Chapter 14
Bagaimana rasanya Kekalahan?
Kai tergeletak di lantai, tubuhnya berlumuran genangan darah segar. Mata abu-abunya mulai meredup, bibirnya yang merah muda perlahan membiru. Kondisinya kini hanya menanti kedatangan sang maut. Bergerakkan ujung jari pun ia tak sanggup, napasnya tinggal sedikit, wajahnya pucat pasi seperti mayat beku.
"Kekalahan yang... Konyol..." Kai berbisik parau sebelum akhirnya hembusan napasnya benar-benar terhenti. Tubuhnya kaku tak bernyawa, menyisakan buku sihir kecil yang masih melilit pergelangan tangannya.
"Kukira akan sulit melenyapkanmu..." Evan menatap jasad Kai dari atas tumpukan rak. "Ternyata semudah ini. Aku akan mengambil kepalamu untuk bayaran 500 koin emas."
Evan melompat turun, mendekati tubuh Kai yang terbujur kaku. "Tapi aku merasa tak puas, terlalu cepat mengakhiri nyawamu," gumamnya menyesal. Ia mencabut kasar tombak tajamnya dari dada Kai, membuat jantung pemuda itu terlontar keluar. Darah kembali memuncrat, membasahi jubah hitam panjangnya.
Evan mengayunkan tombak, bersiap memenggal kepala Kai yang dikabarkan seorang buronan pasar gelap. Namun sesuatu aneh terjadi - persepsinya seakan dimanipulasi. Benda-benda di sekelilingnya melayang semrawut, dinding dan lantai retak seperti ingin terbelah. Pijakannya goyah, membuatnya terombang-ambing di udara, sesekali terbentur rak buku. Sihirnya seolah ditahan oleh kekuatan tak kasat mata.
Penglihatannya mendadak berganti menjadi kilas masa lalu. Ia menyaksikan dirinya sendiri membunuh orang-orang tak bersalah dengan wajah sumringah, menikmati derita dan merampas harta mereka. Lalu, terbongkar insiden saat dirinya kalah telak dari Kai di hutan lebat - memupuk dendam berkelit bertahun-tahun, menanti saat dirinya cukup kuat untuk membalas.
Jentikan jari mengusik pendengarannya, mengembalikan kesadaran Evan ke masa kini. Wajahnya memucat ketakutan mengingat apa yang baru saja terjadi. Siapa yang melakukan ini?
"Argghh!", diiringi erangan rasa sakit, Evan memuntahkan darah dari mulut, merasakan dada kirinya tertusuk benda tajam. Lengannya terulur, menyadari bahwa tubuhnya kini tergeletak bersimbah darah dengan jubah compang-camping seperti diserang binatang buas. Terakhir yang ia ingat hanya kilas cahaya putih menyilaukan diikuti jentikan jari.
"Bagaimana rasanya, Evan?" Suara itu membuat Evan menoleh ke belakang. Di sana, Kai duduk bersandar di rak buku dengan senyum mengejek.
"Ini pertama kalinya aku melawan orang yang sebenarnya mengenalku, tapi tak tahu apa-apa tentang si Bodoh ini," kata Kai. Ia melompat turun, mengikuti gerakan Evan sebelumnya. "Sayang sekali, dendam akan terus menghantui pikiranmu selamanya."
Tanpa ragu Kai mencabut tombak Evan, mengeluarkan jantungnya seperti yang dilakukan Evan tadi. Kemudian diayunkannya ujung tombak itu, memenggal kepala Evan hingga mental ke sudut ruangan.
∆∆∆
Aron memasang ekspresi kebingungan, matanya terpaku pada pedang bersinar biru langit indah dilengan kanannya, menatap kagum pada Argentum Lunae saat ini. Apa ini yang dimaksud oleh suara misterius tadi? Pikir Aron, ia tersenyum percaya diri, membalikkan pandangannya ke arah Katrina.
Katrina berlutut, menahan belati kecilnya yang tertancap tajam dilantai. Penghilatannya beralih ke Aron, mereka berdua bertukar pandangan sekarang, saling menatap seolah-olah menunggu serangan dari kedua belah pihak.
"Ayo, kita mulai putaran kedua!", teriak Aron dengan bangga, menantang Katrina untuk beradu serangan kedua kalinya. Hati Aron penuh kepercayaan diri dan yakin kalau dirinya akan bisa menyeimbangi kekuatan fisik gila dari seorang wanita dipandangannya sekarang.
"Pencuri sialan! Apa bermodal kekuatan dari pedang bisa mengalahkan diriku?! Jangan berbangga diri!" Katrina seolah sudah tak memiliki rasa takut, kekuatan dari Argentum Lunae sekarang seakan tak menggentarkan jiwanya. Ia memiliki ego kemenangan sangat tinggi, percaya pada kekuatan murni miliknya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astrydia
FantasyRaia Astrydia sang penyihir legendaris yang konon mampu menundukkan dunia atas dan bawah, tiba-tiba menghilang 500 tahun yang lalu setelah menyerang kerajaan di dunia bawah. Hingga kini, tak ada yang tahu pasti nasib Raia. 500 tahun kemudian, seoran...