CH 16

35 6 0
                                    

Setelah lama dengan posisinya Barey membuka matanya karena merasakan pelukan dari seseorang. Barey memperhatikan Dipta yang terus mengompres jidatnya tanpa henti.

"Masih sakit?" suara lembut Dipta menghipnotisnya.

"Hmm." dengan anggukan samar Barey berikan jawaban tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Dipta.

Entah siapa yang meminta Dipta tiba-tiba saja memajukan wajahnya untuk mengecup pelan jidat Barey yang masih berwarna merah muda namun sedikit pudar. Barey tidak tahu harus berbuat apa. Ada sensasi berbeda dalam hatinya. Apalagi saat Dipta memandangnya juga membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Sial!

"Biar gue saja." Barey meminta kain berisi es batu yang sudah mencair itu dan duduk sedikit menjauh dari Dipta. Tidak lucu kalau Dipta mengetahui jantungnya yang berdetak cepat hanya ditatap seperti itu.

Dipta tersenyum kecil memperhatikan Barey yang menekan-nekan kain itu pada jidatnya dimana yang ditatap tidak berani menatapnya balik.

"Eh kemana yang lain?" Barey baru sadar jika ketiga teman Dipta telah menghilang.

"Sudah pulang dari tadi."

"Ehh?"

"Kamu terlalu menikmati pelukanku sih nggak nyadar kalau mereka sudah pergi." Dipta dengan pedenya mengatakan itu.

"Siapa yang menikmati, enak saja!" Barey membuang muka. Malu sebenarnya.

"Kenapa kamu datang kesini? Kamu nggak pulang bareng yang lain?" Dipta berjalan untuk mengambil bola basket yang berada di pinggir lapangan.

Barey berdiri dari duduknya berjalan mengikuti Dipta kepinggir lapangan juga. "Lo nggak marah kan sama gue?" tanya Dipta pelan.

Dipta melihat Barey yang berdiri di sampingnya. "Aku marah sama kamu? Kenapa?" tanya pemuda itu bingung.

"William bilang ke Nanda kalau mood lo lagi nggak bagus dan gue berfikir itu semua gara-gara gue?"

Dipta mengerutkan keningnya tambah bingung. "Kenapa bisa kamu berfikiran begitu?"

"Yah mungkin karena tadi pagi gue bercandain lo waktu di parkiran?" Barey memandang Dipta dengan ringisan kecil.

"Aahh apa kamu bakal memberikannya kalau aku memintanya disini?" senyuman jahil Dipta sangat menyebalkan di mata Barey.

"Sialan!" umpat Barey kesal. Sedangkan Dipta tertawa keras melihat reaksi pemuda cantiknya itu.

"Aku nggak marah kok hanya saja kenapa mood ku tidak bagus karena tadi tugasku ditolak sama dosen. Padahal aku sudah membuatnya dengan sungguh-sungguh bahkan sampai kurang tidur hanya karena satu materi yang lupa tidak kumasukan dan jadilah ditolak." Dipta mendribble bola menuju ring dan memasukan bola itu dengan baik.

"Lalu?"

"Tentu saja aku harus membuatnya ulang." Dipta meloncat memasukan bola itu lagi. "Kamu takut aku marah sama kamu ya Rey?"

"Nggak." jawabnya cepat dengan terus mengedipkan matanya juga mengusap hidungnya karena gugup. Itu sudah jadi kebiasaan Barey jika sedang merasa gugup.

Dipta yang memperhatikan dari tengah lapangan semakin melebarkan senyumannya. Dipta tahu Barey sedang merasa gugup saat ini. Berterimakasihlah pada Nanda yang telah memberitahukan kebiasaan Barey yang satu ini.

"Rey?"

"Hmm?"

"Ayo kita main basket?"

"Nggak ahh nggak bisa."

"Buruan kesini." Dipta kekeh menyuruh Barey bermain basket dengannya.

"Nggak mau ihh maksa." Barey menggelengkan kepalanya tanda ia tidak mau.

Blind Date (CHANBAEK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang