Ify masih saja terdiam tak bergeming sedari tadi. Bahkan diantara keduanya tak ada pembicaraan sedikitpun. Entah kenapa. "Kak, maafin gue soal yang..." kata Ify gantung. Alvin yang melihat ekspresi gadis itu dari kaca pun langsung tersenyum.
"Harusnya yang minta maaf itu gue Fy, sorry banget gue udah nuduh lo. Sekarang gue udah tau yang sebenernya kok." tutur pemuda itu. Tapi tak melepaskan pandangannya yang fokus pada jalanan dihadapannya.
Setelah itu tak ada suara sedikitpun yang keluar dari keduanya. Entah kenapa. sepertinya lagi disibukkan dengan pikiran masing-masing.
Tak terasa mereka pun sudah sampai di depan rumah Ify. Alvin pun menghentikan laju motornya, lalu Ify pun juga segera turun dari motor Alvin itu. "Thanks ya kak." Kata gadis itu. Alvin mengangguk kemudian kembali melajukan motornya.
***
"Menurut lo?" Tanya balik Rio dengan suara lantang. Tapi Gabriel masih tetap tenang menghadapi Rio yang memang cukup membuatnya jengkel.
"Menurut lo kenapa gue kaya gini? Apa lo ga pernah nyadar? Kenapa? oh iya, gue tau, lo kan ga pernah peduli sama gue. makanya lo ga pernah tau apa-apa tentang gue." Tukas Rio.
Gabriel masih diam. Kemudian mengambil ancang-ancang untuk bersuara. "Elo adek kandung gue. Jelas gue peduli sama lo. Gue sayang kok sama lo." Tekan Gabriel meyakinkan pemuda dihadapannya itu.
"Tapi kenapa gue ngerasa kalo gue itu anak...tiri?" Rio menutup buku yang kini digenggamannya. "Lo tau kan sikap mama sama papa selama ini ke gue?" tuturnya.
"Lo pikir gue bisa selalu sabar ngadepin mereka?" lanjutnya.
Gabriel masih diam. Bingung juga harus berkata apa.Rio menatap sang kakak itu lekat. "Gue bingung, kenapa mereka selalu ngebedain elo sama gue. apa bedanya elo sama gue kak? Apa? Padahal kita sama-sama anak mereka."
Tekanan setiap kata yang dituturkan oleh Rio membuat Gabriel semakin diam. Lirih sekali. Ingin meneteskan airmata tapi tak mungkin.
"Gue gak tau apa maksud mereka. Tapi elo sama gue sama kok!" Tutur Gabriel akhirnya. Emosi yang terpancar dari wajah Rio itu ternyata belum juga surut, tatapannya masih tetap tajam menatap sang kakak.
"Sama? Tapi gue rasa dimata mereka gue beda. Gue juara olimpiade, gue juara kelas, gue juara apapun mereka ga pernah peduli kak. Giliran elo? Lo juara kayaknya lo diistimewakan. Ada acara apalah untuk ngerayain. Lo pikir gue pernah? Nggak kak. Selalu elo elo dan elo!"
"Dan elo gak pernah tau kalo gue kesepian!" Tekan Rio kembali. Membuat Gabriel semakin bungkam. Entah apa yang harus ia perbuat, mau ia berulangkali berbicara pada kedua orangtuanya juga semua takkan berubah. Tetap seperti ini. Harusnya memang ia tak pernah terlahir kalau hanya bisa membuat adiknya itu seperti ini.
Bi Ratna. Pembantu rumah tangga yang sudah bekerja lama disana pun ikut mendengar apa yang tengah terjadi diantara keduanya. Bahkan ia malah meneteskan airmata melihat pertengkaran antara adik dan kakak hanya karna sikap kedua orangtua yang memang kurang adil.
"Gue bakal coba bilang sama mereka. Gue janji." Kata Gabriel meyakinkan. Rio malah nampak mencibir.
"Lo udah pernah bilang kan sama mereka? Hasilnya nihil. Percuma."
"Gue bakal coba lagi sampe berhasil." Gabriel nampak masih belum menyerah sepertinya.
"Pasti mereka mau dengerin gue." lanjutnya lagi.
"Gak bakal." Rio menghela nafas panjang. "Lo tau? Selama ini gue ngerasa kesepian kenapa?"
Rio menatap Gabriel yang masih bungkam. "Itu karna gue ngerasa gue bukan kaya anak lainnya yang sering diperhatiin sama orangtua. Elo selalu sibuk sama mereka. Gue? kaya gak dianggep. Yang peduli sama gue Cuma Bi Ratna."

KAMU SEDANG MEMBACA
Teen Love Story
Teen FictionAra itu... "Anak Haram" katanya. Menyakitkan ya? Dia dibenci oleh kedua kakak laki-lakinya sejak kecil. Tapi semakin dewasa satu kakaknya itu menyayanginya, sekarang hanya sisa satu kakaknya yang masih membencinya. Tapi kebencian kedua kakaknya pada...