Chapter 32: Thames River

479 46 10
                                    

Hari yang cerah di musim gugur tepat jam lima sore ia memasuki ruang siarannya dengan senyum bahagia terpatri di wajahnya. Rasanya sudah lama ia tidak berada di ruangan ini dan bermonolog di depan microphone-nya setelah beberapa tahun terakhir memilih vakum dari dunia yang dulu sempat membesarkan namanya karena kisah cinta dari sepasang sahabat yang sering ia bawakan dulu.

Kini ia kembali dengan topik lamanya namun dengan kisah yang baru karena pada akhirnya mereka kembali.

"Selamat sore para pendengar setia Wonderful Radio. Kembali lagi bersamaku, Adrian Rush. Tentu kalian pasti merindukan aku ya, karena sudah dua tahun aku vakum siaran. Dan sepertinya sudah lama sekali aku tidak membahas tentang kisah satu ini. Ya, kisah tentang dua sahabat yang terjebak dalam rumitnya sebuah friendzone. Tujuh tahun lalu, gadis itu pergi ke California untuk mengejar impiannya sebagai dokter.

"Setelah kepergian gadis itu, hidup si pria satu ini jadi berubah, menurutnya tidak ada lagi yang spesial dalam hidupnya, semua terasa datar dan setiap detiknya ia gunakan untuk memikirkan gadis itu. Hingga akhirnya tiga tahun setelah kepergian gadis itu, dia tersadar bahwa hidupnya tidak hanya tentang sang gadis tapi, ia ingat sebuah amanat bahwa ia harus menggapai impiannya juga seperti gadis yang sudah mengorbankan perasaannya itu demi impiannya. Dengan begitu, tiga tahun kemudian, pria itu memutuskan terbang ke suatu belahan bumi lainnya untuk mengejar impiannya, juga."

Adrian terdiam sejenak sambil mengetuk-ketukkan jemarinya di meja seraya memperhatikan seseorang di kafe seberang jalan melalui jendela kaca di samping kirinya. Dari dalam sini ia bisa melihat gadis yang sedang duduk di kafe seberang sana itu sedang terpekur menatap layar laptopnya dengan earphone yang menyumbat kedua telinga gadis itu.

Pasti dia sedang melihat video itu lagi, entah untuk yang keberapa kalinya. Batin Adrian sambil tersenyum miris.

"Tapi, setelah hujan badai selama ini, akhirnya pelangi itu muncul juga. Sahabat yang sudah kami tunggu-tunggu empat tahun terakhir, akhirnya ... kembali." Adrian tersenyum lebar sambil melirik ke seberang jalan, lagi.

"Untuk melengkapi hari bahagia di musim gugur kali ini, aku akan putarkan sebuah lagu dari Westlife berjudul My Love."

***

Suara derit pintu terdengar ketika pria itu menekan knop pintunya, kemudian mulai melangkah masuk ke dalam ruang praktik dokter tersebut. Pria itu sedikit merapikan jas yang ia kenakan seraya melangkah menuju meja dokter.

"Silahkan duduk," ucap dokter tersebut yang masih mempersiapkan alat-alat kerjanya.

Pria dengan jas khas setelan orang kantoran itu pun mengangguk lalu duduk dengan santai sambil menunggu sang dokter bersiap, seraya memperhatikan sekeliling ruangan. Nuansa putih khas ruangan dokter dengan aroma kental alat-alat kedokteran dan juga aroma obat-obatan itu begitu mendominasi ruang pernapasan pria tersebut yang membuatnya merasa begitu nyaman.

Dengan langkahnya yang anggun, dokter tersebut mendatangi pasiennya dengan sapaan ramahnya. "Selamat sore," ucapnya lembut tidak lupa dengan senyuman ramah yang terpatri di bibir mungilnya.

Si pasien yang baru saja mengalihkan pandangannya itu pun sedikit memicingkan matanya menatap dokter cantik yang berada di hadapannya itu. Seperti ada gejolak aneh di dalam sana, pasien itu merasakan sesuatu di dalam dada bidangnya berdebar melebihi ritme normal melihat sosok yang familier di depannya. Tidak jauh berbeda dari si pasien, ekspresi wajah sang dokter pun kini berubah saat melihat pasien yang sedang duduk di depannya itu, namun cepat-cepat ia menetralisir keadaan sebelum suasana berubah semakin canggung.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya sang dokter, membuat pasien itu tersadar dari lamunannya yang terus memperhatikan setiap inchi dari wajah sang dokter.

17 Reasons I Love Autumn [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang