Jaehyun tengah bergelut dengan berkas-berkas yang sudah beberapa hari yang lalu ditinggalkannya. Sepulang dari China, ia langsung menuju kantor tanpa niat pulang ke rumah. Terlalu banyak pekerjaan yang harus ditandatangani, tapi semua itu ia tinggalkan begitu saja. Sudah beberapa hari ia tidak pulang, dan beruntung di ruangannya tersedia tempat untuk ia beristirahat.
"Pulanglah Jae. Taeyong sedang membutuhkanmu," ucap Johnny yang baru saja datang.
"Tinggal sedikit lagi, Jo," jawab Jaehyun tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas-berkas di depannya.
Johnny hanya menggelengkan kepala, melihat sahabatnya yang terlalu sibuk dengan berkas di hadapannya. Dari cara Jaehyun bekerja, Johnny tahu bahwa sahabatnya itu sedang tidak baik-baik saja.
"Kata Haechan, Mark bilang akhir-akhir ini Taeyong suka ngelamun, bahkan sering menangis dalam diam. Pulang sebentar gak bakal bikin lo bangkrut, Jae." kata Johnny, mengejutkan Jaehyun. Dengan cepat, Jaehyun mendongak, raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran.
Tanpa berkata apa-apa, Jaehyun segera meraih jas yang tergantung di kursinya.
"Gue pulang," ucap Jaehyun sambil meninggalkan Johnny dan berjalan terburu-buru.
Johnny segera menyusul langkah Jaehyun. Jika Jaehyun melangkah keluar kantor, beda halnya dengan Johnny, ia berjalan ke arah sekertaris jaehyun, memberitahu bahwa sang bos meninggalkan ruangannya. Sudah terlalu biasa bagi Johnny maupun Yuta untuk mengontrol perusahaan ketika Jaehyun meninggalkan ruangannya di jam kerja.
Jaehyun melangkah cepat, berharap bisa segera sampai di rumah. Sekeras kepala apapun Taeyong, ia tetaplah wanita yang sangat ia cintai.
"Tuhan, untuk kali ini aku mohon... jangan lagi, jangan..." lirih Jaehyun sambil mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi.
Taeyong terisak dalam keheningan, tubuhnya menggigil saat ia memeluk lututnya erat-erat. Kepalanya terasa berat, dipenuhi suara-suara yang bergema tanpa henti, menghancurkan sedikit demi sedikit ketenangannya.
"Kau!!... selalu saja Taeyong. Kenapa kau tidak bisa berguna sedikit saja?"
"Kau benar-benar tidak bisa diandalkan. Lihat Thaya! Belajarlah dari dia, Taeyong!"
"Anak seperti kau ini tak ada gunanya. Seharusnya yang menderita penyakit bawaan itu kamu,"
"Dia, lebih pantas untuk thaya dari pada kau, tae"
"Lepaskan itu, thaya menginginkannya"
Kata-kata itu terus menghantui pikirannya, seperti pusaran gelap yang tak memberinya jalan keluar. Suara dingin dan tajam dari masa lalunya menyeruak kembali, mencabik-cabik luka yang seharusnya sudah sembuh. Setiap ucapan terasa seperti belati berkarat, menusuk dalam dan meninggalkan rasa perih yang tak tertahankan.
Air matanya mengalir tanpa henti, bercampur dengan rasa benci pada dirinya sendiri, benci yang dulu ditanamkan oleh orang-orang yang seharusnya mencintainya. Dan malam itu, Taeyong tenggelam dalam kerapuhannya, tak tahu kapan atau bagaimana ia bisa menemukan kedamaian.
Sesampainya di rumah, Jaehyun segera masuk ke dalam rumahnya dengan langkah tergesa-gesa, matanya cepat mencari seseorang yang sangat ia khawatirkan. Namun, langkahnya terhenti ketika Jeno yang baru saja keluar dari dapur dengan sepiring apel di tangannya menginterupsi.
"Papa, kayak abis dikejar singa begini nyari apa sih, Pa?" tanya Jeno, bingung melihat ayahnya yang tampak cemas. Oh, tolong ingatkan Jeno bahwa papanya masih marah kepadanya.
Jaehyun menatap Jeno dengan tatapan tajam, tampak tidak sabar. "Bubu mana?" tanyanya dengan nada yang lebih dingin dari biasanya.
Jeno hanya menunjuk ke arah kamar orang tuanya tanpa berkata lebih banyak, lalu pergi menuju ruang keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jung Beomgyu
FanfictionKamu tau apa yang aku inginkan? Sederhana saja Kebahagiaan hanya itu saja tidak lebih Demi kepentingan cerita Beberapa karakter di ubah menjadi gs uke=gs