🍒22

189 19 7
                                    

Jaehyun menatap tumpukan berkas di hadapannya tanpa sedikit pun menyentuhnya. Jemarinya terhenti di atas meja, sementara matanya terlihat kosong, seolah pikirannya melayang jauh dari ruangan itu. Kantornya yang biasanya menjadi tempatnya melarikan diri dari kekacauan kini justru terasa seperti sangkar.

Johnny dan Yuta, dua sahabat yang selalu ada untuknya, sudah cukup lama berada di ruangan itu, tapi Jaehyun bahkan tak menyadari kehadiran mereka.

"Jaehyun," panggil Yuta untuk kesekian kalinya, mencoba membuyarkan lamunan sahabatnya.

Jaehyun tersentak, mendongak dengan wajah bingung. "Kalian... sejak kapan di sini?" tanyanya, suaranya terdengar serak.

Johnny dan Yuta saling pandang sebelum tersenyum tipis.

"Dari tadi. Lo aja yang sibuk sama pikiran lo sendiri sampai gak sadar kita masuk," ujar Johnny, terkekeh pelan.

"Coba aja kita bawa barang-barang lo, kayaknya lo gak bakal sadar," sambung Yuta sambil menepuk bahu Jaehyun dengan ringan.

Jaehyun hanya tersenyum kecil mendengar candaan mereka, meski senyumnya masih terasa getir. Kehangatan yang mereka bawa sedikit mengikis dinginnya hati yang tengah kalut.

"Jae..." Yuta mulai bicara dengan nada hati-hati. "Gue tahu ini berat buat lo, tapi keputusan lo udah benar. Lo ayah yang hebat, bukan cuma buat Beomgyu, tapi juga buat anak-anak lo yang lain."

Jaehyun terdiam, pandangannya kembali menerawang. Satu tarikan napas dalam ia ambil sebelum akhirnya berucap, suaranya lirih, penuh keraguan. " ini terlalu berat buat gue, dari dia bayi gue yang gendong dia, gue yang nemenin dia di kala dia sakit, gue yang gantiin popoknya gue yang.... " jaehyun menggantung kan ucapannya, menghela nafas dalam " gue yang ngerawat dia... Bahkan ketika gue sakit beomgyu gak pernah sedikit pun beranjak dari sisi gue..." Jaehyun berhenti, suaranya tertahan oleh emosi yang membuncah.

Ia menghela napas, berusaha menenangkan dirinya sebelum melanjutkan, "Tapi sekarang... sekarang gak ada lagi yang manja-manja sama gue. Gue takut, Ta, Jo, Takut ini bukan cuma sementara."

Ruangan itu terdiam sejenak, suasana menjadi berat. Johnny dan Yuta saling pandang, memahami betapa dalam luka yang dirasakan Jaehyun. Mereka tahu, bukan solusi yang dibutuhkan Jaehyun saat ini, tapi kehadiran mereka.

"Lo gak sendirian, Jae," ujar Johnny, mencoba menyentuh hati sahabatnya. "Kita di sini buat lo. Dan gue yakin, Beomgyu bakal ngerti keputusan lo, seiring waktu."

Yuta mengangguk, menambahkan, "Lo gak kehilangan dia, Jae. Lo cuma lagi kasih dia kesempatan buat kebahagiaan nya. Dia tahu, lo selalu ada buat dia."

Jaehyun hanya diam, tapi ada sedikit kelegaan di matanya. Ia tahu, meski langkah ini berat, ia tidak harus berjalan sendiri.

✿✿✿✿

Sementara itu, di kediaman keluarga Jung, Taeyong duduk di ruang keluarga dengan ekspresi bahagia yang hampir tidak bisa ia sembunyikan. Beban yang selama ini menekan pundaknya akhirnya terangkat. Setidaknya, begitulah yang ia yakini. Dengan kepergian Beomgyu, hidup terasa lebih ringan. Tidak ada lagi alasan untuk emosi yang meluap, tidak ada lagi yang akan menjadi penghalang antara putranya, Jeno dan Karina, gadis yang telah ia pilih sebagai pendamping hidup Jeno.

Namun, di tengah kebahagiaan itu, ada sesuatu yang mengganjal. Rasa gundah yang kecil namun tak kunjung hilang, seperti bayangan samar yang terus mengikuti langkahnya. Taeyong mencoba mengabaikannya. Bukankah semuanya sudah berjalan sesuai apa yang ia mau? pikirnya, berusaha meyakinkan diri. Tapi semakin ia mencoba mengusir kegelisahan itu, semakin kuat rasa itu mencengkeram hatinya.

Taeyong menarik napas panjang, pandangannya menerawang ke arah jendela. Mungkin hanya perasaan sesaat, batinnya. Tapi entah mengapa, rasa itu terus berbisik pelan, sesuatu belum selesai.

Jung BeomgyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang