Seminggu kemudian...
Rio, Keke, Ara dan Cakka sama-sama tengah asik bermain basket tepat didepan rumah Ara. Setelah pertengahan permainan merekapun istirahat, Ara melangkah masuk untuk mengambil minum bersama Keke. Sedangkan Cakka dan Rio sama-sama tengah duduk sambil mengusap keringat tepat disamping jalan.
Cukup lama menunggu Ara dan Keke yang entah sedang apa itu Rio kini asik sendiri mendrible bola sembari jalan menelusuri beberapa rumah, kemudian mata Rio terhenti disatu rumah yang ia lihat ada seorang gadis disana yang tengah duduk di kursi rodanya.
Saat gadis itu berbalik, Rio membelalak. Jujur saja ia sangat kanget dengan wajah gadis itu. Di ingat-ingat gadis itu sangat mirip dengan seorang gadis, ya Acha. Tapi mungkin hanya sekedar mirip saja, toh belum tentu saat Acha dewasa wajahnya seperti gadis itu.
"Rio !" seru Keke yang tengah membawa beberapa gelas dan minuman, Rio dengan cepat kembali ke tempat semula sembari mendrible bolanya.
"Nih minumnya."
"Gak ada racunnya kan?"
"Ara gak mungkin ngeracunin pujaan hatinya kali." Ledek Keke yang membuat Ara dan Rio sama-sama merengut.
Setelah menenggak minumnya, menghilangkan rasa hausnya, Rio sudah mengambil ancang-ancang untuk bertanya tentang gadis yang dilihatnya tadi. "Ra, sejak kapan kamu punya tetangga yang pake kursi roda itu? kok kayaknya aku baru liat ya?" tanyanya.
Ara melirik sebentar ke arah rumah yang mungkin dilihat Rio tadi. "Oh itu, itu tetangga baru. Baru aja seminggu disini." Jelas Ara. Mendengar itu Rio hanya manggut-manggut saja. Kemudian mereka pun melanjutkan permainan mereka.
Selama mereka bermain seorang gadis yang dimaksud Rio tadi itu memperhatikan mereka dari jauh. Ada impian dalam hatinya, ingin kembali seperti dulu. bisa berlarian, berjalan sesuka hati. Tanpa bantuan alat.
'Rioo, oper bolanya sini!'
Tiba-tiba saja gadis itu membelalak mendengar nama yang memang tak asing lagi baginya.
'Rio licik nih !' gerutuan gadis disana terdengar jelas ke telinga Shafa -gadis itu-. Ia semakin memperhatikan keempat orang yang sedang bermain basket disana.
"Ye gue menang, gue menang. Tos dulu ah." Ucap Rio dengan goyangannnya saking senangnya, kemudian mengadu tos dengan Keke yang memang sekelompok dengannya.
"Ih curang tauk. Rio curang."
Rio menjawil hidung gadis yang barusan berucap tadi. "Curang apaan sih? Bilang aja sirik." Ledek Rio yang membuat Ara merengut.
Gadis itu kini malah memandangi kakaknya yang tengah duduk sembari minum. "Elo mah payah kak. Masa kalah sama Rio. Elo kan jago basket."
"Takdir Ra. Hahaha." Keke hanya tertawa sedari tadi melihat gerutuan Ara itu.
"Eh si patton kemana tuh? kagak di ajak kesini." Tanya Ara. Rio hanya menggeleng. Sedangkan Keke yang malah menjawab.
"Biasa ketemu sohibnya, si kiki." Jawabnya.
*
Keesokannya.
Pemuda itu sedikit menundukkan badan, sebenarnya tubuhnya saat ini tengah bergetar karna juga ada buncahan aneh didirinya. "Nama kamu siapa?" ucap Rio pada gadis dihadapannya saat ini.
Gadis itu juga menatap Rio aneh -juga-. Entah kenapa keduanya seperti merasa sudah sangat-sangat kenal. Dalam hati Rio menerka bahwa gadis ini adalah Acha -cinta pertamanya-.
"Shafa." Jawab gadis itu pelan.
Masih melirik-lirik ke arah rumah Ara yang belum juga nampak seseorang yang ditunggunya. Rio kembali menatap gadis itu. "Pindahan darimana?" tanyanya lagi. Sedangkan Shafa merutuk sendiri dalam hati. Please Rio jangan menanyakan hal-hal yang menyudutkan seperti ini. Pintanya. Karna insting Shafa kuat, bahwa Rio yang dihadapannya ini adalah Rionya yang dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teen Love Story
Teen FictionAra itu... "Anak Haram" katanya. Menyakitkan ya? Dia dibenci oleh kedua kakak laki-lakinya sejak kecil. Tapi semakin dewasa satu kakaknya itu menyayanginya, sekarang hanya sisa satu kakaknya yang masih membencinya. Tapi kebencian kedua kakaknya pada...