🍒19

1K 64 11
                                    

Rasanya, saat ini, jantung Jaehyun seolah terhenti. Sekali lagi, Beomgyu berada di ruangan yang sangat ia benci. Melihat putrinya berjuang sendirian di dalam sana membuat hatinya remuk.

"Papa... Gimana keadaan adek?" tanya Sungchan yang baru datang dengan napas terengah-engah, matanya penuh kecemasan.

Jaehyun hanya menanggapi dengan gelengan lemah, suaranya seakan hilang ditelan kesedihan. Sungguh, ia tidak tahu harus menjawab apa pada pertanyaan putranya, seakan kata-kata tak lagi cukup untuk menggambarkan kekhawatiran yang merobek hatinya.

Sudah berkali-kali nyawa Beomgyu berada di ambang ancaman, dan setiap kali itu terjadi, Jaehyun merasa tak mampu berbuat apa-apa. Apakah seburuk ini ia sebagai seorang ayah? Pertanyaan itu terus berputar dalam benaknya, menghantui setiap detik. Apakah saat ini, di saat-saat seperti ini, adalah waktu yang tepat untuk menepati janjinya? Batin Jaehyun bergemuruh, perasaan bersalah dan ketakutan bercampur aduk begitu hebatnya.

Setelah lebih dari satu jam menunggu dengan hati yang tak tenang, akhirnya pintu ruangan yang begitu mengerikan bagi Jaehyun terbuka. Di balik pintu itu, tampak Mingyu yang menatap Jaehyun dengan tatapan sendu, seakan menyimpan ribuan perasaan yang sulit diungkapkan.

"Jae, gue tunggu di ruangan gue, Eunwoo sudah menunggu di sana," ujar Mingyu, suaranya pelan namun penuh makna, sembari menepuk pundak Jaehyun dengan lembut. Jaehyun pun melirik Sungchan, yang berdiri di sudut ruangan, menatapnya dengan tatapan penuh tanya dan kecemasan. Sebuah pertanyaan tak terucapkan tergambar jelas di mata Sungchan, seolah menunggu penjelasan lebih lanjut.

"Tuhan masih memberi Beomgyu kesempatan hidup sekali lagi," ucap Mingyu dengan nada lebih berat, matanya tak lepas dari Jaehyun. "Temani dia di ruang rawatnya setelah ini, Chan."

Sungchan hanya mengangguk, helaan napas lega yang hampir tak terdengar keluar dari dadanya. Meskipun wajahnya terlihat tenang, kecemasan masih tampak jelas di matanya. Setelah mendengar keputusan Mingyu, ia tahu ia harus siap menghadapi tugas yang ada di hadapannya.

Saat ini, di ruangan Mingyu yang terasa pengap meski tampak luas, Jaehyun merasakan sesuatu yang seharusnya tak pernah terjadi. Ia merasa seperti segala hal yang tidak diinginkan justru akan terjadi hari ini, dan ia masih merasa berat akan keputusan yang akan diambil.

"Jae, gue rasa sekarang saatnya," ucap Eunwoo, mencoba mencairkan suasana yang sudah terlalu hening dan tegang.

"Kandungan Beomgyu semakin melemah. Beomgyu stres berat, itu bisa berakibat fatal untuknya," jelas Eunwoo, yang kemudian menatap Jaehyun dengan tatapan penuh kesedihan dan kekhawatiran.

Jaehyun hanya bisa menatap Eunwoo, matanya penuh dengan rasa sakit yang terpendam.

"Gue ngerti, pasti berat buat lo menerima keputusan ini," Mingyu menyela dengan suara pelan, namun penuh empati. Ia berhenti sejenak, menatap Jaehyun dengan tatapan yang sulit diartikan, seolah ingin memberi waktu agar sahabatnya bisa menyerap semuanya.

"Lo gak bisa biarin dia kesiksa terus-menerus, Jae. Dia bisa mati kalau terus-terusan begini," lanjut Mingyu dengan nada yang lebih berat, hampir seperti sebuah peringatan.

Jaehyun terdiam, suara seolah tertahan di tenggorokannya, membuatnya merasa seolah tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Namun, ia berusaha tegar, meskipun kedua sahabatnya bisa melihat dengan jelas betapa rapuhnya Jaehyun saat ini, sebuah sisi yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

"Jadi, ini sudah saatnya? Dan ini artinya gue gagal jagain dia?" tanya Jaehyun, suaranya lebih seperti pertanyaan pada dirinya sendiri, kebingungannya jelas terasa.

Eunwoo dan Mingyu menatap Jaehyun dengan tatapan penuh empati dan kesedihan. Mereka berdua tahu betapa bahagianya Jaehyun saat pertama kali melihat putrinya, namun kini mereka melihat sisi yang paling rapuh dari sahabat mereka, sisi yang penuh rasa sakit dan keraguan.

Jung BeomgyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang