KATH
Aku tetap terkulai lemas di atas meja setelah Freen pergi. Aku tidak ingin melihat kegelapan di matanya.
Celana pendekku saja masih menggumpal di sekitar mata kakiku, aku tidak punya tenaga untuk menariknya ke atas. Aku tidak ingin memikirkan apa yang baru saja terjadi atau betapa memalukannya reaksiku terhadapnya. Jejak tangan, rasa nyeri di pantatku, rasa geli yang menusuk di dalam diriku semua masih sangat terasa.
Perlahan-lahan aku menutup mataku, menarik napas dalam-dalam lalu menegakkan tubuh. Dengan hati-hati aku menarik celana pendekku, sekarang aku tidak perlu repot-repot menyembunyikan eranganku lagi.
Ini kacau sekali.
Aku butuh satu atau dua kaleng minuman.
Aku sudah lama tidak minum alkohol, mungkin itulah sebabnya aku bereaksi seperti tadi. Jika aku setengah mabuk seperti biasa atau lebih baik lagi mabuk berat, aku akan kembali menjadi diriku yang seperti robot, yang tidak akan merasakan apa pun.
Orang yang dapat menenangkanku dari kekacauan hanyalah Larry, tapi aku tidak akan bisa menemuinya lagi. Maka satu-satunya jalan untuk membuatku keluar dari kekacauan adalah minum lebih banyak alkohol!
Aku mengamati seluruh ruangan, namun tidak menemukan apa yang aku cari. Mungkin mereka menyimpan alkohol di dapur. Aku bergegas meninggalkan ruang makan, mengikuti jalan yang ditunjukkan Ogla sebelumnya.
Benar saja, aku menemukan letak dapurnya. Ruangannya sangat luas dan jauh lebih bersih daripada tempat memasak mana pun yang pernah aku lihat sebelumnya. Meja dapur berwarna putih mengilap, dengan perkakas dapur antikarat memenuhi sebagian meja, menunggu untuk digunakan.
Aku merasa gugup saat menyentuh apa pun, terlalu khawatir akan merusak sesuatu. Namun, keinginanku untuk minum mengalahkan kekhawatiran itu. Ada rasa sakit yang terus-menerus menekan kepalaku, yang hanya akan mereda jika aku minum alkohol.
Aku mulai membuka lemari es. Isinya hanya ada air mineral, buah, sayur, dan botol-botol jus. Lalu aku pindah ke lemari lainnya, memeriksa satu per satu. Lagi-lagi yang aku temukan hanyalah sereal, dan bahan makanan lainnya, tidak ada alkohol.
Karena frustasi aku mengobrak-abrik setiap lemari, membuka dan menutupnya dengan panik.
"Apakah anda sedang mencari sesuatu, Nyonya Sarocha?"
Aku tersentak mundur karena suara tiba-tiba itu, tetapi tanganku masih memegang gagang lemari saat aku menghadap Ogla. Dia berdiri di pintu masuk, ekspresinya kaku seperti biasa.
"Aku...umm...apakah kau tahu di mana tempat penyimpanan bir?"
"Kami tidak punya bir."
Sepertinya orang sombong seperti Freen bukan tipe orang yang suka minum bir. Mungkin dia minum yang lebih mahal. "Wiski?"
"Tidak."
"Wine?"
"Tidak"
"Apakah ada minuman beralkohol di sini?"
"Tidak."
"Bagaimana mungkin? Apakah Freen tidak minum?"
"Tidak saat sedang berada di rumah, Nyonya."
Aku ingin bertanya pada Ogla kenapa dia tidak minum saat dirumah? Tetapi mendengar jawabannya yang singkat dan wajah kakunya membuatku mengurungkan niat. Aku ragu dia akan menjawab jika aku bertanya.
Kurangnya alkohol membuat kepalaku semakin sakit. Bahkan lebih parah dari beberapa menit yang lalu. Setiap pecandu sepertiku berharap akan mendapatkan dosis berikutnya, meskipun hanya seteguk untuk meredakan rasa sakit.