Bab 16

429 85 22
                                    

KATH

Aku mengerutkan kening. Ini kedua kalinya Liam mengucapkan kata itu. "Kenapa kau bilang Mommy hantu, Liam?"

"Karena aku menemui Mommy," katanya, kakinya berayun maju mundur.

"Kau datang menemui Mommy?"

"Uh-huh." Dia menunjuk ke kanan. "Di sana."

Mataku mengikuti arah ibu jarinya. Itu adalah bangunan yang terpisah dari rumah. Bangunan itu tidak tampak terawat seperti rumah utama. Banyak retakan di bagian luar dengan tanaman merambat yang tumbuh di dindingnya, menutupi sebagian besar dinding.

Tempat itu langsung memberiku firasat buruk, seperti sisa rasa pahit bercampur muntahan.

Aku baru sadar jika itu adalah wisma tamu yang Freen sebutkan, tempat yang tidak boleh aku kunjungi. Tapi kata-kata Liam tentang aku—Becky yang sebenarnya—adalah hantu yang membuatku merinding. Apa yang sebenarnya ada di dalam sana? Yang bisa membuat seorang anak menganggapnya 'hantu'?

Aku hendak bertanya pada Yoshi, tetapi pandanganku beralih ke kiri dan aku membeku. Di rumah utama, Freen menatapku melalui jendela setinggi lantai hingga langit-langit. Dia berada di balik meja yang kukira adalah kantornya. Tiga monitor berada di depannya, tetapi perhatiannya sepenuhnya tertuju padaku.

Dia menatapku dengan penuh perhatian, rasanya seperti dia berdiri tepat di atas kepalaku untuk menghisap jiwaku. Aku mencoba memutus kontak mata, tetapi intensitas tatapan matanya yang cokelat membuatku tersandera.

Freen hanya mengamatiku, tetapi itu menyentuh lebih dalam, seperti suatu tuntutan, panggilan—untuk apa, aku tidak tahu.

Apa yang kau inginkan dariku? Aku berteriak dengan mataku, mengerucutkan bibirku, tetapi fokusnya tidak bergeser.

Akulah yang pertama mengalihkan pandanganku, karena menatap matanya masih terasa tidak nyaman. Masih terasa seperti dicekik oleh tangan-tangan tak kasat mata. Tindakan itu tidak nyata, tetapi sama nyatanya dengan rasa terbakar di paru-paruku.

Itu satu langkah lebih jauh daripada saat pertama kali bertemu dengannya. Dulu, hanya perasaan tidak nyaman. Sekarang, aku bisa memahami alasan di balik perasaan itu—itu adalah kebangkitan mengerikan dari sisi diriku yang sangat kubenci.

Setiap kali menatap matanya, yang bisa kupikirkan hanyalah betapa banyak kebejatan yang tersembunyi di balik ketenangannya. Dan betapa aku mendambakannya, lebih dari yang pernah kualami sebelumnya.

Setelah kehilangan ibu dan anak perempuanku, aku pikir aku sudah selesai dengan hidup ini. Aku sudah selesai menginginkan banyak hal.

Freen telah membuktikan aku salah.

Orang itu sudah menikah, atau duda, dan aku tanpa malu-malu meniduri jarinya. Dua kali.

Aku segera menggelengkan kepala. Aku tidak bisa datang padanya atau aku bisa pergi begitu saja dari sini. Dia yang salah karena mengganti istrinya begitu cepat.

Aku terus bermain dengan Liam, mencoba mengabaikan tatapan Freen yang menusukku seakan-akan dia sedang mengupas kulitku, lapis demi lapis yang menyakitkan. Aku menghela napas lega ketika Nick bergabung dengannya dan perhatiannya teralihkan sejenak dariku.

***
Aku dan Liam sedang makan siang bersama, tapi aku meminta Yoshi untuk ikut bergabung bersama kami. Setelah sekian lama hidup di jalanan, aku belajar untuk berbagi makanan, terutama dengan orang-orang yang membuatku merasa nyaman. Aku berpura-pura bahwa Yoshi adalah Larry.

Penjaga itu menggelengkan kepalanya sementara Ogla menatapku dengan tatapan menghakimi karena menyarankan hal itu.

Freen masih terkurung di dalam kantornya, jadi dia tidak ikut makan siang bersama kami. Sesuatu yang ingin aku abaikan, tetapi aku pikirkan selama makan siang.

DoppelgängerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang