24

3.4K 207 26
                                    

Andini


Aku masih saja sibuk merutuki kebodohanku yang terlalu percaya diri bisa menjalani hari-hari seperti biasanya tanpa ada dia. Nyatanya semua berbanding terbalik aku masih dibayang-bayangi dengan penyesalan harusnya aku bahagia pada akhirnya dia memenuhi inginku untuk menjauh tapi yang ada aku malah dirundung rindu. Aku terlalu picik melimpahkan kesalahan pada takdir padahal andai saja aku lebih berani menentang takdir mungkin aku tidak akan semenyesal ini. Bahkan aku lebih berani menyalahkan Tuhan daripada berani mengakui perasaan ini..

Aku seperti oarang yang menjilat ludah sendiri, aku menyuruhnya menjauh namun aku sendiri yang kembali mengaharapkan dirinya ada untukku. Ada rasa tidak terima melihat dirinya telah dekat dengan orang lain sebegitu cepatnya dia melupakan perasaanya padaku. Saat aku melihat mereka atau lebih tepatnya dirinya di taman kampus sore itu entah keberanian darimana hingga aku memutuskan untuk bergabung dengan mereka. Mungkin urat maluku sudah terputus tanpa mempedulikan tanggapan dia nantinya seolah-olah tidak terjadi apa-apa aku menyapa meraka. Melihat dia yang begitu mesra dengan Ardiah sukses membuatku meradang merasakan cemburu yang seharusnya tak berhak untuk kurasakan toh dia bukan siapa-siapaku. Benar kata orang cemburu sungguh menguras hati, aku berusaha sebisa mungkin tidak menampakkan rasa cemburu yang telah menggerogoti jiwaku melihat dua insan di depanku tanpa peduli perasaanku mereka memperlihatkan kemesraan mereka terutama dia yang memeluk bergelayut manja dengan Diah. Tidak tahan melihat mereka berdua aku terpaksa memutuskan untuk pulang meskipun masih ada keinginan untuk melihat wajah yang berhasil membuatku gundah sedekat ini. Aku bisa melihatnya yang tertegun saat aku dengan lancang menciumnya walaupun hanya di kedua pipinya. Ada rasa sakit, nyeri dalam hatiku melihat ekspresinya yang begitu datar saat aku melihatnya.

Dengan kesibukan yang bejibun aku pikir akan bisa membantu untuk melupakannya di tambah dengan Bagas yang selalu setia menemaniku nyatanya bayangnya masih terus menggangguku. Hampa aku merasa ada yang hilang dalam jiwaku hatiku serasa tidak utuh lagi. Rasa ini begitu kejam mengores luka sangat nyeri sunggguh memedihkan. Aku tidak mengerti mengapa justru aku yang seperti orang patah hati padahal kalau ditelisik justru aku yang telah mematahkan asanya untuk bersamaku

Egois...iyya aku pikir tidak ada salahnya bersikap egois bila hanya cara itu yang mampu membuat diri kita bahagia. Dari kejauhan aku melihat dirinya sedang sibuk menulis, mengamati wajahnya yang nampak begitu serius tanpa sadar berhasil menciptakan senyum di bibirku. Lihatkan betapa kuat efek yang diberikan padaku hanya sekedar melihatnya mampu mengukir senyumku. Tanpa rasa bosan aku terus menatapnya terkadang dia mengerutkan dahinya, terkadang dia menggaruk bagian belakang lehernya dan terkadang dia menjahili temannya yang juga sedang menulis. Andai saja waktu itu aku tidak memintanya menjauhiku mungkin sekarang aku bisa berada di sampingnya menemaninya di tengah kesibukannya.

Aku segera beranjak dari tempatku mengamatinya saat kulihat dia meninggalkan tempatnya. Dengan cepat aku mengikutinya dari belakang layaknya penguntit mungkin ini kesempatan buatku untuk berbicara dengannya. Aku makin mempercepat langkahku melihat dirinya yang sudah berbelok menuju kamar mandi. Saat memastikan dia telah masuk ke kamar mandi dengan secepat kilat aku segera masuk mengamati sekeliling kamar mandi yang terlihat sepi aku berharap semoga saja tidak ada orang dengan pelan-pelan aku menutup kembali pintu kamar mandi. Jujur rasanya jantungku berdetak lebih kencang keringat dingin mulai mengucur di sekujur tubuhku ingin aku berlari meninggalkan ruang ini tapi mungkin aku tidak akan punya kesempatan seperti ini lagi. Saat dia keluatr dari toilet aku segera bersembunyi untuk menenangkan diriku mengumpulkan segala keberanian sebelum bertatap muka dengannya.

"Hi Ta..!!" ucapku saat aku muncul dari belakangnya yang sedang mencuci tangannya. Tanpa membalas salamku dia hanya menatapku tajam lewat cermin yang ada di depannya

"Ta...maafin aku!!" aku menunduk tidak berani membalas tatapannya sementara dia masih sibuk mencuci tangannya. Lagi keheningan tercipta di antara kami berdua suara gemericik air seakan menjadi backsound mengusik diam kami

"Ta..aku tahu aku salah tapi please jangan diamin aku seperti ini!!" pintaku dengan nada melemah

"Apa kamu tidak ingat bukankah kamu yang memintaku untuk menjauh!!" ucapnya dengan sinis menatapku tanpa ekspresi lewat cermin

"Hemm..iyya tapi aku sadar kamu sangat berarti buat aku. Aku tidak sanggup bila kamu menjauh dariku" rasa penyesalan kembali menghantuiku segala ucapanku kembali terngiang seakan suara hatiku sengaja memperdengarkannya agar aku teringat semua ucapan kasarku padanya

"Maafkan aku, semuanya tidak segampang membalikkan telapak tangan kita bisa kembali seperti dulu" ujarnya sambil menutup kran air.

Tanpa memikirkan akibat yang bisa saja terjadi aku mendekatinya mengahapus sedikit-demi sedikit jarak di antara kami mebuatnya terlihat mengerutkan keningnya keheranan melihat tingkahku. Saat berada tepat di belakangnya aku memegang ke dua lengannya dan dengan sekuat tenaga aku memembalikkan badannya hingga kami saling berhadapan. Denga penuh kenekatan aku menangkup kedua pipinya dan tanpa pikir panjang aku segera mengecup bibirnya menyalurkan rasa rindu yang harus kutanggung selama ini. Melihat tingkahku aku dapat merasakan keterkejutannya, saat aku makin berani mulai mengulum bibirnya tidak kusangka awalnya dia yang diam saja mulai mebalas melumat bibirku bahkan terkesan kasar. Entah berapa lami kami saling memagut saat kurasakan tangannya yang mulai bergerlia menuju dadaku. Saat aku mulai merasa di atas angin terlalu cepat menyimpulkan dia telah menerimaku kembali di sampingnya akhirnya harus menelan kekecewaan. Rasanya sungguh menyakitkan dan memalukan saat dia melepas ciuman kami dengan mendorongku meskipun tidak keras dan tanpa sepatah kata pun dia berlalu melewatiku

"Ta..aku tahu kamu masih mencintaiku kamu tidak bisa memungkiri itu !!" teriakku dengan penuh amarah di sela-sela tangisku. Saat mendengar ucapanku dia mengehentikan langkahnya sejenak sebelum membuka knop pintu kamar mandi dan meninggalkanku sendirian.

Mungkin aku memang tidak tahu diri mengharapkan dia masih menyimpan perasaan itu padaku setelah aku bersikap begitu kejam. Sekarang aku hanya bisa menangis kembali meratapi penyesalanku yang tidak tahu kapan berujung.

Jangan benci Nata ya...:)






salah...saya sadar(gxg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang