Jalan-jalan di malam hari mengitari Malioboro dan alun-alun sudah menjadi rutinitas anak-anak muda pada umumnya. Dipta dan Barey salah satunya, mereka menaiki becak keliling mengelilingi Malioboro sampai alun-alun selatan tanpa ditemani teman yang lainnya. Mereka berdua memisahkan diri dari rombongan. Lagipula jalan-jalan berdua lebih mengasyikan pikir Dipta. Rombongan pendakian mereka memutuskan untuk mampir ke Jogja terlebih dahulu dengan menginap di penginapan keluarga William untuk sekedar melihat suasana malam di Jogja. Mereka sudah berada di Jogja selama dua hari.
"Rey duduk dulu disini ya aku capek." Dipta duduk di trotoar pinggir alun-alun dua beringin kembar sambil meluruskan kakinya yang pegal. Sebelumnya mereka telah turun dari becak dan berjalan sebentar di area itu.
"Baru jalan sebentar sudah capek padahal tadi naik becak kelilingnya. Kemaren muncak nggak capek-capek, laki bukan?" ejek Barey tanpa melihat Dipta yang sedang memandangnya gemas.
"Ya ya kamu yang punya tenaga kuda." canda Dipta. "Sebelum ini kan aku udah keliling duluan dengan Raka dan Pati."
"Terus kenapa ngajak gue kalau udah datang kesini?"
"Pengen aja sama kamu berduaan gitu."
"Gak usah berlebihan deh. Nih minum." Barey memilih duduk disebelah Dipta dan memberikan botol airnya pada Dipta yang terlihat sedikit berkeringat.
Dipta tersenyum lebar melihat Barey yang masih cuek namun perhatian.
"Rey?"
"Hmm." Barey hanya menjawab gumaman sambil menghabiskan minuman yang habis diminum Dipta.
"Kaki kamu udah nggak apa-apa kan?" Dipta memandang pergelangan kaki Barey yang waktu turun dari puncak terasa sakit.
"Udah baikan. Kan udah di urut sama si mbok setelah sampai di penginapan. Kalau kaki gue masih sakit, gue nggak akan mau di ajak kesini."
"Aku takut aja kaki kamu masih sakit tapi kamu maksain kesini karena nggak enak sama aku."
"Sebenarnya lo itu mau apa?" Barey tahu Dipta ingin sesuatu.
"Kelihatan ya?" Dipta tersenyum cerah.
"Apa?"
"Kesana yuk?" Dipta menunjuk dua pohon beringin yang terdapat banyak orang ingin melewati dua pohon itu.
"Ngapain?" Barey menyipitkan matanya.
"Kata mitos kalau bisa berjalan lurus di tengah dua pohon beringin itu bersama kekasihnya dengan menutup mata tanpa melenceng kearah lain, cinta mereka akan abadi."
"Lo percaya itu?" tanya Barey memandang Dipta.
"Nggak sih. Tapi bolehlah di coba?" Ia ragu. Bukan ragu karena mitos itu tapi ragu Barey mau ajakannya.
"Gue kan bukan kekasih lo?" kata Barey santai.
"Harus ya ngomong gitu? Lagian itu kan hanya permainan?"
Barey tidak langsung menjawab. Ia memandangi orang-orang disana yang antusias sekali melewati dua pohon itu sesekali melirik Dipta yang sudah menundukan kepalanya bermain rumput yang tumbuh liar didepannya.
"Ya sudah ayo?" kata Barey membuat Dipta mendongak cepat.
"Sungguh kamu mau Rey?" tanya Dipta memastikan.
"Mau nggak?" Dipta hanya memandang Barey yang berdiri didepannya. "Sebelum gue berubah pikiran nih?" Barey berbalik dan berjalan ke arah dua pohon beringin itu. Tidak ada salahnya dicoba siapa tahu beneran terjadi.
"Tunggu aku Rey!" Dipta menyusul Barey yang sudah berjalan didepan. Hatinya sedang berbunga-bunga, entah apa yang terjadi hari ini Barey berlaga manis padanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Blind Date (CHANBAEK)
Fanfiction(On Going) Pertemuan Dipta dan Barey itu tidak disengaja. Barey tidak menyukai Dipta hanya karena kata 'cantik' keluar dari mulut Dipta saat memuji Barey dipertemuan pertama mereka. Ditambah keduanya di pertemukan lagi pada applikasi kencan buta yan...