CAM (2)

696 63 0
                                    

*JUSTIN'S POV*

Udah 3 hari Cam ngga masuk sekolah, dia sakit, tapi gue gatau sakit apa. Gue sampe ditanyain guru-guru kenapa dia ngga masuk-masuk. Duh, Cam, kemana aja sih lo.

Tiba-tiba pintu kelas diketuk. Kebetulan gue duduk deket pintu, jadi gue yang bukain. And you know what? Ternyata si cewe yang mirip mantan gue udah berdiri di depan gue. Dia keknya kaget liat gue.

"Kenapa?" tanya gue datar.

"Ehm, I want to tell you that Cam can't go to school until Monday. He..." kata-katanya terputus.

"He what?" tanya gue. Masih dengan nada galak.

"He..*sigh* He has cancer, brain cancer, and he's hospitalized." katanya dengan raut sedih.

"What the fuck?! He has cancer? Tell me where's he now!" kata gue panik. Cam? Kanker? Oh My Godness.

"He's in Columbia Hospital. Room 177." katanya.

"Oh My Godness. Uh, okay, thanks for the information." kata gue awkward. Gue ngga bisa bersikap judes lagi. Dia ngangguk, lalu pamit.

Gosh. My bestfriend. Cancer. I just can't handle it.

[skip]

Pulang sekolah gue langsung ke rumah sakit. Gue cari ruang 177. Gue kaget waktu liat Cam terbaring lemes. Dia lagi disuapin makanan. And you know what? Dia disuapin sama cewe yang mirip mantan gue!

Banyak pertanyaan yang masih berputar-putar di benak gue. Kenapa dia bisa deket sama cewe itu? Apa mereka sodaraan? Atau jangan-jangan mereka pacaran? Ah, semua ini bikin gue pusing.

"Justin." kata Cam waktu dia liat gue. Si cewe juga ngeliat gue. Gue jadi awkward.

"Cam. Lo kenapa? Kok lo ngga bilang kalo lo di rumah sakit?" tanya gue. Berusaha ngga to the point dengan masalah "kanker"-nya. Muka Cam berubah kecut. Dia menghela nafas.

"Gue, gue ngga tau kenapa ini terjadi sama gue. Gue ngga pernah ngerasain keanehan apapun selama ini. Gue ngga tau harus gimana setelah dokter.." dia diem lalu nunduk. Keknya dia mulai terisak. Gue nyamperin dia, tepat di sebelah cewe itu.

"Gue kena kanker otak, Tin." katanya lalu tangisnya buyar. Cam, yang selalu ketawa, ngga pernah marah, ngga pernah ngeluh walaupun dia sakit, sekarang dia nangis dalam kesakitan.

"Kak Cam." kata cewe itu lalu megang tangan Cam. Dia nenangin Cam dengan cara yang sama persis kek mantan gue waktu nenangin gue yang emosi. Gue baper. Di sisi lain gue ngga nyangka dia bisa kek gini.

Setelah Cam tenang gue mulai ngajak dia ngobrol lagi.

"Hey, Cam. Bro, jujur gue sedih dan kaget banget waktu..." gue berhenti dan ngelirik cewe yang mirip mantan gue itu karena gue gatau namanya.

"Brooke. Brooklyn." kata Cam. Oh, ternyata namanya Brooke.

"Ya, Brooke dateng ke kelas dan ngabarin gue tentang lo. Jujur gue kasian banget sama lo, Cam. Tapi, gue akan berusaha bikin lo sehat lagi. Apapun caranya. Lo sahabat gue, Cam. Dan, dan gue ngga mau kehilangan lo. Kita harus tetep sama-sama. Oke? Pokoknya lo harus janji sama gue, kita bareng-bareng usaha biar lo sehat lagi. Oke?" support gue.

Cam menghela nafas panjang lalu ngangguk. Dia bener-bener kek orang putus asa. Si Brooke masih nenangin Cam. Gue jadi sedih.

"Ah, udah, Cam, percaya deh sama gue. Lo bakal sembuh secepatnya." kata gue.

"I hope so. Thank's bro. You're awesome." katanya.

[skip]

Sekitar jam 7 malem Brooke pamit pulang. Tinggal gue sama Cam di sana. Gue berusaha nanya tentang Brooke.

"Eh, Cam, lo kok bisa kenal dia sih?" tanya gue penasaran.

"Siapa? Brooke?" tanyanya. Gue ngangguk.

"Hmm, ya gitu lah. Lol. Gue lagi ngga mood cerita." katanya.

"Pft.. Kalian pacaran?" tanya gue.

"What? Engga lah. Kenapa sih emangnya? Kepo amat. Jangan-jangan lo mulai suka ya sama Brooke?" tanya Cam mengintrogasi.

"Dih. Engga, ew, makasih. Gue udah muak." kata gue.

"Jangan gitu. Lol. Ntar lo suka lagi." katanya.

"Engga, ih, ogah gue. Lo aja kali yang suka sama dia." kata gue.

"Engga, lol." katanya.

"Pret. Gini ya, kalo lo sampe suka sama dia, lo harus traktir gue pizza. Oke?" kata gue.

"Kalo lo yang suka duluan berarti lo yang traktir gue. Deal?" katanya.

"Oke. Lagian gue gabakal naksir dia." kata gue optimis.

"Bener ya? Gue pegang kata-kata lo." kata Cam. Lalu kita salaman. Lol. Lumayan lah buat ngehibur dia di masa kritis.

Is It Too Late Now To Say Sorry? // Justin Bieber & Ariana GrandeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang