*BROOKE'S POV*
Berangkat? Engga? Berangkat? Engga? Berangkat? Argh. Gue bingung. Sahabat gue, Abigail, nyuruh gue buat ikut ke LA, tapi gue ngga yakin. Gue udah jenuh mikirin Kak Cam.
"Hmm, gini deh, gimana kalo lo dateng ke LA setelah mereka, jadi lo kek bikin surprise gitu, buat Kak Cam, waktu dia main, lo bawa deh tuh apaan kek tulisan apalah supaya Kak Cam tau lo ada di sana." katanya.
"Hmm.. leh ugha sih. Tapi beneran gue gapapa ke sana?"
"Ya gapapa lah, tujuan lo kan buat support Kak Cam, bukan gangguin Kak Justin. Semua orang juga punya hak kali." katanya.
"Ehm, yaudah deh. Gue ke sana." jawab gue masih agak ragu.
"Yass, that's my girl." kata Abigail.
[skip]
"Argh!" ada suara teriakan di telfon.
"Ehm, what was that?" tanya gue ke Kak Justin yang tiba-tiba telfon gue.
"Uh, it was Cameron. I think he's in bad condition right now. Uhm, I can't handle him, srsly, I need your help." katanya. Bad condition? OMG kenapa lagi?
"Is he sick again?" tanya gue.
"No, no, he isn't. He's like, uhm, I think he's overthingking."
"Uhm, okay I'll help you, where are you now?" tanya gue.
"I'm in my class."
"Oh okay, see you in 5 minutes."
"Okay."
Gue buru-buru ke kelas Kak Justin. Duh, kenapa lagi sih, Kak Cam? Can u just stop making me worry about you? I'm so exhausted.
Sampe di kelas mereka, gue langsung nyamperin Kak Justin.
"What's the problem?" bisik gue. Kak Cam lagi duduk di pojok sambil ngacak-acak rambutnya.
"I don't really know what's the reason." katanya. Gue menghela nafas panjang sambil liat Kak Cam. Setelah Kak Justin keluar supaya gue lebih bisa ngobrol leluasa, gue nyamperin Kak Cam.
"Kak?" panggil gue. Dia kaget ngeliat gue."
"B-Brooke? Hey, sorry, idk that you're here. What's wrong? Are you okay?" tanyanya. Gue gasuka caranya nutupin perasaañya deh.
"Harusnya aku yang tanya ada apa sama Kakak *sigh*, kenapa Kakak jadi stress gini?" tanya gue, berusaha sabar.
"Hah? Stress? Engga, aku ngga stress kok, lagi banyak pikiran aja." katanya mengelak. Gue capek.
"Hft, udah deh Kak, dokter kan juga udah nyuruh Kakak ngilangin pikiran-pikiran yang gapenting, jadi mending kakak ikutin aja saran dokter. Kalo kakak gamau, kapan sembuhnya?" kata gue. Lama-lama gue capek.
"Eh, iya, jangan marah, please, Brooke. Iya aku ngga overthingking lagi, kok. Aku janji." katanya. Keknya dia takut ama gue.
"Engga, aku ngga marah, aku cuma ngga mau Kakak tertekan aja." kata gue.
"Hm, iya aku usahain kok, jangan marah ya, Brooke." mohonnya.
"Hft, iya. Pokoknya, kalo sampe aku liat Kakak stress kek gini lagi, kakak bakal tau akibatnya."
"Iya, iya, Brooke." katanya.
"Hmh, ya udah, yang gapenting gausah dipikirin, oke?" kata gue.
"Okay." katanya.
"Ya udah, aku balik lagi ya." pamit gue. Dia mengiyakan.
Di luar kelas gue udah dihadang Kak Justin.
"Gimana? Kok ngga teriak lagi? Kamu pake cara apa?" cerocosnya.
"Hm, beres deh pokoknya, aku ancem dia supaya dia ngga overthinking lagi."
"Hmm, oke deh bagus, bagus. Thanks ya." kata kak Justin lalu senyum. Gue balik senyum lalu pamit ke kelas gue lagi.
-----------------------------------------------------------
sorry for the late post guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
Is It Too Late Now To Say Sorry? // Justin Bieber & Ariana Grande
Fanfictionyou'll never know the person you hate the most can be the person you love the most at the end