"Matt, sudah siap berkenalan dengan teman-teman barumu?" tanya Yudha dengan suara beratnya, sedikit serak, sambil mencondongkan kepalanya hingga pas di atas bahu anak didik barunya itu. Agak berbisik dan terdengar sangat sexy di telinga Matt.
Hembusan nafas pria itu itu terasa sedang membelai lembut permukaan telinga dan kulit leher Matt. Sekali lagi dia menelan ludah. Tengkuknya pun terasa menebal, dia merinding. Udara hangat yang bertiup dari hidung Yudha terasa sampai ke jantung Matt, membuatnya berdesir. Deg-deg ser...rasanya jantung Matt saat ini.
Baginya, pak guru ganteng yang saat ini tengah berdiri sangat dekat di hadapannya itu benar-benar seductive. Sebuah godaan yang nantinya akan terus menguji imannya, dan ini baru permulaannya.
"Si-siap, Pak!" balas Matt sedikit gagap. Dia lumayan gugup dan nervous. Bukan karena akan memperkenalkan diri di depan siswa lain yang asing di kelas barunya. Itu nggak jadi masalah buat Matt, dia bukan seorang pemalu yang demam panggung. Tapi ini lebih disebabkan kelakuan Yudha yang masih saja belum menarik mundur wajahnya dari area dekat telinganya.
Entah apa yang ada di pikiran guru muda itu saat ini. Sambil terpejam, Yudha malah sedang asyik menghirup aroma tubuh Matt yang menguar dari seragam sekolahnya, yang terletak hanya beberapa centi dibawah hidungnya. Dia sangat menikmati aroma khas pria maskulin yang tengah menari-nari dihidungnya saat ini, meski Matt nggak pakai parfum atau cologne. Hanya perpaduan antara wangi shower gel khusus pria dan sedikit bau keringat Matt yang malah menambah kesan maskulinnya.
Kelihatannya, Yudha mulai tertarik pada pemuda itu. Kayak semacam love at the first sight gitu. Maybe. Then, pak guru ganteng itu sudah positif bisa dikatakan seorang bisex, at least, atau bahkan dia seorang gay. Yang pasti dia menyukai Matt.
Terlebih dengan sikap Matt yang tadi sudah menatapnya dengan terkagum tanpa kedip di ruang kepala sekolah. Membuat dia semakin berani untuk menggoda pemuda itu. Dia cukup percaya diri dengan sex appeal yang dia miliki. Instingnya bilang Matt juga tertarik padanya, hanya pemuda itu masih malu-malu kucing.
Yudha menebak jika Matt masih polos dan amatir dalam dunia gay. Dia juga yakin, pemuda itu nggak pernah punya pacar seorang cowok sebelumnya. Karena Yudha sering melihat reaksi Matt yang tiba-tiba kikuk dan salah tingkah sendiri di hadapannya sedari tadi. Hal itu malah membuat dia semakin gencar menggoda Matt. Begitu lucu dan menggemaskan baginya.
Tapi sedikit keraguan muncul di hati Yudha. Dia takut jika Matt adalah seorang top sama seperti dirinya karena mereka nggak mungkin main anggar di atas ranjang. Dia bahkan nggak bisa melihat tanda-tanda atau kriteria seorang bot terdapat dalam diri Matt. Yudha semakin penasaran ingin mengenal lebih jauh pemuda yang nggak kalah ganteng darinya itu.
Akhirnya Matt bisa bernafas lega karena Yudha sudah menarik kepalanya menjauh. Dia sadar jika ulahnya sudah mulai membuat anak didiknya itu merasa nggak nyaman.
Dalam benaknya, dia berpikir nggak boleh terlalu gencar dan agressive menggoda Matt. Dia malah bisa membuat takut gay pemula seperti Matt, yang bisa berdampak pemuda itu menjaga jarak dan menghindarinya kemudian. Terlebih status mereka yang seorang guru dan murid. Yudha nggak mau hal itu sampai terjadi. Yudha mau Matt juga penasaran ingin mengenal dirinya lebih jauh, sama seperti yang dia rasakan pada pemuda itu saat ini.
Guru ganteng itu pun kini terlihat sudah membelakangi Matt. Dia maju beberapa langkah, mendekati sebuah pintu ruangan kelas full AC yang terbuat dari kaca, di depannya. Tangan kanan Yudha mulai mengetuknya. Rupanya seorang wanita berusia diawal kepala tiganya sedang mengajar matematika di dalam kelas berlabel XI-1 yang terpampang di atas pintu kaca ruangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BMKG (BL)
Teen FictionEits, ini bukan berita tentang banjir, gempa bumi, gunung meletus, ataupun tsunami. Tapi ini adalah sebuah kabar baik yang nggak akan membuat air mata berlinang gegara bencana alam diatas. Ini adalah cerita tentang pemuda yang nyaris sempurna tengah...