Shaka meninggalkan sesi wawancara itu sebelum benar-benar berakhir. Dia memasuki ruangan khusus dimana para orang tua di kumpulkan menjadi satu. Shaka berjalan di tengah tengah mereka kemudian berdiri di dekat meja.
Yosua menyusulnya, Wati sudah dia beri makan di tempat lain tadi. Shaka mulai mengalihkan perhatian para orang tua yang masih ada yang sibuk menangis, bengong, tertidur, dan lain sebagainya.
"assalamualaikum bapak. Ibu. Perkenalkan saya detektif Shaka asal labuan bajo, begini, laporan laporan kalian semua kami terima dan berhubung anak anak bapak dan ibu menghilang secara bersamaan maka kami akan melakukan pencarian secepat mungkin. Saat ini tim polisi sedang dalam perjalanan menuju diduga TKP. Sekitar 30 menit lagi sampai." Umum Shaka lembut. Salah satu orang tua mendekati nya dengan wajah basah karena habis menangis.
"Pak Shaka!! Anak saya Naura gimana?? Dia ga pulang dari kemarin, saya udah liat video yang viral itu dan saya yakin banget anak SMA yang di bunuh itu..hiks...hiks..," wanita itu tidak dapat melanjutkan kalimatnya. Suaminya yang juga sangat terpukul itu memeluk istrinya dari samping dan menenangkan nya.
"Hiks.. kemarin saya melapor kehilangan anak bersama orang tua yang lain tapi ga di terima. Saya bener bener mohon kepada pihak polisi untuk segera menemukan anak saya, Naura dan teman temannya!" Wanita itu berlutut dan bersujud di kaki Shaka. Shaka membeliak dan segera membangunkan nya bersama dengan suami wanita itu.
"harap semuanya tenang dulu. Kami akan pastikan anak anak kalian selamat. Anak anak bapak dan ibu menghilang pukul 2.47 sore. Kasus ini masih sangat baru dan terlalu singkat, kami akan berusaha untuk menyelamatkan siapapun."
Shaka melempar pandang ke seluruh ruangan yang tidak terlalu besar itu. Matanya terfokus pada salah satu orang tua yang juga sedang menatapnya dengan ekspresi kaget dan tegang.
Shaka bersitatap dengan Brian selama beberapa detik. Melihat wajah pria tua itu rasanya Shaka pernah bertemu dengannya di suatu tempat di masa lalu. Shaka turun dari altar kecil ruangan itu kemudian berjalan menghampiri Brian dan Jessi.
Brian justru terhenyak sesaat menyadari Shaka masih mengingat dirinya. Brian pun menarik pergelangan tangan istrinya dan membawanya keluar dari ruangan itu.
"Hey. Permisi, anda berdua! Kalian mau kemana?" Shaka menyebut Brian dan Jessi yang terus menerobos banyak orang untuk segera keluar dari ruangan itu.
"Tch, jadi anak itu bekerja di kantor polisi ini? Hadeh, pakai ketemu segala." Rutuk Brian pelan. Jessi mengerutkan keningnya bingung.
"Kenapa kita keluar, pa?"
"Di dalam ada anaknya Mariam dan Andrew! Dia pasti masih ingat kita makanya sekarang dia lagi ngejar kita di belakang!" Repet Brian. Keduanya berhasil keluar dari ruangan itu dan berjalan cepat di lorong dan menghilang dari pandangan Shaka secepat mungkin.
Shaka dengan sedikit berlari meninggalkan ruangan itu dan menyuruh Yosua untuk mengatasi para orang tua yang masih gelisah. Shaka menengok kanan dan kiri saat sudah berada di luar, Shaka yakin sekali kalau dua orang yang keluar secara terburu buru itu adalah orang yang sama dengan yang ada di ingatan nya.
"Kemana mereka."
Shaka kembali ke teras dan menemukan semakin banyak wartawan yang datang. Komandan Ujang dan belasan petugas polisi lainnya mempersiapkan diri untuk turun langsung ke TKP. Shaka berjalan santai kesana dan berdiri di samping komandan.
"Pak, para orang tua sudah diamankan. Mereka akan menunggu disini sampai ada kabar baik dari kita." Bisik Shaka. Komandan mengangguk pelan."bagaimana dengan adikmu?" Ucap komandan serius. Shaka teringat Safira dan rasa bersalahnya langsung menggerogoti tubuhnya.
"Saya masih berusaha untuk hubungi dia tapi sepertinya disana signal nya tidak bagus." Balas Shaka lemah.
"Jangan kuatir. Mereka ada banyak orang dan tidak mungkinlah satu orang anak SMA menghabisi temannya dalam kurun waktu belum mencapai 24 jam."
"Ya benar. Mereka semua menghilang ± 18 jam yang lalu. Tapi, tidak menutup kemungkinan hal yang komandan sepelekan justru terjadi." Gumam Shaka. Komandan terdiam memikirkan kembali perkataan nya.
"Shaka, apa menurutmu kasus ini ada kaitannya dengan pembunuhan berantai itu?" Selidik komandan.
Shaka mengelus dagunya yang tidak ditumbuhi bulu sama sekali. Menurut nya kasus ini akan menjadi lebih besar dari yang mereka duga. Bukan cuma sekadar pembunuhan tunggal tetapi pasti ada petunjuk lainnya yang akan muncul
"mau ikut?"
Shaka menatap komandan sebentar. "Jelas."
Komandan tertawa kecil niatnya hanya untuk membuat Shaka tidak terlalu terbebani. Komandan menepuk pundak laki laki itu beberapakali.
2 jam sebelumnya. Pukul 5.27
Safira jatuh lunglai di lantai. Air matanya terus turun membasahi wajahnya dengan kedua mata yang membelalak kaget.
Jovan dengan mulut ternganga tanpa sadar. Dia juga shock apalagi Kevin. Mayat Ningsih bergelantungan di atap dan pemandangan itu membuat ketiganya begitu terpukul.
"Ningsih!" Lirih Safira.
"Safira ayo bangun, Ningsih udah mati. Kita jangan membuang waktu lagi. Jovan!! Itu toiletnya!" Kevin membentak sampai teman temannya sadar.
Jovan tak lagi peduli dengan mayat Ningsih yang tak beraturan itu. Dia berlari menghampiri toilet bersama kevin dan segera menggedor-gedor pintu itu sehingga Leana yang ada di dalam dapat mendengar dan bereaksi.
"Leana!! Leana! Buka pintunya!"
Teriak Kevin.
"Lea! Ini gue Jovan! Kita datang buat selamatin lo. Lea! Gue harap lo bisa denger suara kita!" Teriaknya.
Safira menangis tak bersuara. Melihat kondisi Ningsih yang begitu ngeri dan mengenaskan membuat nya tidak mampu menggerakkan otot-otot nya. Safira menggerakkan tubuhnya dengan ngesot-ngesot pelan sampai melewati Ningsih. Dia tidak mau melihat wajah Ningsih yang memucat dengan lidah menjulur dan bola mata yang terbuka lebar. Darah dari bagian belakang kepala Ningsih masih terus mencuat keluar dan jatuh ke lantai
Safira meringis, takut dan merinding. "Ningsih....maafin gue...hiks..."
"Gue ga bisa selamatkan lo dari mereka... Hiks..."
Jovan dan Kevin terus menggedor-gedor dari luar dan tidak mendapatkan respon apa apa dari dalam.
"Kita dobrak aja, kev!" Usul Jovan mantap. Kevin memberinya anggukan kepala.
"1,2,3, DOBRAK!!!"
Berhasil!
Pintu aluminium itu terbuka lebar. Jovan dan Kevin berlari masuk kedalam dan menemukan Leana tergeletak di lantai dengan tubuh kumel. Jovan turun kelantai untuk memeriksa keadaan gadis itu. Rupanya Leana masih hidup cuma sedang kelaparan saja.
"Lea! Bangun, ini gue Jovan sama Kevin. Safira diluar! Kita harus pergi dari sini, ayo bangun!" Kata Jovan
Leana menatap mereka semua sayu dan tak bertenaga. Safira akhirnya menyusul kedalam dan terkejut melihat sahabatnya tergeletak di lantai toilet yang kotor dan berkerak. Safira menyentuh wajah Leana. Bibir gadis itu kering dan pecah pecah, dia sama sekali belum minum air dari kemarin.
"Leana! Ini gue Safira!" Kata Safira.
"Ra, jantung lo.....gapapa?" Lirih Leana hampir tak terdengar. Safira mengangguk, tersenyum.
"Jantung gue sehat, ayo Leana bangun. Kita keluar dari sini"
![](https://img.wattpad.com/cover/378887499-288-k124569.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kriminal
Mystery / ThrillerTernyata dia seorang pembunuh bayaran yang dipelihara sejak kecil oleh orang tua gadis yang disukai nya! "Jangan tolak gue, gue kasar orangnya."