Chapter 28 - Morning Warmth

10.9K 772 174
                                        

Mohon di tandai jika menemukan typo.

Di beberapa part sebelumnya, aku salah menuliskan penempatan kota. Seharusnya setting kota cerita ini adalah Melbourne, namun aku salah dengan menulis kota Chicago.

Maaf ya bagi yang bingung, dan terimakasih bagi yang sebelumnya sudah mengingatkan💗

ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢

Cahaya matahari pagi menyusup masuk melalui celah tirai, menyinari lembut kamar tidur yang masih dipenuhi aroma tubuh dan sisa malam penuh desahan. Di atas ranjang berantakan, dua tubuh telanjang berbalut selimut terlelap dalam posisi saling memeluk—kulit pada kulit, nafas pada nafas, seolah dunia tak ada selain mereka berdua.

Malam hujan semalam telah menjadi saksi betapa tak terbendungnya hasrat mereka. Bukan sekadar gairah, tapi juga penumpahan rindu, kepercayaan, dan janji yang tak diucap lewat kata—melainkan melalui setiap sentuhan, setiap desah, setiap kali mereka saling menyebut nama dalam erangan paling rapuh.

Galen dan Ainsley, malam itu, bukan hanya bersatu secara jasmani. Tapi lebih dalam dari itu: jiwa mereka saling menenggelamkan diri dalam satu sama lain.

Mereka baru menyerah pada lelap ketika fajar nyaris menjelang. Tubuh mereka terlalu lelah, otot-otot tegang dan kulit masih menyisakan kehangatan dari puluhan kecupan dan cengkeraman. Jika saja tubuh mereka tak menyerah, Galen tahu pasti—ia akan terus menyeret Ainsley ke dalam putaran malam yang tak akan pernah usai.

Dering ponsel yang mendadak memenuhi keheningan pagi itu menjadi tamu tak diundang. Galen membuka mata, masih berat, dan langsung disambut pemandangan paling indah: Ainsley, tertidur dengan damai di dadanya, rambut kusut menjuntai ke bahunya, bibir sedikit terbuka, dan kulitnya masih hangat.

Galen bergerak pelan, nyaris tanpa suara. Ia meraih ponsel di nakas, membaliknya, dan mendesah pelan saat melihat nama di layar.

Asisten. Beberapa panggilan tak terjawab. Notifikasi yang bertumpuk.

Sial, ia lupa. Hari ini ada jadwal penting.

Tapi saat menoleh kembali dan melihat Ainsley meringkuk sedikit lebih dalam ke pelukannya, Galen hanya bisa tersenyum tipis.

Mungkin untuk kali ini… jadwal penting itu bisa menunggu.

Galen kembali meletakkan ponsel, kali ini dengan niat mematikannya. Dunia luar bisa menunggu. Ia lebih memilih dunia kecil di dalam selimut ini—dengan Ainsley yang masih terlelap seperti boneka porselen yang rapuh, namun semalam terbukti sangat liar di bawah sentuhannya.

Ia menunduk, mencium pucuk bahu telanjang Ainsley dengan lembut. Lalu turun ke tengkuknya, meninggalkan jejak basah yang membuat tubuh wanita itu menggeliat pelan.

“Hmmm…” gumam Ainsley, masih setengah sadar. Suaranya parau, nyaris serak, dan justru terdengar lebih menggoda di telinga Galen.

“Pagi, sayang,” bisik Galen di telinganya, suaranya berat dan hangat, menggelitik kulit Ainsley hingga bulu kuduknya berdiri. “Kau tahu… kau terlihat terlalu enak untuk dibiarkan tidur.”

Ainsley membuka matanya perlahan, lalu mendesah manja. “Kita baru tidur dua jam…”

Galen menyeringai, tangannya sudah mulai menjelajahi punggung Ainsley, turun perlahan ke lengkung pinggangnya. “Dan itu dua jam terlama dalam hidupku.”

“Galen…” Ainsley tertawa kecil, geli saat jari-jari Galen menggoda lekuk pinggulnya. “Kau ini tak pernah kenyang, ya?”

“Kalau soal kau,” Galen membalik tubuhnya hingga kini Ainsley berada tepat di bawahnya, “aku tak pernah cukup.”

LOSE OR GET YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang