chaper 24

451 11 0
                                    

Tolong tandai jika ada typo dalam penulisan! Terimakasih

Seluruh cerita ini akan banyak adegan seksual yang cukup mengganggu otak,kekerasan,bahasa kasar dan hal-hal negatif lainnya yang tidak patut di contoh

Semua ini murni hasil pemikiran sendiri dan Dilarang melakukan plagiat terhadap isi cerita

Bijaklah dalam memilih Bacaan!

Happy Reading!

---

Federick duduk di sudut kafe yang sepi, menatap secangkir kopi di depannya tanpa benar-benar memperhatikannya. Pikirannya tertuju pada pertemuan yang sudah ia atur dengan Alinta. Sebuah pertemuan yang akan membuat segalanya lebih jelas. Di dalam dirinya, tidak ada perasaan bersalah, hanya ada keyakinan bahwa apa yang terjadi adalah sebuah kecelakaan yang tidak bisa dihindari. Ia tahu apa yang mereka lakukan semalam tidak seharusnya terjadi, namun ia juga tidak bisa menyangkal bahwa ada sesuatu yang kuat antara dirinya dan Alinta.

Ia tidak bisa melepaskan dirinya dari perasaan itu, meskipun ia tahu pertemuan ini akan membawa risiko. Federick merasa bahwa, dalam hatinya, pertemuan ini adalah sebuah keputusan yang tepat. Ini bukan tentang kesalahan atau penyesalan, tetapi tentang melanjutkan sesuatu yang telah dimulai.

Saat Alinta masuk, Federick langsung mengenali wajahnya yang sedikit lelah namun penuh dengan ketegangan. Ada perasaan canggung di antara mereka, tetapi Federick merasa sedikit lega-ini adalah kesempatan untuk membicarakan semuanya tanpa harus menyembunyikan apapun.

Alinta duduk di hadapannya, menghela napas panjang. Matanya mencari-cari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya, tetapi Federick sudah lebih dulu membuka percakapan.

"Alinta," kata Federick dengan suara yang tenang, hampir seperti tidak ada masalah. "Aku tahu kita harus bicara tentang semalam. Tapi, aku ingin kau tahu bahwa aku tidak merasa bersalah."

Alinta menatapnya dengan sedikit terkejut, merasa bingung. "Kau... tidak merasa bersalah, Fred? Kita... kita melukai banyak orang, dan aku merasa ini adalah kesalahan besar."

Federick tersenyum tipis, tidak ada penyesalan di wajahnya. "Kesalahan besar? Tidak menurutku. Kita hanya berbuat apa yang sudah seharusnya terjadi. Aku rasa kita berdua sudah lama merasa ada sesuatu yang mengambang antara kita, dan semalam, kita hanya mengikutinya. Kalau ada yang salah, itu lebih kepada dirimu yang tidak bisa menahan dirimu sendiri."

Alinta menatap Federick dengan tatapan tajam, perasaan marah dan bingung bercampur dalam dirinya. Kata-kata Federick tadi, yang begitu ringan dan tanpa penyesalan, membuat darahnya mendidih. Alinta tahu persis siapa yang memulai semuanya, dan tidak ada yang bisa mengubah kenyataan bahwa Federick adalah orang pertama yang mendekatinya. Tapi kini, Federick malah berpura-pura seolah-olah semua yang terjadi adalah kesalahan dirinya.

"Fred," suara Alinta bergetar, namun penuh ketegasan. "Kau bicara seperti aku yang bersalah sepenuhnya. Faktanya, kau yang memulai ini. Kau yang mengajakku. Kau yang membuat langkah pertama. Jadi, jangan coba-coba menuduh aku tidak bisa menahan diriku sendiri."

Federick sedikit terkejut mendengar nada suara Alinta yang tidak biasa. Ia menyadari bahwa perasaan Alinta sedang meledak, dan mungkin ia telah salah dalam mengutarakan kalimatnya. Namun, Federick tetap tidak merasa bersalah, karena di dalam pikirannya, apa yang mereka lakukan hanyalah sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindari.

"Jangan salah paham, Alinta," jawab Federick, mencoba untuk tetap tenang meskipun suasana mulai memanas. "Aku tidak menyalahkanmu. Semua yang terjadi malam itu adalah hasil dari dua orang yang sudah lama merasa ada sesuatu yang lebih antara mereka. Aku hanya mengatakan bahwa kita berdua sama-sama bertanggung jawab atas apa yang terjadi."

CheatingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang