Pagi itu, terlihat seorang pria muda berwajah ganteng dan berbadan kekar, sedang mondar-mandir nggak sabaran di area parkiran sekolah. Sepertinya dia sedang menunggu kedatangan seseorang.
Sepasang bola mata indah dari balik lensa kacamatanya, langsung membulat saat menangkap sebuah mobil Mitshubisi Pajero hitam memasuki area tersebut. Sebuah senyum mengembang dikedua belah bibirnya. Pujaan hati yang dia nanti-nantikan sedari tadi, sudah tiba.
Sebaliknya, sang pengemudi mobil gagah itu tampak kaget dan sedikit cemas melihat kehadiran pria yang ingin dihindarinya itu. Dia merasa belum siap.
Matt sedang nggak ingin bertemu dengan wali kelasnya itu. Dia masih bingung mencari alasan yang masuk akal, mengapa dia sampai harus melempar peluit dengan nggak sopan sambil kemudian lari tunggang-langgang meninggalkan Yudha.
Matt nggak mungkin berterus terang bilang burungnya ngaceng menikmati pemandangan body super sexy gurunya itu, hingga dia takut lepas kontrol akibat horny yang memuncak. Dia nggak mau Yudha sampai tahu jika dia gay. Terlalu beresiko bagi Matt. Gimana kalau wali kelasnya itu ternyata pikirannya kolot dan dangkal seperti lubang hidung. Lalu melaporkan hal itu pada kedua orang tuanya. Game over!
Matt belum mau mati muda dalam keadaaan jaka ting-ting. Tentu onani nggak masuk hitungan. Dia masih ingin merasakan sensasi Ben membobol gawangnya dengan senapan laras panjang for the very first time. Tapi bukan yang berisi cairan hijau seperti dalam permainan paintball war. Matt lebih suka yang isinya lendir berwarna putih susu dan sekental kuah sup asparagus.
Matt buru-buru memarkirkan mobilnya. Lalu langsung berlari sekencang-kencangnya setelah turun dari mobil, mengabaikan Yudha yang tengah berjalan menghampirinya.
"Matt...! Matt...! Mau kemana kamu? Jangan lari! Kamu masih hutang penjelasan pada saya!" teriak Yudha yang sama sekali nggak digubris oleh murid kesayangannya itu.
"Matt...! Tunggu! Matt... Matt..."
Matt tetap berlari tanpa menoleh ke belakang, menuju lorong penghubung sekolah sampai menghilang dari pandangan Yudha. Entah sampai kapan pemuda itu akan terus menghindari gurunya tersebut.
Yudha hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala sambil berkacak pinggang, menyaksikan kelakuan Matt yang nggak sopan barusan. Berani mengacuhkan panggilan seorang guru di lingkungan sekolah. Seandainya saja siswa lain yang berbuat hal demikian, Yudha pasti nggak akan segan untuk menindak serta memberi sanksi tegas atas kekurang-ajaran yang telah dilakukan.
Tapi Matt adalah murid spesial di mata Yudha. Dia sama sekali nggak marah. Dia malah sedikit khawatir jika Matt akan terus menghindarinya. Dia nggak mau pemuda tampan itu sampai merasa ilfeel padanya akibat langkahnya yang kelewat agresif kemarin. Yudha sangat bernafsu menginginkan Matt segera menjadi miliknya. Rupanya dia harus segera ganti taktik untuk menaklukkan hati murid pujaan hatinya itu.
==========
Pelajaran di kelas sepertinya nggak perlu dibahas. Hubungan Matt dengan Lee masih tetap sama. Dingin, sedingin es campur. Mereka belum jadi teman, bahkan untuk mengobrol pun nggak ada yang berinisiatif untuk memulainya. Hanya saling diam selama pelajaran berlangsung hingga bell istirahat berbunyi.
Seperti hari sebelumnya, Lee kembali meminjamkan buku catatannya untuk di fotokopi Matt yang lagi-lagi berwisata ke pulau kapuk karena bosan. Lalu pemuda hot and cool itu pergi ke kantin untuk menemui gadis semangka busuk, kekasihnya. Matt berpikir meski Lee dingin tapi sikapnya sedikit manis padanya, seperti es campur pakai gula diet.
Matt merasa agak malas untuk pergi ke kantin meski perutnya mulai keroncongan. Dia sedang menghindari Yudha. Dia juga sedang nggak ingin bertemu makhluk luar angkasa yang membuat selera makannya hilang sampai ingin muntah karena saking enegnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BMKG (BL)
Fiksi RemajaEits, ini bukan berita tentang banjir, gempa bumi, gunung meletus, ataupun tsunami. Tapi ini adalah sebuah kabar baik yang nggak akan membuat air mata berlinang gegara bencana alam diatas. Ini adalah cerita tentang pemuda yang nyaris sempurna tengah...