Taeyong menunggu kepulangan Jaehyun dengan gelisah, ketenangan yang sudah ia pupuk selama tiga bulan terakhir terasa menghilang begitu saja. Tak tahu ke mana perasaan tenang itu pergi, yang jelas ia merasa cemas dan gelisah, seolah semuanya akan hancur dalam sekejap.
Dengan tekad bulat, Taeyong memutuskan bahwa kali ini, kali ini saja, ia akan mendengar semuanya langsung dari mulut suaminya. Ia mondar-mandir di dalam kamar, tak bisa duduk tenang, dihantui rasa bersalah dan keingintahuan yang tak tertahankan.
Akhirnya, suara pintu yang terbuka menghentikan langkahnya. Jaehyun, suaminya, masuk dengan wajah lelah namun tetap penuh fokus.
Melihat Jaehyun, Taeyong segera menghampirinya, langkahnya terburu-buru, seolah ingin segera menyelesaikan keraguan yang menggantung di hatinya. "Jaehyun... Aku..." suara Taeyong serak, tubuhnya bergetar. Namun, kenyataan pahit harus ia telan begitu saja ketika Jaehyun menginterupsi ucapannya.
"Jangan sekarang, Tae. Aku harus terbang ke Jepang," kata Jaehyun, suaranya datar, tidak memberi ruang untuk perdebatan. Semangat yang semula Taeyong kumpulkan seakan runtuh begitu saja.
"Jae, beri aku waktu sebentar saja," pinta Taeyong, suaranya terdengar penuh harapan.
Namun, Jaehyun tetap sibuk mengemas beberapa helai pakaian ke dalam koper, kecilnya, seolah tak mendengar permohonan itu. "Aku harus bergegas, Tae. Waktuku sangat terbatas," jawabnya, nada suaranya tegas. Ia memang sedang tergesa-gesa, namun alasan yang ia beri adalah alasan yang sangat penting, putrinya membutuhkan perhatian sekarang.
Taeyong menatapnya bingung, namun apa yang tak diketahui Taeyong adalah, Jaehyun sebenarnya berbohong. Ia tidak akan pergi ke Jepang, melainkan menuju China untuk menemui putrinya. Jaehyun berbohong demi menjaga jarak dengan masalah yang tengah dihadapi dengan Taeyong.
Beberapa waktu yang lalu, Jaehyun menerima telepon dari Taehyung. Ketika mendengar suara Taehyung di seberang sana, ia segera meninggalkan setumpuk pekerjaan di meja kerjanya dan bergegas menuju rumah Taehyung.
"Jaehyun, bisa datang kemari, beomgyu membutuhkanmu?" suara Taehyung terdengar di ujung telepon, dengan nada yang terkesan mendesak.
Jaehyun yang sempat khawatir mendengar kabar bahwa putrinya dalam bahaya langsung bertanya, "Kenapa dengan putriku, Tae?" Suara ketakutan terdengar jelas, namun Taehyung segera menenangkan.
"Aku akan menjelaskan nanti ketika kau sampai dan tolong aku butuh barang milik Jeno. Sepertinya anak Jeno itu sangat terikat dengan ayahnya," jawab Taehyung sambil terkekeh, mencoba membuat suasana lebih ringan.
Jaehyun yang masih belum mengerti dengan apa yang dimaksud hanya mengangguk dan mengiyakan kata-kata Taehyung,seolah taehyung berdiri di hadapannya, meski hatinya masih penuh tanya.
Hati taeyong terasa tercubit melihat kepergian suaminya yang enggan mendengarkan nya, ada rasa perih yang menggerogoti dadanya,
Ah apakah seperti ini yang jaehyun rasakan selama ini? Gumamnya lirih.Tanpa disadari, air mata mulai mengalir di pipi mulusnya, setetes demi setetes seperti aliran hujan yang tak bisa di bendung oleh awan. Air mata itu bukan hanya tentang kesedihan. Tapi juga tentang kekecewaannya terhadap dirinya sendiri dan kebodohannya yang ia genggam selama ini.
Sementara itu, di dalam pesawat yang sebentar lagi akan lepas landas, Jaehyun duduk dengan tenang, rona kebahagian terpancar dari dirinya. Senyumnya terukir manis di bibirnya, memperlihatkan lesung pipi yang menjadi ciri khasnya. Setelah berbulan-bulan terpisah, akhirnya ia akan kembali bertemu dengan putrinya. meski kebahagiaan itu memenuhi dadanya, ada secercah kekhawatiran yang menggantung di hatinya.
"Tunggu papa, sayang. Papa akan datang," bisik Jaehyun dalam hati, berharap kehadirannya akan memberikan kebahagiaan bagi putrinya yang sudah begitu lama ia rindukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jung Beomgyu
FanfictionKamu tau apa yang aku inginkan? Sederhana saja Kebahagiaan hanya itu saja tidak lebih Demi kepentingan cerita Beberapa karakter di ubah menjadi gs uke=gs