Delfi melangkahkan kakinya semakin dekat, kelima remaja itu tampak bengong menatap Delfi yang tampak tenang tenang saja di situasi seperti ini.
Delfi menatap Leana cukup lama, senyum tipis di sudut bibirnya tidak menggambarkan sebagaimana Delfi yang biasanya. Dia terlihat seperti seseorang yang telah bebas dari hambatan-hambatan tertentu.
Leana menjadi tidak nyaman di tatap sedemikian rupa oleh Delfi, Jovan menyadari sebuah luka gores di leher Delfi dan dia langsung menegur nya akan hal itu. Delfi meraba bekas luka gores tersebut kemudian menunjukkan nya kepada mereka semua.
"Tadi kegores kaca," imbuh Delfi.
Safira mendelik heran, benarkah bekas luka yang masih fresh tersebut tergores kaca. Safira dan Leana hanya bisa saling tatap menatap sedangkan Delfi langsung melap darah yang masih menetes dari sumber luka tersebut dengan ujung lengan bajunya.
"Kaca yang mana?" Selidik Safira. Mendengar pertanyaan itu Delfi menghentikan kegiatan menghapus darahnya lalu menatap Safira tajam membuat gadis itu terhenyak seketika.
"Tadi gue kebelet buang air kecil karena itu gue keliling buat cari kamar kecil siapa tau masih ada yang bisa di gunakan, dan ternyata ada. Heheh, yaah tapi sayang kaca pintu nya pecah saat gue paksa masuk...dan.... Leher gue kegores," ungkap Delfi yang terdengar cukup masuk akal.
Kelimanya manggut-manggut kepala sambil ber-oh ria. Sekarang mereka berenam di tambah Delfi yang baru muncul.
Leana mendekati pagar beranda dan lalu mengintip ke bawah untuk mengecek kondisi lantai dasar gedung ini. Tidak ada siapa siapa di bawah,
"Gaes, apa jangan jangan temen temen udah pada pulang ya? Kok di bawah sepi, ga kedengaran suara apa apa tuh dibawah," kening Leana berkerut.
Mengetahui itu mereka pun hendak turun ke bawah untuk memeriksa teman teman mereka. Namun, sebelum itu Delfi menginterupsi mereka untuk mengecek teman temannya lewat pintu masuk lantai 3 sehingga mereka bisa langsung menemui teman teman mereka jika mereka memang masih ada di sini.
"Eh gaes! Lewat sini lebih cepat kok. Ikutin gue!" Ujar Delfi seraya melambaikan tangan nya pada kelima teman temannya.
Leana dan Kevin saling tatap merasa sedikit curiga. Kenapa Delfi mau mengajak mereka pergi bersama, apa sifat dingin nya berubah di kala suasana genting seperti ini ya?
"Van, ayok! Kata Delfi lewat situ lebih cepet!" Kata Kevin pada Jovan yang justru malah bengong dengan muka ngang-ngong. "Yaudah ayok, jadi lupa kan sama mereka," gerutu Jovan.
Leana, Safira, Ningsih, Kevin dan Jovan berubah pikiran dan langsung mengikuti kemana Delfi membawa mereka.
Keenamnya pun masuk lewat pintu masuk yang ada di lantai 3, Delfi lah yang memimpin jalan di depan.
Keningnya tampak berkerut dengan kepala yang melihat kekiri dan kekanan seolah mencari jalan menuju lantai bawah gedung itu.
Berbekal cahaya handphone, mereka langsung bisa menemukan tangga menuju lantai bawah, mereka pun turun perlahan lahan, Safira gusar dengan jam tangan nya yang tidak menemukan sinyal sama sekali.
Bukan cuma jam tangan milik Safira, semua handphone milik mereka semua tidak ada sinyal yang masuk. Ada tapi hilang-muncul.
"Delfi! Sekarang gimana? Kok kita jadi semakin jauh?? Lo serius tau jalan nya??" Lama lama Leana kesal juga karena rasanya mereka hanya berputar putar dan melewati tempat yang sama. Entah sudah membuang berapa menit berharga nya.
Tempat ini begitu luas tanpa ujung, banyak sarang laba laba yang menghalangi langkah mereka, Ningsih sedari tadi hanya diam tak buka suara.
Ditambah dengan be-bau-an apek karena tempat ini tidak pernah terawat, lantai berdebu, sudut sudut tempat ini menjadi sarang serangga yang menjijikkan. Kelelawar bersama kotoran-kotoran nya menghiasi atap dan lantainya.
![](https://img.wattpad.com/cover/378887499-288-k124569.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kriminal
Misteri / ThrillerTernyata dia seorang pembunuh bayaran yang dipelihara sejak kecil oleh orang tua gadis yang disukai nya! "Jangan tolak gue, gue kasar orangnya."