Setelah bertahun-tahun lamanya, akhirnya Matt bisa membuka mata mendahului dering jam weker di pagi hari. Dia menguap lebar-lebar seraya meregangkan kedua tangannya sejenak lalu bangkit terduduk di atas ranjangnya. Tidur malamnya sangat pulas dengan durasi yang cukup lama, sekitar sebelas jam. Gila, sudah kayak kebo saja dia sekarang.
"Awhh..." pemuda itu mengaduh sambil tangannya reflek memegang pantat ketika mencoba berdiri. Di balik boxer hitamnya, jaringan otot sekitar anusnya berkontraksi seperti ditarik-tarik hingga menimbulkan rasa nyeri dan sedikit perih. Seketika dia jadi ingat perbuatan nista yang dilakukannya kemarin.
"Sial, ternyata belum selesai juga penderitaanku. Ini pasti gegara ukuran kontol si brengsek yang nggak normal itu. Jadinya aku harus terus merasakan sakitnya sampai sekarang, argghh..." Matt merutuk dalam hati sembari berjalan ke kamar mandi dengan langkah agak lebar dan sedikit tertatih untuk mengurangi getaran pada lubang pantatnya yang berdenyut nyeri.
Sesudah melakukan ritual pagi dan mengenakan seragam sekolah, pemuda itu segera turun ke ruang makan dari kamarnya yang berada di lantai dua. Cacing di perutnya mulai menggelar demo sebab belum dikasih jatah sejak kemarin sore.
"Aduh... mami nggak sedang mimpi kan, ini?" sambut Scarlet menghentikan sejenak jemari lentik berhias kuteks merah tua pada kukunya yang tengah mengupas kulit apel, saat melihat putra semata wayangnya bergabung di meja makan.
"Pagi, Mom!" sapa Matt sambil tersenyum pada wanita bule yang masih terlihat menawan di usianya yang mendekati kepala empat.
"Tumben kamu punya waktu buat sarapan, sayang. Kamu mau makan apa?" tanya Scarlet sembari meneruskan kegiatannya yang sempat terhenti akibat kedatangan Matt. Biasanya jam segini, anak kesayangannya itu masih bergentayangan dalam alam mimpi.
"Ah, mami ini anaknya sedang belajar jadi anak yang rajin malah diledekin," cibir Matt sembari menarik kursi kosong di depan Scarlet dan menyampirkan tas sekolah di sebelahnya. "Kan, sekali-sekali aku pingin menemani mami tercinta sarapan donk," lanjutnya menggoda sang ibu.
"Halah... nggak usah gombal. Mami tau kok, kenapa kamu mendadak jadi sok manis gitu," ucap Scarlet sembari mengangsurkan piring kosong ke arah Matt. "Sebaiknya kamu jujur saja sama mami. Biar nanti mami bisa bujuk daddy supaya nggak marahin kamu. Kemarin kamu habis bawa siapa ke hotel, Matt?" tembak Scarlet tepat sasaran, sembari menaruh beberapa potong apel yang sudah dikupasnya ke atas piring anaknya.
"Eh..." Matt terhenyak kaget. Dia lupa jika kartu kredit yang dia gunakan untuk membayar sewa hotel kemarin merupakan kartu tambahan milik papanya. Meski limitnya ratusan juta, namun setiap transaksinya akan dilaporkan lansung melalui sms pada pemegang kartu utama.
"Aduh, mampus! Aku harus jawab apa sama mami sekarang? Masa aku bilang habis ngentot sama seorang cowok di sana? Apa mami bisa nerima kalau anaknya seorang gay? Kan, nggak semua bule berpikiran terbuka," rutuk Matt dalam hati sambil memutar-mutar potongan apel dalam piringnya.
"Bi, tolong hangatin burger yang semalam buat Matthew, yah," pinta mami dengan suara agak keras pada ART yang berada di dapur sebelah ruang makan. Lalu wanita cantik itu kembali melayangkan tatapan penuh selidik ke arah pemuda yang duduk di depannya. "Nggak mungkin kan, kamu cuma tidur siang di hotel bintang lima sekelas Sheraton, sayang? Itu pemborosan namanya," sindir mami makin menyudutkan. "Pasti kamu menghabiskan waktu dengan seseorang di sana, iya kan?"
Matt membisu. Dia masih memutar otak berusaha mencari jawaban yang sekiranya nggak membuat maminya murka, kecewa, atau bahkan sampai pingsan di tempat saking kagetnya.
"Ini Mas, burgernya," sela seorang wanita setengah baya sambil meletakkan piring berisi sepotong burger dan sebotol saus sambal di hadapan Matt.
"Thanks yah, Bi," balas Matt sambil mengulas senyum sopan. Setelahnya dia hanya memandangi makanan itu tanpa menyentuhnya sama sekali. Selera makannya mendadak menguap gara-gara memikirkan jawaban yang sekiranya bisa diterima oleh wanita yang selama ini sudah menghujaninya dengan penuh kasih sayang dan segudang materi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BMKG (BL)
Teen FictionEits, ini bukan berita tentang banjir, gempa bumi, gunung meletus, ataupun tsunami. Tapi ini adalah sebuah kabar baik yang nggak akan membuat air mata berlinang gegara bencana alam diatas. Ini adalah cerita tentang pemuda yang nyaris sempurna tengah...