"Sial... !!" Yudha menggeram menahan emosi setelah membanting pintu ruang kerja Yuni. "Kurang sedikit wanita busuk itu menghancurkan semua rencanaku, jika saja Pak Eko nggak melihat dia membawa Matt ke kantornya dan segera menghubungiku untuk buru-buru datang kemari. Sepertinya aku harus lebih waspada lagi mulai sekarang."
"Mas?" panggil Matt saat mendapati wali kelasnya itu berdiri mematung di depan ruang kepala sekolah. "Mas baik-baik saja?"
"Eh... Matt," balas Yudha sedikit terkaget. "Kenapa kamu masih di sini?" tanyanya kemudian pada pemuda yang sedang berdiri memandanginya.
"Kan, tadi Mas yang nyuruh saya menunggu di luar, gimana sih?" sahut Matt mendadak gemas. Sial, bukannya merasa senang sudah ditunggui, gurunya itu malah pakai bertanya alasannya apa segala pada dirinya.
"Oh... iya yah..." Yudha langsung menggaruk-garuk belakang kepalanya meski nggak gatal. Tentu saja dia merasa kegirangan hingga emosinya menguap seketika hanya dengan mendapati murid kesayangannya itu setia menanti, nggak main kabur kayak sebelumnya.
"Jadi Mas nggak suka nih, saya tungguin? Ya sudahlah, saya pulang sekarang, buang-buang waktu saja!" cibir Matt pura-pura ngambek sambil membalikkan badan hendak berjalan meninggalkan wali kelasnya.
Yudha ingin sekali meraih lengan Matt untuk mencegahnya pergi, namun urung dilakukannya. Dia masih sadar dia berada di lingkungan sekolah. Dia nggak mau reputasinya sebagai guru yang disegani rusak akibat berhembus kabar kurang baik kalau dia seenaknya main tarik tangan murid kesayangannya itu.
Tapi, tentu Yudha nggak mungkin membiarkan Matt menghilang dari hadapannya begitu saja tanpa berbuat apa-apa. Dia nggak rela. Dia sudah buru-buru datang ke sekolah demi Matt. Terlebih, Yudha juga sadar kalau pacarnya itu sedang pura-pura ngambek padanya. Jadi dia harus segera cepat menyusul sebelum pemuda ganteng itu beneran ngambek dan mengacuhkan segala pesan yang dikirimnya kayak biasanya. Dia nggak mau sisa harinya dipenuhi rasa khawatir setelah berpisah dengan Matt nanti.
"Mas pulang bareng kamu yah, Matt," ucap Yudha sambil menoleh ke arah Matt, setelah berhasil mengimbangi langkah kaki pemuda itu dengan berjalan di sebelahnya.
"Ogah, ah... kan, Mas bawa mobil sendiri," balasnya tanpa menoleh, tetap memandang lurus ke depan.
"Mas nggak bawa mobil, Matt. Mas kemari barusan naik grab."
"Nah itu... kenapa nggak sekalian pesan grab lagi buat pulang, Mas? Atau nebeng guru siapalah yang mau mengantar Mas pulang, masak nggak ada yang mau?" timpalnya cuek.
"Ayolah... Matt, Mas maunya pulang bareng kamu bukan sama orang lain. Masa cuma Nick doang yang pernah kamu antar, hmm..."
Matt langsung menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Yudha sambil memutar bola mata. "Kenapa Mas jadi bawa-bawa Nick lagi sekarang?" protesnya nggak habis pikir dengan sikap wali kelasnya yang cemburuan habis pada Nick. Dia jadi agak sensitif mendengar nama playboy norak yang berhasil mencuri start sampai dua kali dibanding pacarnya sendiri. Sebisa mungkin, Matt akan berusaha menutup rapat-rapat perselingkuhannya sebab dia nggak mau kehilangan wali kelas yang dicintainya itu.
"Yah... Mas nggak mau kalah lah sama bocah berandalan itu, Matt. Kamu kan pacar Mas, jadi wajar dong kalau Mas minta kamu lebih perhatian sama Mas daripada sama dia yang bukan siapa-siapa kamu."
Mendapati lawan bicaranya menatap serius ke arahnya, Matt malah tertawa geli. "Hahaha... Mas posesif banget sih, jadi orang..." ucapnya sambil terus terkekeh, menyudahi aksi ngambeknya. Dia mulai merasa nggak nyaman jika Yudha terus membanding-bandingkan dirinya dengan Nick. "Iya... iya... Mas boleh numpang mobil saya kok. Kalau perlu, mau ke ujung dunia sekalipun pasti saya antar, hehehe..."
KAMU SEDANG MEMBACA
BMKG (BL)
Novela JuvenilEits, ini bukan berita tentang banjir, gempa bumi, gunung meletus, ataupun tsunami. Tapi ini adalah sebuah kabar baik yang nggak akan membuat air mata berlinang gegara bencana alam diatas. Ini adalah cerita tentang pemuda yang nyaris sempurna tengah...