KRIMINAL
Sinar matahari yang menembus celah celah dinding gedung berhasil membangunkan Safira dari tidurnya. Gadis itu menggeliat kemudian merenggangkan seluruh tubuhnya.
Dia melihat sekeliling, di sampingnya sekitar satu setengah meter ada Jovan yang masih tidur dengan pulasnya, tapi Safira tidak melihat ada Kevin dimana pun di tempat itu.
Safira menguap sekali lagi, matanya masih mengantuk dan tidak berhenti menguap. Gadis itu duduk bersandar di tembok lalu menengadahkan kepalanya keatas.
Satu tarikan nafas melegakan organ tubuh nya yang ada di dalam.
Gadis itu mengeluarkan arloji itu dari dalam saku rok seragam nya, dia kembali mengaktifkan benda itu kemudian memasangkan pada pergelangan tangan nya.
Dia melihat gelombang elektrokardiogram yang stabil, menunjukkan kalau kondisi jantung nya baik baik saja. biasanya pada arloji tersebut akan muncul notifikasi peringatan agar penggunanya cepat mengatasi permasalahan jantung secepatnya jika diperlukan.
Tiba tiba muncul signal di bagian atas kanan arloji tersebut. Kadang muncul 3 lalu turun ke 1 dan naik lagi ke 2. Signal nya hilang-muncul.
Gadis itu bergumam sendirian, entah dimana Kevin saat ini semoga saja tidak bertemu dengan sosok bertopeng itu lagi atau sosok yang lainnya yang lebih berbahaya lagi.
Jovan mungkin merasakan sengatan matahari di kedua matanya sehingga dia terpaksa bangun dan ikut duduk, berdiam, menguap, merenggangkan otot-otot nya lalu menyandarkan tubuhnya di dinding.
"Morning, Ra."
Safira memberinya senyuman "morning, van."
"Kevin kemana?"
Safira mengangkat bahu. "Pas bangun dia udah ga ada disini,"
Jovan mengernyitkan keningnya. "Ga ada?" Ulangnya bingung. Safira mengangguk.
"Apa jangan jangan?" Jovan menggantungkan kalimatnya membuat keduanya menafsirkan sendiri apa yang terjadi selanjutnya.
"Udah pada bangun?" Kevin datang membawa air minum—ralat, air bak mandi yang diisi dalam gayung bekas. Dia sepertinya bangun duluan dari pada yang lainnya tadi, Safira pun bernafas lega.
"Kirain udah di tangkap," Gumam Jovan.
"Dari kemarin gue ga minum air, ampe serak gini tenggorokan gue. Itu air apaan?" Ucap Jovan mengintip sedikit isi gayung tersebut tanpa mau mengambilnya dari tangan Kevin.
"Air toilet." Jawab Kevin spontan.
"Ewh.." Jovan bergidik.
"Ga mau minum yaudah mati kehausan aja sana," kata Kevin kemudian duduk di lantai meletakkan gayung tersebut di tengah tengah mereka.
"Van, minum aja. Catet, dalam sejarah kehidupan seorang Jovan ini pertama kalinya lu minum air WC." Kelakar Safira yang membuat Jovan semakin merinding.
"Kuman, Ra." Protes Jovan.
"Iya tau kuman, bakteri, semuanya ada dalam air itu, tapi setidaknya lu ga akan mati pas udah minum air itu. Percaya deh segerr," kata Safira lagi dan Jovan segera ingin muntah.
"Kalian udah minum air itu berapa kali? Huwwekk..."
"Gue sekali," balas Safira percaya diri. Dia tidak sanggup menahan tawa ketika melihat ekspresi Jovan yang tertekan.
"Ga deh. Kalian aja, gue bisa tahan haus dan lapar karena bentar lagi gue keluar dari gedung ini," katanya. "Ehh, hape gue mana ya? Semoga aja ga jatuh waktu lari larian." Cowok itu memeriksa setiap saku yang ada di seragamnya dan untungnya........ handphonenya tidak ada.
"Aishh!"
"Gapapa, punya gue juga hilang." Ujar Kevin yang melihat Jovan frustrasi akibat kehilangan handphone. Jovan mendelik tajam.
"Ga butuh adu nasib!" Cerocosnya.
"Kita ga bisa lama-lama disini," Safira menatap sekelilingnya. Gedung tua ini sebenarnya tidak benar benar sudah tua. Hanya saja tidak terawat. Bentuk luarnya pun cukup bagus dan kokoh. Mereka menganggap nya angker mungkin karena tempat ini gelap dan lembab.
"Sekarang, kita keluar dari sini lewat jendela." Ucap Kevin tiba tiba.
Jovan dan Safira saling tatap menatap dahulu baru menatap siapa yang barusan bicara.
"Lompat dari ketinggian entah berapa kaki itu? Jovan yang kakinya bengkok sebelah bentar lagi jadi bengkok semua." Protes Safira.
"Amit amit," sahut Jovan.
"Terus mau kabur lewat mana lagi, Ra? Ga mungkin kan kita turun lewat tangga ke bawah lagi, ujung ujungnya kita bakal ketemu sama penjahat itu lagi. Sia sia usaha kita buat kabur dong." Apa yang dikatakan Kevin ada benarnya juga tapi tetap saja Safira menolak untuk lompat dari lantai tiga.
"Eh bentar! Tunggu, dari kemaren gue pengen banget ngasih tahu ini ke kalian tapi gue lupa dan sekarang gue baru inget!" Kata Safira yang membuat kedua cowok itu mengheningkan cipta.
"Kenapa, Ra?"
"Kemaren, pas gue teriak di depan toilet gue denger suara gedoran pintu dan suara minta tolong. Gue yakin banget suara itu suara cewek. Dan gue juga yakin, bisa jadi itu Leana!"
Jovan dan Kevin saling tatap menatap dahulu.
"Serius, Ra? Terus gimana keadaannya setelah kalian kabur kesini?" Tanya Jovan penasaran sekaligus khawatir tentang keselamatan Leana.
"Gue ga tau. Kevin keburu narik tangan gue dan kita kabur tanpa dia." Sahut Safira sedikit merasa bersalah.
"Huft. Fine. Okey, gue tau niat kalian berdua," Kevin membuang nafas, pasrah. Dia menatap kedua temannya kemudian mengangkat bahu. "Kalian mau menyelamatkan Leana kan sekarang?"
Jovan dan Safira kompak mengangguk.
"Kalian yakin? Kita turun lagi kebawah loh?" Kevin memastikan.
Lagi lagi keduanya mengangguk.
"Kalau bisa, kak Seno juga!" Tambah Safira.
"Si seno ga mungkin masih hidup, Ra." Kevin terdengar pasrah dan putus asa.
Keheningan melanda mereka bertiga.
Jovan berdiri duluan. Dia mencari di sekitar sana benda apa saja yang bisa berguna untuk melawan penjahat itu.
Penjahat itu ada dua. Satunya lagi si pria ber-hoodie misterius itu. Mereka harus punya banyak senjata untuk melawan mereka.
"Kita bertiga lawan dua orang sekaligus. Mereka cuma modal kapak, kita pasti bisa atasi ini." Kata Jovan sambil memungut balok kayu yang menurut nya bisa digunakan sebagai senjata.
"Ada belati juga dan senjata tajam lainnya yang kita ga tahu apa." Tambah Safira.
"Ohh whatever."
"Gue udah ga tahan lagi sama semua ini. Hidup atau mati, yang penting gue punya usaha untuk menyelamatkan semua teman teman kita mau yang udah mati ataupun masih hidup namun sekarat!" Kata Jovan yakin.Safira ikut berdiri dan meyakinkan dirinya.
"Gue juga ga takut mati mulai saat ini. Jantung gue udah ngasih kode kalau umur gue ga panjang." Tambahnya.
Kevin menatap keduanya bimbang. Khawatir, takut, semua bercampur jadi satu.
"Ookey, Safira. Gue mau jujur sama lo dan please dengerin gue dulu. Gue minta maaf." Kevin berdiri.
"Kalau udah selamat baru nyatain cinta! Bego." Kesal Jovan.
"Heh asal lo tau ya, Ra. Kevin udah lama banget suka sama lo cuma dia ga berani nyatain perasaan nya ke elo. Giliran udah mau mati baru nyatain perasaan, goblok." Seloroh Jovan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kriminal
Mystery / ThrillerTernyata dia seorang pembunuh bayaran yang dipelihara sejak kecil oleh orang tua gadis yang disukai nya! "Jangan tolak gue, gue kasar orangnya."