Chapter - 29

1K 40 4
                                    

"Happy birthday, Ara."

Di hari ini, kata-kata ucapan itu sudah banyak sekali yang mengucapkan padanya, dan sekarang Ara juga teman-temannya sedang menikmati pesta.

Namun, tiba-tiba saja seorang pemuda datang dari tengah kerumunan orang, pemuda bertubuh tegak yang sedang tersenyum tipis itu sedang berjalan mendekat padanya.

"Ri...-"

Tebakannya salah, itu bukan Rio, melainkan kakaknya, kakaknya Rio. Padahal ia sudah sangat senang karna bisa saja Rio akan memberinya kejutan secara tiba-tiba.

Ara mendelik dengan tatapan kecewa, dan menatap Gabriel dengan canggung karena mereka juga sudah lama tidak bertemu.

Gabriel tersenyum sambil menyodorkan sebuah bucket bunga, juga sebuah kotak hadiah kecil, "Happy birthday, Ara."

Pemuda itu tersenyum tulus, tapi entah kenapa Ara seperti tidak membalas senyuman itu, ia hanya bisa menatap Gabriel dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

"Kenapa kamu ngelihatin saya begitu?"

Ara mengerjap, "Ah." Lalu ia tersenyum tipis, lalu menerima bunga dan hadiah yang disodorkan Gabriel itu.

"Itu bunga titipan dari Rio, kalau hadiah itu dari saya. Rio nggak bisa dateng, sorry ya Ra."

Ara mengangguk pelan, lalu matanya langsung mengarah pada bucket bunga berpita merah dengan bunganya yang berwarna merah ditengah dikelilingi bunga berwarna putih. Simpel tapi indah. Lalu seulas senyum tipis itu terpeta diwajahnya, Rio belum melupakannya, setidaknya itu kenyataan yang membuatnya senang.

"Disitu juga ada surat dari Rio. Saya nggak tahu dia nulis tentang apa. Tapi, saya dateng kesini buat jelasin semuanya ke kamu, Ra. Semuanya yang masih menggantung."

Jantung Ara langsung berdetak tak karuan, ia pun langsung menumpukan tangannya pada bibir meja di sebelahnya karna kakinya sekarang seperti agar-agar, lemas sekali.

"Jadi, kapan kita bisa bicara?"

Ara menatap ke sekitarnya, sebenarnya acara khususnya sudah berlalu dan sekarang semua orang sedang bersenang-senang sambil menikmati hidangan, sepertinya ini waktu yang pas, "Sekarang." Akhirnya jawaban itu terlepas dari mulutnya.

Gabriel pun mengangguk pelan.

"Kita ngobrol di balkon aja, Kak." Ara pun mulai mengarahkan jalan ke arah balkon.

Sesampainya disana, Ara langsung merogoh bucket bunga itu untuk menemukan surat yang terselip, setelah menemukannya, ia langsung membacanya.

Setelah beberapa menit membaca, kini Ara menatap Gabriel dengan berkaca-kaca, "Jadi ini yang mau kalian sampein ke aku?"

Gabriel mengernyit, "Emangnya Rio nulis apa? Dia jelasin semuanya?"

Airmata pun menetes dari mata gadis itu, karna saking tidak tahan oleh rasa sesak di dadanya, ia pun menangis terisak, dan surat itu terlepas dari genggaman tangannya.

"Ra..." Gabriel menyentuh pundak Ara, lalu melirik surat yang tergeletak itu dan ikut membacanya.

Aku mau kita selesai disini, Ra.
Maaf...

Dari surat panjang lebar Rio itu, yang membuat Gabriel kaget adalah kalimat itu. Rio menyudahinya? Bahkan Gabriel datang kesana bukan untuk menyampaikan hal seperti itu.

"Nggak Ra, kamu harus dengerin saya dulu." Akhirnya Gabriel langsung menatap gadis itu kembali.

Ara yang tengah berjongkok sambil terisak itu hanya menggeleng, tak mau mendengarkan apapun lagi.

Teen Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang