat terhibur ketika berhasil menjahili temannya ini sampai begitu ketakutan.

AstrydiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang