twenty four

1K 94 31
                                    

"Ada Papi di dalam, Pak?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ada Papi di dalam, Pak?"

Dejan dengan setelan jasnya memelankan langkah ketika berhadapan dengan sekretaris papinya, Tresna, pria paruh baya itu merupakan sosok yang dihormati juga olehnya sebab Tresna merupakan ayah dari teman sekaligus rekan kerjanya, yaitu Andre. Papinya benar-benar telah menganggap Tresna dan Andre sebagai keluarga sendiri. Bahkan di acara-acara penting sekalipun, baik Tresna maupun Andre pasti akan hadir.

"Ada, Mas," Tresna menyimpul senyum pada anak atasannya tersebut. "Tapi saat ini Bapak sedang ada pertemuan dengan Bapak Hari Santoso di dalam, sudah berlangsung selama kurang lebih tiga puluh menit dari pukul 11.20 tadi, Mas. Mau menunggu atau saya telfon Bapak?"

"Gak perlu," Dejan menatap jam tangannya. "Sudah mau memasuki jam makan siang dan saya rasa tidak ada salahnya untuk saya masuk ke dalam."

Setelahnya Dejan langsung masuk ke dalam tanpa mengetuk pintu dulu, tentu membuat dua sosok di dalam yang sedang duduk bersantai berhadapan dengan segelas kopi di meja merasa terganggu sampai menoleh ke arah pintu. Dejan melangkah seolah tidak merasa bersalah, ia berjalan sampai bisa mendudukkan diri di sekitar dua orang tua itu. Dejan sebelumnya sempatkan menyapa papinya dan Hari Santoso. Sebelum akhirnya kini duduk manis seolah ingin ikut nimbrung pada pertemuan ini.

"Ada apa, Mas?"

Dejan tersenyum. "Tadinya hanya ingin bertemu Papi, but ..." Ia melarikan tatapannya pada Hari Santoso. "good to see you here, Om. By the way, what are you doing here? Belakangan ini saya lihat Om sering sekali bertemu dengan Papi. Apa ada masalah yang serius?"

"Yah, ada sedikit urusan sama Papi kamu, Mas Dejan."

Hari Santoso masih dengan pembawaannya yang santai menganggap seolah Dejan belum mengetahui apa-apa tentang kebenaran yang sebenarnya ada.

"Bagaimana kabar Tante Vinny dan Aurel, Om?"

"Mereka baik, Mas, tentu saja. Terima kasih sudah menanyakan, Aurel pasti senang sekali kalau tahu kamu menanyakan kabarnya," kata Hari Santoso dengan tawa sumbang.

Dejan mengangguk. "Sampaikan salamku untuknya," ia pun melirik jam tangannya. "Maaf sekali, Pi dan Om Hari-harus mengganggu, tapi Mami dan Nindya sudah menunggu di restoran chinese di mall samping gedung. Secara mendadak, mereka mengadakan lunch bersama. Mami sudah menelfonku berkali-kali, bisa kita pergi sekarang?" tanyanya tak mengurangi rasa tidak enak pada Hari Santoso.

Hari Santoso langsung peka. "Tidak apa-apa, Mas Dejan, toh urusanku dengan Tama sudah selesai. Kalau begitu langsung pamit saja ya, Tam? Kita bisa bicara lagi lain kali," katanya sambil bangkit berdiri.

Sepeninggal Hari Santoso dari ruangan kerja pribadi Adhitama, tak membuat Dejan segera beranjak seperti ucapannya tadi yang memburu-burukan. Justru pria itu kini duduk bersandar menatap papinya yang mencoba merapikan penampilannya sambil memasang jas. Tentu, mereka akan makan siang bersama, tapi biarkan Dejan tahu dulu apa yang dibicarakan Hari Santoso dan papinya.

Best MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang