Ify tersenyum. Kemudian ia menatap gadis yang sedang duduk diam disamping Cakka itu. Tak menyangka sebelumnya, bahwa gadis itu adalah adik dari Alvin juga. Bahkan lebih tak percaya lagi, ketiganya adalah kakak beradik.
***
"Gue mau tau, apa alasan lo suka sama gue dulu?"
Gadis yang tengah membaca lembar demi lembar buku itu kini membelalak. Kemudian menatap pemuda itu heran yang membuat ia melupakan bukunya sejenak.
"Maksudnya?" kini gadis itu malah bertanya balik.
Rio tersenyum misterius. "Ya, maksud gue, lo kenapa suka sama gue?" tanyanya sekali lagi. Sangat berharap bahwa gadis dihadapannya itu kini akan menjawab apa yang beberapa terakhir ini menganggu pikirannya.
"Ih, geer banget.." Sayangnya gadis itu memang tak mampu mengatakan yang sejujurnya. Lagipula tak semudah itu mengatakan apa yang ada. Jujur saja, ia sudah benci dengan pemuda didepannya itu. Pemuda yang galak dan sangat menyebalkan itu.
"Jujur aja lagi."
Ara mendengus. "Plis deh yo. Kita disini harus serius. Bukan saatnya ngomongin kaya begituan. Lagipula itu dulu. Bukan sekarang.." Ucap Ara. Berusaha mengalihkan pembicaraan agar tak lagi membicarakan hal tadi.
"Ck..Gue kan cuma nanya."
Brak..
Terdengar sekali bunyi hentakan buku yang digenggaman Ara itu pada meja. "Percuma gue bilang. Toh, lo sendiri kan yang bilang kalo gue itu sampah. Dan ga sama sekali berarti di hidup lo."
Kali ini Rio benar-benar tertohok. Seperti termakan omongan sendiri. "Emm, itu kan dulu."
"Trus?"
"Ya. kalo sekarang sih beda."
Ara berdecak. Rio benar-benar cowok aneh, menyebalkan, langka, dan mungkin sedikit tidak waras. Ya, sangat komplit sekali.
"Terus, gue harus peduli gitu? Mau sekarang beda atau enggak. Itu bukan urusan gue lagi. Jalanin hidup lo sendiri aja sana!"
Lagi lagi Rio seperti ingin menelan gadis itu cepat-cepat. Mengapa perkataan gadis itu semakin membuatnya kesal? Rio berdecak. Ingin sekali rasanya mencubit pipi gadis dihadapannya itu. Gereget sekali.
"Lo harus peduli. Karna gue juga peduli sama lo."
Ara tersenyum miring. "Peduli? Oh ya? sejak kapan?" tantangnya lagi.
Sepertinya ia benar-benar ingin membuat Rio sedikit lebih jengkel lagi.
Tapi salah. Gadis itu benar-benar salah. Ternyata Rio tidak bersikap jengkel malahan ia bersikap sok cool, santai, ya seperti tidak menggubris perkataan menyolotkan-nya tadi. "Sejak...hmm...sejak gue nyadarin sesuatu."
Gadis itu mengernyit. Perkataan Rio semakin aneh. Membuatnya susah untuk menebak. "Maksudnya? Nyadarin sesuatu? Nyadarin apa?" tanyanya.
Rio kini malah tersenyum menang. Kini gadis itu tak bisa berkata nyolot lagi. Dan sepertinya ia sedang dilanda rasa penasaran.
"Nyadarin. Kalo lo emang...milik gue."
Apa tadi katanya? 'milik gue'? miliknya gitu? Ah.. Apa sih mau pemuda itu? Mau membuatnya terbang tinggi, lalu nanti menghempaskannya jatuh kebawah begitu saja? Dan membuatnya terluka hingga membekas? Atau... Rio mau dirinya mati saat itu? Tega sekali..
"Itu menurut lo. Gak menurut gue. Karna gue, gak mau jadi milik lo." Tegasnya lagi.
Rio diam-diam mendengus. Astaga. Sesusah inikah? Membuat gadis itu tidak membencinya lagi ? Memang sepertinya saat itu ia yang salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teen Love Story
Teen FictionAra itu... "Anak Haram" katanya. Menyakitkan ya? Dia dibenci oleh kedua kakak laki-lakinya sejak kecil. Tapi semakin dewasa satu kakaknya itu menyayanginya, sekarang hanya sisa satu kakaknya yang masih membencinya. Tapi kebencian kedua kakaknya pada...