Semua yang terjadi di antara Dejan dan Nindya adalah kesalahan. Bukan kesalahan siapapun, tapi Dejan tetap menyebut penyebab mereka bersama karena suatu kesalahan. Sebab semua yang terjadi bukan atas dasar keinginan bersama.
Kebersamaan mereka tak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pertama kali yang Nindya lihat saat membuka matanya adalah langit-langit kamar pribadi Dejan. Tubuhnya masih dengan nyaman terbaring di tempat tidur dengan selimut yang membungkus. Nindya menggeliat dan perlahan merubah posisinya menjadi setengah terbaring setengah duduk ke sandaran ranjang. Matanya melirik lurus pada sofa empuk serta nyaman di hadapan, yang ditempati oleh Dejan.
Nindya tidak tahu kalau suaminya akan tertidur di sana. Meringkuk seperti bayi tanpa apa-apa yang menyelimutinya padahal pagi ini terasa dingin dan AC di ruangan juga masih menyala. Bahkan Dejan masih mengenakan setelan kerjanya yang kemarin.
Ia putuskan untuk turun dari ranjang, kedua telapak kakinya harus bersentuhan langsung dengan lantai marmer yang dingin. Segera Nindya pakai sandal rumahan milik Dejan yang ada di dekat nakas. Ia menurunkan suhu pendingin ruangan dan membuka gorden kamar yang masih tertutup. Pintu balkon juga ia buka sedikit agar ada udara yang masuk. Tetapi ternyata malah membuat Dejan terbangun akibat dari hawa yang berbeda itu.
"Sudah baikan?" kata Dejan memulai percakapan sambil mengucek matanya.
Nindya menatap pria itu sambil mengangguk. Ia kembali duduk di ranjang, memperhatikan Dejan yang mencoba untuk mengumpulkan nyawanya dan berakhir duduk sepertinya. Kali ini mereka duduk berhadapan. Hanya jaraknya saja yang cukup jauh. Namun sesaat kemudian wanita itu justru berdiri, hendak pergi dari kamar ini.
"Mau kemana?"
"Ke kamarku," kata Nindya.
"Disini juga kamarmu."
"Disini kamar pribadi kamu," Nindya mengibaskan tangannya. "Sudah aku bilang aku gak mau satu ranjang lagi sama kamu."
"Ya aku tahu. Makanya aku tidur di sofa semalam," balas Dejan.
"Aku gak suruh kamu tidur di sofa 'kan?"
"Ya, memang bukan kamu yang suruh, tapi aku yang mau. Aku menghargai kamu karena kamu pasti gak suka aku tidur seranjang sama kamu."
"Ya itu kamu tahu, jadi buat apa juga aku disini?"
"Nindya," Dejan mengembuskan napasnya. "Mami sama Papi mau datang hari ini."
Nindya langsung menoleh pada Dejan. "Maksud kamu?"
"Iya, semalam Mami telfon. Bude Yuli mungkin bilang ke Mami tentang keadaan kamu yang muntah-muntah kemarin."
Nindya berdecak.
"Jadi aku minta kamu jangan pergi ke kamar bawah, khawatirnya Bude Yuli bicara yang tidak-tidak tentang kita ke Mami karena kamu tahu sendiri 'kan kita sudah pisah kamar dari berhari-hari yang lalu. Siap-siap saja kalau Mami bakal tanya kamu ini dan itu."
Dejan benar. Sekitar setengah jam kemudian, Rossalia dan Adhitama datang ke kediaman mereka. Untungnya, Nindya sudah mandi dan bersih-bersih, mencari pakaian yang bagus agar bisa berpenampilan baik di hadapan mertuanya. Begitupula Dejan yang sekarang sudah mengenakan polo shirt black dengan bawahan short pants cream. Sedangkan Nindya telah lebih dulu siap dengan one set olive yang ia kenakan, dengan rambut yang dibiarkan tergerai, Nindya tahu penampilannya menarik perhatian Dejan karena pria itu tak mengalihkan pandangan kemanapun setelah melihatnya.