Chapter 22

606 8 0
                                    

Tolong tandai jika ada typo dalam penulisan! Terimakasih

Seluruh cerita ini akan banyak adegan seksual yang cukup mengganggu otak,kekerasan,bahasa kasar dan hal-hal negatif lainnya yang tidak patut di contoh

Semua ini murni hasil pemikiran sendiri dan Dilarang melakukan plagiat terhadap isi cerita

Bijaklah dalam memilih Bacaan!

Happy Reading!

---

Federick memasuki rumah dengan langkah lesu, matanya tampak lelah, dan rambutnya sedikit kusut. Ia membuka pintu dengan perlahan, mencoba tidak membuat suara, meski sudah tahu bahwa Anika pasti terbangun. Pagi itu, perasaan gelisah menggerayangi dirinya. Sesuatu terasa janggal, dan itu membuatnya semakin cemas.

Anika yang sudah terjaga lebih awal, duduk di ranjang dan memandang suaminya dengan tatapan yang penuh tanya. Bau minyak wangi yang asing segera mencium hidungnya, dan hati Anika mulai dipenuhi keraguan.

"Fred," ucap Anika dengan suara yang tenang, namun tegas. "Kau pulang pagi sekali. Biasanya, bila ada pekerjaan yang harus diselesaikan, kau pulang lebih malam, kan? Apa yang sebenarnya terjadi?"

Federick menutup pintu dengan pelan, mencoba mengatur napasnya. Ia tahu bahwa Anika akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu, dan setiap kata yang keluar dari mulutnya terasa semakin menekan.

"Sayang, ada beberapa hal yang harus aku selesaikan di kantor semalam," jawab Federick, berusaha terdengar biasa saja. "Jadi, aku baru pulang pagi ini. Itu saja."

Anika menatap suaminya dengan saksama, tidak puas dengan penjelasannya. Ada ketegangan yang tak terucap, dan aroma parfum yang tercium dari tubuh Federick membuat hatinya semakin curiga. Bukan parfum yang biasa digunakan Federick. Ia mengenali baunya, itu bau parfum milik Alinta, sahabat dekatnya.

"Minyak wangi ini... bukan bau parfummu, Fred," ujar Anika dengan nada datar, namun ada kekhawatiran yang mulai meresap. "Dan kau baru pulang pagi setelah semalam mengerjakan 'pekerjaan' yang kau sebutkan? Apakah itu semua benar, atau ada sesuatu yang disembunyikan dariku?"

Federick merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Ia tahu bahwa kecurigaan Anika mulai meningkat, dan ia mulai merasa terpojok. Wajahnya sedikit memerah, dan matanya tampak berusaha menghindari tatapan istrinya.

"Anika," kata Federick dengan suara yang sedikit lebih keras, mencoba menahan emosinya, "Kenapa kau selalu mencurigai setiap gerak-gerikku? Aku sudah mengatakan yang sebenarnya. Aku hanya bekerja semalam. Tidak ada yang aneh, tidak ada yang disembunyikan. Kenapa kau selalu berpikir buruk tentangku?"

Anika mendalamkan tatapannya. Ia bisa merasakan bahwa suaminya mulai tidak nyaman, dan hal itu hanya menguatkan rasa curiganya. "Aku hanya ingin tahu, Fred. Kenapa kau tak bisa jujur padaku? Kau pulang pagi, dengan bau parfum yang jelas bukan milikmu. Aku hanya ingin jawaban yang pasti. Jangan pikir aku bodoh."

Federick merasakan kemarahan yang mulai tumbuh di dalam dirinya. Ia merasa disalahpahami, diperlakukan seolah-olah ia sedang berbohong. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri, tetapi rasa frustrasi mulai menguasainya.

"Anika, aku tidak akan tahan jika kau terus menerus menuduhku tanpa alasan!" katanya dengan suara yang agak meninggi, tak bisa lagi menahan emosinya. "Kau terlalu mencurigai setiap hal yang kulakukan. Aku tahu aku belum sempurna, tapi aku berhak untuk tidak selalu dijadikan tersangka dalam hidup kita!"

Anika terdiam mendengar kemarahan suaminya. Meskipun hatinya dipenuhi kecurigaan yang semakin kuat, ia tidak ingin memperburuk keadaan lebih jauh. Namun, kepercayaan yang dulu ia miliki mulai goyah, dan itu terasa menyakitkan.

CheatingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang