“Yahooo!” teriak Kaito, langsung menceburkan diri ke dalam kolam renang outdoor megah yang berada di halaman belakang rumah [Name]. Air kolam yang sebening kristal muncrat ke segala arah, membentuk pelangi kecil di bawah cahaya lampu taman.
Di pinggir kolam, Weapbot sudah lebih dulu rebahan santai di kursi berjemur, lengkap dengan kacamata hitam dan minuman kelapa muda yang entah darimana ia dapatkan.
Sementara itu, [Name] berdiri tak jauh dari situ, mengenakan jubah tipis dan sandal berbulu, menatap pemandangan itu dengan ekspresi datarnya yang khas. Di sampingnya, seorang pelayan wanita paruh baya berdiri sopan sambil membawa nampan berisi handuk hangat.
"Kami senang Non kembali dengan selamat," ucap si pelayan dengan senyum lembut.
[Name] menoleh pelan, lalu tersenyum singkat, "Terima kasih, Bi— eh?"
Netra violetnya menatap ke langit malam yang cerah, dan saat itu juga sebuah bintang jatuh melintas.
"Eh? Nona [Name]! Tengok tu!" seru Weapbot, langsung menunjuk ke langit dengan panik girang.
Kaito, yang sedang mengambang di atas pelampung donat raksasa, langsung antusias, "Make wish! Make a wish!"
Di atas pundak [name], Violetta menangkupkan kedua tangannya dengan harapan penuh, "Aku harap… aku bisa bersama Laksamana," gumamnya dengan wajah merona.
[Name] mengerutkan dahi, "Aneh. Sejak kapan hari ini ada ramalan bintang jatuh?"
Tanpa diduga, si Bibi pelayan ikut menimpali polos sambil mengangkat alis, "Mungkin bintangnya gemuk, Non. Jadi jatuh duluan."
[Name] langsung menoleh menatap datar ke arah pelayannya itu, "Bi… siapkan makan malam. Nanti antar saja ke kamar masing-masing."
Pelayan itu menunduk sopan, "Siap, Non," jawabnya cepat lalu melangkah masuk ke dalam rumah megah itu.
Kini [Name] sudah berada di kamarnya. Ia merebahkan tubuh rampingnya ke atas kasur empuk berlapis linen putih bersih. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia merasakan kelembutan tempat tidur itu tempat yang terasa seperti pelukannya sendiri.
Ia memandang langit-langit kamarnya yang dihiasi lampu gantung kristal.
"Huaaah! Akhirnya, kamar yang layak!" seru Violetta girang, langsung menjatuhkan diri di atas kasur sambil bergolek-golek seperti anak kucing kehausan kasih sayang.
[Name] hanya melirik peri kecil itu dan tertawa kecil. Ia kemudian bangkit perlahan dan menatap sebuah laci kecil di samping tempat tidurnya. Tangannya meraih gagang laci itu dan menariknya. Di dalamnya tergeletak sebuah ponsel bermerk mahal yang sudah lama tak disentuhnya.
Dengan jemari lentik, ia meraih ponsel itu dan menyalakannya. Cahaya layar menyorot wajahnya yang lembut. Setelah ponsel aktif, ia menggulir cepat semua aplikasi hingga berhenti pada ikon pesan. Jarinya menekan ikon itu, dan setelah masuk ke dalam daftar kontak, ia langsung mengetuk nama yang tertera sebagai Mamski.
Ia menunggu. Satu nada sambung. Dua. Tiga… Tak diangkat.
Dahinya mengernyit. Ia mencoba lagi. Tetap sama. Tak ada jawaban dari sang ibu. Violetta yang tadinya hampir tertidur kini membuka matanya, memperhatikan raut gelisah sahabatnya itu.
"Kau menghubungi siapa?" tanyanya pelan.
"Orangtuaku," jawab [Name], suaranya lirih.
Ia kembali menggulir daftar kontak, kali ini mencari nama Dedi. Saat menemukan kontak itu, ia segera menekan tombol panggilan dan menunggu. Tangan kirinya refleks menggigit ujung kuku jari telunjuk kebiasaan lamanya saat gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗲𝘅𝗽𝗲𝗰𝘁𝗮𝘁𝗶𝗼𝗻𝘀 || ʙᴏʙᴏɪʙᴏʏ x ʀᴇᴀᴅᴇʀ ||
Приключения[ 💌 ] • • • just for fun. ________________________ ִ ✦ . 𝐄𝐗𝐏𝐄𝐂𝐓𝐀𝐓𝐈𝐎𝐍𝐒 ⊹ ❜ ᵎ ↳ Sometimes, the hardest person to forgive is the one staring back at you in the mirror ________________________ .✦ ________________________ ❝ 𝗮𝗸𝘂 �...
