Sejak pertemuan mereka hari itu, Ronnie sudah tidak pernah lagi muncul di hadapan Ribka. Sejujurnya Ribka merasa sangat lega namun berbeda dengan Arvio yang masih saja tidak percaya bahwa pria itu mundur secara teratur. Arvio terus mendesak Ribka untuk pindah. Namun Ribka menolak. Ia sudah nyaman di kostnya yang sekarang. Apalagi ada sahabatnya Kayla disana. Sekeras apapun Arvio mendesaknya, Ribka tetap menolak. Hingga akhirnya Arvio menyerah dengan syarat Ribka harus rutin menghubunginya dan jujur jika Ronnie menemuinya lagi.
Malam ini Ribka sedang memasak di tempat Arvio sekaligus menyambut kedatangan Arvio yang baru pulang dari Sulawesi kemarin. Arvio memang sering berpergian keluar kota. Bahkan ia bisa stay 1-2 minggu di sana. Dan setiap Arvio pulang Ribka pasti meluangkan waktunya untuk memasak atau minimal menghabiskan waktu berdua.
"Flowy, Besok aku harus berangkat ke NTT." Ucapan Arvio langsung menghentikan gerakan Ribka yang sedang mengaduk sayur yang ditumisnya.
"Kamu bilang apa tadi??"
Sebenarnya Ribka mendengarnya dengan jelas namun rasanya ia tidak menerima kenyataan itu. Arvio menghela napas berat. Ia sendiri juga berat mengatakannya.
"Besok...Aku harus ke NTT."
Pranggg.....
Arvio terkejut saat Ribka melempar spatula yang ia pegang tadi. Ribka lalu mematikan kompor dan membuka celemek yang ia kenakan.
Arvio yang masih terkejut hanya diam. Tanpa bicara apapun Ribka mengambil tas dan blazer yang tadi ia lepas lalu berjalan menuju pintu keluar. Melihat hal itu, Arvio langsung mengejar Ribka yang sudah tiba di pintu.
"Flowy, tunggu." Cegah Arvio sambil memegang tangan Ribka.
Arvio membalikan tubuh Ribka, namun Ribka malah memalingkan wajahnya tidak ingin menatap Arvio. Bukan karena benci, hanya saja Ribka mencoba menahan emosinya saat ini. Ia yakin pertahanannya akan jebol jika memandang wajah pria yang ia cintai itu.
"Flowy...Please lihat aku..." Namun Ribka tetap memalingkan wajahnya.Arvio lalu memalingkan wajah Ribka dengan tangannya, namun Ribka tetap menghindari tatapan mata Arvio itu.
"Flowy..."
Panggilan itu menambah rasa sakit di hati Ribka. Ribka mengepalkan kedua tangannya. Ia harus menahan emosinya saat ini. Ia tidak ingin menjadi wanita yang egois.
"Flowy...Please..Lihat aku, sayang...." Ucap Arvio dengan nada memelas.
Seketika pertahanan Ribka jebol. Air mata mengalir dari mata hitamnya. Arvio yang terkejut melihat air mata Ribka langsung melepaskan kedua tangannya dari wajah Ribka. Ribka langsung menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Wajahnya menjadi panas, bukan karena udara. Tapi desakan emosi dan air mata yang ia tahan.
"Flowy...Maaf..." Ucap Arvio lirih. Ia tahu Ribka pasti merasa kesepian karena ia jarang stay di Bali.
"Gak ada yang perlu dimaafin. Bukankah kamu pergi untuk kerja..." Ribka mencoba menutupi emosinya dengan senyuman. Sebenarnya hatinya ingin berteriak kencang bahwa ia marah. Tapi ia tidak ingin hubungan mereka berantakan hanya karena keegoisannya.
"Maaf..." Gumam Arvio lagi.
Ucapan Arvio itu malah menambah sakit di hati Ribka. Maaf? Ribka tidak butuh ucapan itu. Yang ia butuhkan adalah Arvio yang selalu disampingnya, Arvio yang selalu mengantar jemputnya, Arvio yang selalu mengajaknya sarapan dan makan malam.
"Bo, Arvio...Kamu gak perlu minta maaf. Kamu gak salah apa-apa kok." Ucap Ribka sambil memaksakan untuk tersenyum.
Arvio menyadari betul bahwa Ribka tersenyum dengan terpaksa. Ia tidak tega melihatnya. Tapi apa daya, ia juga memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan. Sebagai seorang pemimpin tertinggi yang menaungi Bowman Group Indonesia, ia memiliki jadwal kerja yang cukup padat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Size of Love
RomanceRibka Deviano seorang gadis berumur 24 tahun yang memiliki tubuh ekstra. Dengan tinggi 160 cm dan berat badan 90kg, ia tetap percaya diri. Tiga prinsip yang ia pegang di dalam hidupnya: 1. My first boyfriend=my last boyfrien...