Part 2 *Menangis bersama luka*

11.5K 488 8
                                    


"Talitaa!!!" Sakura berlari secepat kilat dengan wajah panik.

Ia menghampiri Talita dan segera merebut ponselnya dari tangan Talita.

Tapi apadaya, tangan Talita lebih kuat darinya. Talita tak mengizinkan Sakura mengambil ponselnya. Ia justru menatap garang wajah Sakura yang mulai padam serta pupil matanya kini membesar dan berkaca-kaca. Ia tak berhenti menggigit-gigit kuku jari telunjuknya. Tatapan sendunya menatap mata Talita yang penuh kekecewaan.

Sakura tak mampu menahannya lagi, air mata itupun menetes. Ia menyeka air matanya namun sepertinya ia sudah tak mampu menahan air mata yang sudah sejak lama ia tahan. Sakura menangis sejadi-jadinya sambil terus memohon agar Talita mengembalikan ponselnya.

"Sudah-sudah, kau itu sangat cengeng ya. Bahkan aku tak berkata apapun kau sudah menangis seperti ini. Lihat, kau bukan seperti orang yang habis mandi. Kau terlihat sangat frustasi, dude" Talita memeluk Sakura yang makin terisak, Talita seolah ikut merasakan sakit yang sedang dirasakan sahabatnya itu meskipun Sakura belum menceritakan apapun padanya.

"Tunggu itu apa?" Talita terkejut saat melepaskan pelukannya, ia tertegun ketika melihat sebuah luka tepat di bawah tengkuk kepala Sakura. Seperti...bekas cakaran. "Sakura...ini?? Biar ku lihat...Astaga ini parah sekali? Apa ini sakit?" Talita memegang luka itu, dan Sakura hanya mengangguk sambil terus menangis.

"Katakan siapa yang melakukan ini? Siapa? Pantas saja kau tak pernah mengikat rambut panjang mu, tunggu-tunggu ini bukan sekedar luka cakaran. Ini seperti...bekas pecut?" seketika pupil mata Talita membesar menatap Sakura "Sakura jawab aku, sebenarnya ada apa??" Kini Talita sangat iba melihat kondisi sahabatnya, matanya pun ikut berkaca-kaca.

"Aku tidak apa-apa." Sakura memalingkan tubuhnya, "Aku sudah terbiasa dengan ini, jangan khawatir padaku."

"Terbiasa? Jadi kau? Katakan Sakura. Apa si paman berkumis dan bibi matre itu yang melakukan ini padamu? Sungguh biadab mereka, sudah menyuruhmu bekerja tanpa kenal lelah mereka masih belum puas juga sampai-sampai melukaimu." Talita tak bisa terima dengan apa yang ada di hadapannya sekarang sahabatnya sangat tak berdaya di balik tangisannya itu, tapi Sakura hanya menggelengkan kepalanya sambil menjauh dari Talita dan menatap keluar jendela.

"Mungkin mereka selalu membuat hidupku menderita, tapi mereka takkan tega melakukan ini padaku. Percayalah, mereka hanya gila harta. Talita, apa kau berjanji tidak akan mengatakan kepada siapapun tentang ini?" Sakura membelakangi Talita dan menatap hujan yang turun begitu deras di luar sana. Talita tak menjawab pertanyaan Sakura. "Talitaa?? Kau serius tidak ingin tahu siapa yang melakukan ini?" Tanyanya lagi.

"Kakak mu yang melakukannya..."

Ucapan tiba-tiba itu membuat ia menoleh dengan cepat ke arah Talita yang kembali memegang ponselnya dengan gemetar dan air mata yang menetes begitu saja.

Astaga jangan-jangan kakak mengirimkan pesan lagi padaku.

Pikiran Sakura pun melayang-layang. Rasanya ia sudah tak mau tahu lagi dengan semua ini.

"Aku lelahhhhhh" Kata Sakura sambil menjatuhkan tubuhnya perlahan dan bersandar di dinding kamar, ia memeluk lututnya dan membenamkan tangisannya. Ia sudah terlalu lelah dengan semuanya.

Ibu, kenapa ibu tidak ikut mengajak ku pergi ke surge sekalian? Kenapa ibu tega meninggalkan aku hidup seperti ini di dunia. Aku sendirian bu, sendirian dan aku sangat menderita. Apa ibu disana tidak menangis melihat aku seperti ini? Bu, aku mohon ajak aku pergi bersama ibu, aku sudah benci dengan dunia ini. Tuhan, aku mohon cabut nyawaku sekarang. Kenapa kakak tak membunuhku sekalian saja agar aku bisa bersama ibu disana. Ibu, aku butuh ibu sekarang meskipun hanya sebuah pelukan

Sakura memejamkan matanya, ia benar-benar berharap bisa merasakan kehadiran ibunya disini. Kesedihan berujung frustasi rasanya menemani malam yang dingin ini. Sekali lagi Sakura menangis di sertai luka ditubuhnya.

"Sakuraaa..." Tiba-tiba Sakura merasakan pelukan hangat dari seseorang. Pelukan yang sangat khas, rasanya begitu hangat. Pelukan yang selalu ia rindu-rindukan, bebannya seakan terobati jika mendapatkan pelukan seperti ini.

Semakin ia resapi, ia semakin sadar. Pelukan hangat dan penuh belas kasih ini bukan pelukan dari ibu, melainkan pelukan Talita, pelukan yang rasanya hampir sama dengan pelukan ibunya. Mungkin saja tuhan menganugerahkan pelukan yang hangat seperti itu juga pada Talita agar Sakura tidak merasa kesepian meskipun ia telah kehilangan orang yang sangat menyayanginya. Meskipun begitu ia harus menerima kenyataan, bahwa hidupnya sungguh pahit.

Sakura membuka kedua matanya, dan melepaskan pelukan Talita. Sakura menatapnya sambil tersenyum. " Terima kasih Talita" ia menatap Talita sambil tersenyum meski matanya sembab.

"Kau adalah orang hebat dan bodoh, Sakura" Talita mengusap pundak Sakura "Kau bodoh, kenapa kau menyimpan semuanya sendiri? Padahal kau bisa meneritakannya padaku. Tapi... hahhhh, kenapa kau begitu hebat melewati ini semua, kalau aku mungkin sudah bunuh diri." Ujar Talita sambil mengusap air matanya.

Sakura hanya tersenyum melihat tingkah sahabatnya. 

Dia tak tahu saja. Beberapa detik yang lalu aku ingin cepat-cepat mati, mungkin jika tidak ada dia sekarang aku sudah benar-benar mati.

***

Talita PoV

Tak ku sangka sahabat yang sudah berteman lama denganku ini mengalami begitu banyak luka, dan parahnya tak ada yang pernah mengetahuinya dan malam ini seakan menjadi saksi bahwa aku orang pertama yang mengetahui hal yang sangat ia rahasiakan ini. Dia memang cengeng tapi setiap air mata yang keluar dari matanya sangat tulus. Ia tak pernah menyembunyikan apapun dariku, jika dia melakukannya pasti tak lama aku akan mengetahuinya. Yaa, seperti saat ini.

Hidupnya berubah ketika ibunya meninggal 3 tahun yang lalu karena penyakit gagal ginjal. Semenjak itu hidupnya jauh lebih tegar, ia hanya tinggal dengan ayah dan kakak laki-lakinya di sebuah rumah yang tak jauh dengan rumah ku. Yaa, kami saling mengenal karena kami bertetangga dulunya.

Tapi tak lama setelah ibunya meninggal, ayahnya kembali pergi meninggalkan mereka entah kemana dan sampai sekarang ia tidak pernah menampakan batang hidungnya lagi.

Aku sudah bisa membayangkan bagaimana penderitaan yang ia rasakan. Kakaknya biadap sekali, ia kerap menyiksa Sakura jika ia bekerja lamban dan berlaku ceroboh. Sekalipun hanya karena hal sepele kakaknya tak akan segan memecutnya dengan ikat pinggang atau benda lain untuk memukulnya. Liciknya, dia tak pernah melukai bagian wajah.

Di depan paman dan bibinya dia bersikap sangat manis kepada Sakura, padahal dia orang yang sangat jahat. Pergaulannya dengan pembalap motor liar sudah melampaui batas, sampai sekarang Sakura tidak tahu mengapa kakaknya selalu bersikap seperti itu padanya, padahal dia sudah berusaha sebaik mungkin dan selembut mungkin dengan kakaknya. Kalaupun Sakura melakukan kesalahan itupun karena hal sepele yang wajar dilakukan makhluk yang tak sempurna.

Aku rasa kakaknya itu mengidap gangguan jiwa, adik kandung sendiri di perlakukan seperti itu. Aku geram sekali melihat kelakuan kakaknya, tapi Sakura melarangku untuk ikut campur. Apalagi kalau sampai mendatangi kakaknya, ia menjelaskan jika kakak biadapnya itu tak segan melukai Sakura lebih dari ini jika ada orang lain yang mengetahuinya. Itulah alasan kenapa Sakura menutupinya, ia terlalu takut. Yaa, hari-harinya dipenuhi ketakutan dan hanya terperangkap dalam kehidupan kelam ini.

Tentu aku tak mau itu terjadi, tapi bagaimana tuhan? Sahabatku harus hidup seperti ini setiap hari, sementara aku disini hidup di sanjung. Di berikan semua, orang tua ku lengkap dan semua mendukungku. Aku tak dapat melakukan apapun untuk Sakura, meskipun aku sangat ingin melindunginya.

Tak terasa air mata ini menetes melihat Sakura akhirnya dapat tidur dengan nyenyak di tempat tidurku. Sungguh gadis Jepang yang lugu, kenapa orang seperti kau harus jauh-jauh datang ke negera orang dan mengalami banyak penderitaan disini.

Your Medicine (End)Where stories live. Discover now