Kejujuran

4 2 0
                                        

Saat jatuh cinta, segala hal janggal akan sulit diterima. Itulah mengapa, orang yang jatuh cinta akan sulit sekali menerima nasihat.

---

Kejadian kemarin masih membekas nyata di benak Airin. Perjalanan art gallery dating yang bukan hanya memberi kesan menyenangkan, tetapi juga menyimpan sebuah tanda tanya. Airin tidak berani untuk menyimpulkan.

Rafan tiba-tiba meninggalkannya setelah menerima telepon dari seseorang. Sebelum pergi, Rafan menyempatkan diri untuk meminta maaf dan memegang tangan Airin lembut.

"Abang pengen banget di sini sama kamu. Tapi tiba-tiba temen Abang bilang kalau dia kecelakaan dan butuh Abang buat jemput dia. Abang minta maaf, ya," pinta Rafan dengan sorot mata meneduh. Namun, Airin bisa menangkap ekspresi lega yang coba Rafan sembunyikan sepersekian detik.

"Aku pengen banget nahan Abang sekarang. Tapi aku tahu aku gak boleh egois. Mungkin kawan Abang memang sangat membutuhkan Abang. Ya, udah. Abang boleh pergi," ucap Airin dengan mengembuskan napas kasar. Sekuat apa pun dia berusaha, pada akhirnya dia tetap akan membiarkan Rafan pergi.

Tiba-tiba, pesan DM dari orang tidak dikenal itu kembali membayangi Airin. Dia pikir, pengirim surat misterius dan pesan anonim itu adalah orang yang sama, yaitu Bagas. Namun, ternyata dia salah. Bagas menyangkal tegas bahwa dia bukanlah sosok di balik akun bernama Aku.siapa itu.

"Ah, capek banget mikir. Mending ke kelas," kata Airin sambil berjalan perlahan. Tas sandangnya terasa berat saat berjalan.

Baru saja melangkah, pemandangan dua orang yang berada pada jarang pandang yang tidak terlalu dekat, membuat Airin terdiam. Tampak Bagas yang sedang mengejar langkah cepat Rindu. Secepat mungkin, Airin membalik badannya dan mencari jalan lain. Asal tidak bertemu keduanya.

"Sial. Jangan sampai mereka liat aku."

---

Bagas menatap Rindu yang selalu menolaknya. Dia paham sekali perasaan Rindu saat ini. Puluhan pesan dan panggilan yang sengaja diabaikan oleh Rindu membuat Bagas merasa sangat frustrasi. Sebagai lelaki, dia harus meluruskan kesalahpahaman antara Rindu dan Airin.

"Dengerin aku dulu," pinta Bagas dengan suara lelah.

"Apalagi yang harus aku dengerin? Pernyataan bahwa kamu ternyata menyukai Airin, begitu?" Suara Rindu terdengar marah sekali. Bagas menatap sendu.

"Aku punya alasannya," jawab Bagas sambil mengusap wajah. Dia bingung harus mengatakan hal ini atau tidak. Namun, melihat Rindu yang seakan tidak ingin dekat dengannya, membuat Bagas merasa perlu untuk berkata jujur.

"Kebenaran atau pembenaran?" tanya Rindu sinis.

"Kebenaran."

Rindu memilih diam. Melihat ada celah untuk menjelaskan, Bagas langsung mengambil sikap tenang. Cepat atau lambat, dia memang harus mengatakan hal ini. Sebelum hal yang dia takutkan terjadi.

"Rahasia ini besar sekali. Menyangkut banyak pihak. Makanya aku memilih bungkam sejak lama." Bagas menarik napas panjang. Sepertinya, fakta yang ingin dia sampaikan serius sekali.

"Sebenarnya, Rafan itu Abang tiriku." Awalan yang sempurna untuk membuat Rindu melebarkan bola mata.

"Apa kamu bilang?" tanya Rindu tidak percaya. Selang beberapa detik kemudian, Rindu tertawa. Fakta ini sulit sekali untuk dia percaya. "Gila, ya. Mana mungkin hal seperti ini nggak pernah kamu ceritain ke aku."

Pesan Tanpa SuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang