*BROOKE'S POV*
"Hey, girl." kata seseorang di sebelah gue tiba-tiba. Gue abis pulang sekolah dan masih berkutat dengan traffic light yang keknya ngga mempersilahkan gue untuk nyeberang. Gue noleh dan menatap laki-laki itu. Keknya dia seumuran gue dan gue agak familiar sama wajahnya. Tapi gue gatau siapa.
"Ehm, who are you?" tanya gue.
"Me? You don't know me? Ahahahah.." dia ketawa kenceng. Keknya dia gila deh. Gue horror sendiri. Tiba-tiba dia ngedeketin gue lalu berusaha nyentuh tangan gue. Gue menghindar. Dia berusaha nangkep gue. Sekitar 3 detik kemudian lampu pejalan berubah hijau, gue ngibrit jauh-jauh dari tempat itu. Ngga lama setelah gue rasa gue aman, hujan turun. Sialnya gue gabawa payung. Akhirnya gue berteduh di sebuah halte.
Sendirian. Kedinginan. Ketakutan. Ya, itulah gue sekarang. Gue basah kuyup dan sekarang gue mulai menggigil. Beberapa saat kemudian ada cowo yang ikut berteduh. And guess what? Dia Kak Cam. Kami sama-sama kaget waktu ngeliat satu sama lain. Tapi dia langsung mengalihkan pandangan ke jalan raya.
Gue lama-lama gatahan dan memutuskan untuk jalan pulang walaupun hujan masih belum reda.
Air hujan bikin gue pusing, apalagi ditambah pikiran-pikiran tentang tugas, dan, ya, tentang Kak Cam juga.
Gue memutuskan untuk berhenti sejenak karena gue udah sempoyongan. Gue berteduh di teras sebuah cafe yang tinggal beberapa blok dari rumah gue. Sebenernya gue pengen cepet-cepet sampe rumah, tapi gue takut pingsan di jalan. Lol.
"Brooke, kok lo lemah banget sih?" pikir gue.
"Aku tau kamu nggatahan air hujan." kata seseorang. Wtf. Kak Cam udah berdiri di deket gue. Dia juga basah tapi ngga sebasah gue karena dia pake hoodie. Gue berusaha tenang dan tetep diem.
"You can't deny it." katanya lagi. Gue cuma menghela nafas lalu mulai jalan lagi. Tiba-tiba tangan gue ditarik Kak Cam. And, he's fuckin' huggin' me so tight! Gue berusaha ngelepasin diri. Tapi pelukannya terlalu kenceng dan ototnya terlalu kuat. Akhirnya gue diem.
"Hey, you know what? Ternyata ngga ngobrol sama kamu seminggu tiga hari itu lebih berat daripada ngerjain 50 soal tes kimia." katanya masih sambil memeluk gue erat.
"Hft. Just let me go." kata gue.
"No, I won't." katanya lalu mempererat pelukannya.
"Argh. I can't breathe." rengek gue.
"Oh, oops, sorry." katanya lalu ngelepasin gue, tapi dia masih nahan tangan gue.
"I just wanna go home." rengek gue lumayan keras. Gue langsung nutup mulut waktu gue sadar orang-orang di cafe ngeliatin gue dan Kak Cam.
"Ssh. Iya, iya, jangan nangis plis. Aku anter pulang deh. Ya, adek kecil?" katanya.
"Ngga lucu! Lepasin!" kata gue. Kak Cam geleng-geleng.
"I wanna go home. Please, just let me go." sekarang gue nangis. Kak Cam langsung ngelepasin genggamannya, tapi tiba-tiba dia ngegendong gue. Gue masih terisak dan ngga punya tenaga untuk memberontak. Akhirnya gue biarin Kak Cam gendong gue pulang.
Sampe di depan rumah gue dia langsung buka gerbang dan nurunin gue di teras. Gue ngga bisa nahan isakan gue. Air mata gue ngga bisa dibendung lagi.
Kak Cam ngebuka tas gue dan berhasil nemuin kunci rumah gue. Dia langsung ngebuka pintunya. Setelah pintu kebuka dia langsung gendong gue kilat lalu nurunin gue di sofa.
"Oh, Brooke, please stop crying. Okay, I know I was wrong. And I just want to say sorry. Will you accept my apologize?" katanya memohon. Gue pengen nangis lagi.
"Uh, plis jangan nangis terus. Brooke, aku nggamau kamu sakit." katanya. Gue ngehapus air mata gue yang terus-terusan keluar.
"Sorry." kata gue.
"Engga, engga, kamu ngga salah. Aku yang salah." katanya.
"Aku." kata gue.
"Ssh, udah, udah lupain aja. Jangan nangis, Brooke." katanya. Tangis gue tinggal sesenggukan. Gue berusaha ngatur nafas.
"Nah, gini ya, pokoknya aku minta maaf karena aku terlalu maksa kamu kemaren. Dan aku harap kamu masih mau ngobrol, hangout, dll. sama aku, Brooke." katanya. Gue menghela nafas panjang. Sebenernya gue kasian sama dia.
"Hmh. It's all my fault. I know that. Uh, can we just stop talking about this?" tanya gue putus asa.
"Okay, okay. We won't talk about it anymore." katanya.
"Thanks." kata gue. Tiba-tiba dia ngeringin rambut gue pake handuknya.
"Tenang aja. Tadi gaada basket, jadi handuknya belum aku pake." katanya.
-----------------------------------------------------------
Okay guys, udah sampe chapter 8 aja nih. Gimana menurut kalian? Semakin tertarik atau semakin bosen sama ceritanya? Komen aja gapapa kok sekalian kasih saran ;) Siapa tau bisa gue perbaiki biar jadi lebih bagus lagi XD Oke?
-----------------------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Is It Too Late Now To Say Sorry? // Justin Bieber & Ariana Grande
Fanfictionyou'll never know the person you hate the most can be the person you love the most at the end