sixteen

939 62 12
                                    

Mereka tidak ingat kapan terakhir kali bisa duduk berdua menghabiskan waktu bersama dengan satu cangkir kopi dan satu cangkir teh hangat di sore yang cerah ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mereka tidak ingat kapan terakhir kali bisa duduk berdua menghabiskan waktu bersama dengan satu cangkir kopi dan satu cangkir teh hangat di sore yang cerah ini. Sama-sama melepas rindu yang baru bisa tertuang sekarang. Rasanya hati ini hangat ketika dua-duanya menemukan tempat ternyaman yang sesungguhnya. Irene bisa memeluk dan menyandarkan kepala di dada Dejan dengan pria itu yang merangkul mesra pundaknya. Balkon yang biasanya menjadi saksi Irene diam-diam memperhatikan Dejan jika datang mengunjunginya tanpa sepengetahuan pria itu, kini menjadi tempat Irene menumpahkan semua dengan bersikap sangat manja pada sang mantan kekasih.

Sepatutnya Irene memang sadar bahwa Dejan adalah mantan kekasihnya, Dejan juga sudah memiliki istri. Namun sebenarnya semua ini salah siapa? Bukan salahnya 'kan?

Pandangan Dejan turun ke kedua tangan Irene yang menggenggam sebuah topi rajut mini berwarna biru langit. Kalau boleh jujur, Dejan tidak pernah ingin membahas dan mengingat ini lagi. Bahkan ia sudah mencoba untuk tidak berbalik ke masa lalu, tapi ternyata Irene masih belum bisa. Dejan putuskan untuk meraih tangan Irene dan mengecup punggung tangan wanita itu.

Biarpun Dejan terlahir dari keluarga yang sempurna dan mendukungnya selalu, tidak banyak orang lain ketahui bahwa pada kenyataannya ia telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga baginya.

Sebelum semuanya seperti sekarang, dunia terasa indah baginya ketika mendapatkan kabar bahwa ia akan segera menjadi seorang ayah dari janin yang dikandung oleh wanita yang sangat dicintainya. Dejan merasa Tuhan berpihak padanya, Tuhan sangat baik padanya. Dejan dan Irene akan menjadi orang tua sesungguhnya. Mereka sudah sama-sama menanti buah hati yang akan hadir dengan hati yang lebih dari bahagia, bahkan pertemuan dua keluarga yang setara dan harmonis itu dilingkupi suasana yang bungah. Dejan masih ingat bagaimana wajah-wajah berseri itu menemani keberlangsungan pertemuan yang membahas mengenai rencana pernikahannya dengan Irene. Namun ternyata kebahagian bersifat sementara itu benar adanya.

"Kamu janji sama aku untuk berhenti buat itu lagi?" tanya Dejan.

Axel. Nama yang terajut dengan indah di topi bayi tersebut. Topi yang mungkin sekarang jumlahnya semakin bertambah. Dejan ingat saat pertama kali Irene merajut benda itu dengan perasaan yang antusias, tapi sekarang justru sebaliknya.

"Aku akan bilang Tante Rina untuk buang semua peralatan-"

"Jangan," pinta Irene.

"Rin, udah," Dejan berujar pelan dengan mencoba mengerti. "Belajar untuk ikhlas. Let him go in peace. Please."

"Aku udah mencobanya. Aku udah berusaha semampu yang aku bisa," Irene mengigit bibir bawahnya. "Tapi dia selalu datang di mimpi aku," katanya menahan rasa ingin menangis lagi. "Aku selalu teringat dia, aku merasanya dia masih ada di perutku. Sulit, Jan, untuk lupain semuanya."

Dejan menggeleng. "Kamu bisa," katanya. "Kita pelan-pelan. Kalau memang selama lima tahun ini kamu gak bisa keluar dari zona tersebut, coba lagi. Aku tahu kamu sudah berniat. Aku temani kamu selalu, Rin, aku gak kemana-mana selama ini. Maka dari itu berhenti menutup diri, biar kamu terbantu. Ada aku, ada Mami kamu, ada Papi kamu. Banyak yang mendukung."

Best MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang