🍒14

77 12 12
                                    


  Sesampainya di rumah sakit, Jeno menggendong Beomgyu dengan langkah tergesa-gesa, sementara Sungchan mengikuti di belakangnya dengan wajah cemas. Pemandangan itu menarik perhatian Kim Mingyu, salah satu dokter yang bertugas malam itu. Menyadari tiga anak sahabatnya ada di depannya, Mingyu segera mendekat.

"Jeno, Sungchan, apa yang terjadi dengan Beomgyu?" tanyanya, nada suaranya mengandung kekhawatiran.

"Om Mingyu, tolong selamatkan adek!" pinta Sungchan dengan suara yang sedikit meninggi, nyaris putus asa.

Meski tak tahu pasti apa yang terjadi, Mingyu langsung mengambil alih Beomgyu dari pelukan Jeno. Tanpa berpikir panjang, ia membawanya ke ruang ICU. Brankar atau prosedur standar tak lagi penting saat ini—nyawa Beomgyu yang menjadi prioritasnya.

Di luar ruang ICU, Jeno dan Sungchan duduk termenung. Hening menyelimuti mereka, hanya terdengar suara samar alat-alat medis dan langkah kaki para tenaga kesehatan.

Hingga akhirnya Jeno memecah kesunyian. "Kabari Papa, Chan. Papa ada di kamar Haechan," katanya pelan, namun tegas.

Sungchan mengangguk patuh, meskipun hatinya terasa berat. Ia melangkah menuju kamar rawat Haechan, menarik napas dalam untuk menenangkan diri sebelum membuka pintu perlahan. Dari dalam, suara ramai terdengar. Rupanya, Haechan sudah sadar dari pengaruh obat bius.

"Papa..." panggil Sungchan lirih.

Jaehyun, yang mengenali suara putranya, menoleh. Alisnya mengernyit melihat Sungchan berdiri di depan pintu. "Kenapa kamu di sini, Chan? Sudah kubilang, jangan keluar malam-malam," tegurnya, bingung sekaligus khawatir.

"Papa... Adek... Adek ada di ruang ICU," jawab Sungchan dengan suara gemetar.

Jaehyun terkejut, tubuhnya seakan kaku. "Apa yang terjadi? Kenapa Beomgyu—"

"Kak Mark," potong Sungchan dengan suara pelan namun penuh keberanian. "Dia mukulin Beomgyu sampai...hampir sekarat."

Ruangan itu mendadak hening. Semua mata tertuju pada Sungchan dengan ekspresi tak percaya. Termasuk Haechan, yang baru saja siuman.

Haechan menatap Sungchan, mencari tanda kebohongan dari wajah adik iparnya, tapi nihil. Ia terdiam, otaknya berusaha mencerna fakta yang baru saja diungkapkan. Perlahan, air matanya mengalir tanpa bisa ia cegah.

"Jangan bilang... Jangan bilang kak Mark menggila karena aku... Karena apa yang aku alami," lirih Haechan, hampir tak terdengar.

Sungchan mengangguk pelan, menguatkan dugaan Haechan. Gadis itu menutup wajahnya dengan kedua tangan, menangis pilu. "Demi Tuhan ini bukan salah Beomgyu... Ini bukan salah dia...ini salahku karena aku yang kurang hati-hati hiks..." isaknya di sela tangis.

Ten mendekap putrinya erat, mencoba menenangkannya. Sementara Johnny, suaminya, mengusap kepala Haechan dengan lembut, berusaha memberikan rasa aman.

Haechan bersumpah akan melakukan perhitungan dengan mark nanti.

Jaehyun, yang dari tadi hanya diam, akhirnya berdiri dengan tergesa-gesa. "Jon, gue pergi dulu," ucapnya singkat, keluar dari ruangan dengan langkah cepat.

"Nanti gue susul," sahut Johnny,

Taeyong hanya mematung mendengar semua penuturan putranya tentang apa yang terjadi antara mark dan beomgyu rasanya Taeyong tidak ingin peduli tapi melihat suami dan anaknya keluar dengan tergesa-gesa Taeyong tanpa sadar mengikuti langkah mereka.

“Kenapa aku ikut? Ini bukan urusanku,” batinnya. Taeyong yakin ini bukan karena dia khawatir pada beomgyu tapi ntah kenapa langkah kakinya mengkhianati dirinya sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jung BeomgyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang