Chapter 6: She Will Be Loved

661 91 18
                                    

Dear Lita Wardah, my bestie.

Cerita ini gue dedikasikan buat dia, sahabat gue yang udah mau kasih saran dan kritik di cerita ini. Selama lo curhat tentang si doi yang notabene sahabat lo itu, gue jadi terinspirasi banyak hal untuk cerita ini. Thanks juga atas cerita cinta dunia nyata lo yang sempat jadi inspirasi buat beberapa part di cerita ini. Waktu gue kasi liat rancangan sinopsis cerita ini ke lo sebelum gue posting, lo nya galau abis karena malah ngingatin lo sama si doi, aduh jadi ngakak ngingat tragedi pengakuan lo lit.  Maaf kalo cerita friendzone lo tertuang di dalam sini, seenggaknya gk sama persis lah ya wkwkwk sorry loh Lit^^ keep moving on Lita....

***

Tau buah opium?

Opium, buah candu yang membuat siapa saja yang memakannya akan kecanduan untuk mencobanya lagi. Salah satu buah yang menjadi bibit dari pembuatan narkoba karena di dalamnya mengandung berbagai jenis zat narkotika yang bisa membuat pemakai merasa ketergantungan.

Sama seperti dia. Dia bagaikan candu bagiku entah bagaimana cara kerjanya, otak, tubuh dan hatiku selalu saja ingin berada di dekatnya, ingin memperlakukannya dengan manis, ingin memanjakannya. Meski hanya sekedar melihat senyumnya atau mendengar kicauannya itupun sudah menjadi kesenangan tersendiri. Dia terlalu sempurna untuk tidak dicintai, terlalu sempurna untuk disakiti dan dia terlalu sempurna untuk kumiliki.

Selamanya hal ini tidak akan berubah. Label sahabat tidak akan bisa berubah menjadi label kekasih.

"Hei..."

Seseorang menepuk bahuku membuatku terbangun dari lamunanku dan menengadah pada asal suara itu.

"Oh hai..." Aku menyapa balik. Yang disapa tersenyum lalu duduk di sampingku dan menyilangkan kakinya khas wanita feminin.

"Kita sekelompok kan ditugas fisika bangunan dari Mr.Dylan?"

Aku mengingat-ingat kejadian tadi ketika berada di kelas fisika bangunan Mr. Dylan dan oh ya aku baru ingat kalau aku sekelompok dengannya.

Aku mengangguk sebagai jawabanku.

"Boleh aku minta nomormu? Siapa tau suatu saat aku butuh untuk mengerjakan tugas kita."

"Oh ya tentu saja."

Aku memberikan nomor ponselku padanya lalu ia menelponku untuk memastikan bahwa panggilannya sudah masuk.

"Akan ku save nomormu sebagai..." Aku menggantung kalimatku untuk menanyakan nama yang tepat untuk kontaknya.

"Ve, tulis saja Ve."

Ya. Ve. Veronica, salah satu gadis dari segelintir wanita di jurusan arsitektur. Heran saja kenapa dia tertarik dengan bidang arsitektur padahal dia seorang wanita dan wanita di jurusan arsitektur pun bisa dihitung dengan jari.

"Okay. Thanks, David." Ucapnya sembari beranjak dari kursi di sampingku dan melangkah pergi.

"Eng...Ve..." Panggilku yang sukses menghentikan langkahnya dan berbalik menghadapku.

"Kapan kita bisa mulai bicarakan mengenai penelitian kita?" tanyaku.

"Kapan saja kamu bisa."

"Kalau begitu, bagaimana kalau besok sore di Visca kafe?"

"Boleh. Jam 4 sore ya."

"Baik."

Ve kembali melangkah pergi meninggalkanku.

Untuk mengisi waktu luang selagi menunggu kelas selanjutnya, aku membuka kameraku dan melihat koleksi-koleksi fotoku. Kebanyakan sih foto-foto desain bangunan dari tugas-tugas kuliah. Ah ya, ini memang kamera khusus untuk foto-foto arsitektur ku. aku kembali merogoh tasku dan menemukan sebuah kamera lagi dengan ukuran yang lebih minimalis dari yang satunya.

17 Reasons I Love Autumn [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang