Chapter 5: This I Promise You

759 123 22
                                    

"Seharusnya aku yang bertanya. Sekarang, jelaskan padaku kenapa baru pulang jam segini dan tidak memberi kabar?"

Ini benar-benar menyeramkan. Sepertinya Adrian tidak bisa berkompromi saat ini. Ya Tuhan, dia terlalu overprotective, padahal aku sudah pulang dengan selamat, kenapa masih dipermasalahkan?

"Sebaiknya kita masuk Ian, di sini dingin."

"Ck." Adrian memutar bola matanya kemudian beranjak dari posisinya lalu berjalan mendahuluiku.

Sesampainya di ruang keluarga, Adrian menghempaskan bokongnya di sofa dan kembali memasang wajah penuh tanya. Aku mengikutinya dan duduk di sampingnya. Jika seperti ini, Adrian hampir sama galaknya dengan Ayah kalau sedang khawatir.

"Saat aku pulang, kakak sudah tidak ada di rumah, tidak meninggalkan pesan sama sekali. Aku menelepon tidak diangkat. Akhirnya aku menelepon David untuk menanyakan keberadaanmu dan dia bilang kakak sedang ada janji dengan seseorang. Aku tunggu saja di rumah tapi hingga jam segini belum pulang, aku telepon lagi malah tidak diangkat. Aku khawatir tau, A. "

A (baca: Ei) merupakan panggilan Adrian untukku diambil dari huruf depan nama Autumn. Aku sangat suka jika Adrian memanggilku dengan sebutan A, itu terdengar manis.

"Kak, dengar tidak?"

"Iya iya dengar. Lagipula aku sudah pulang dengan selamat, Ian."

"Bukan masalah pulangnya kak tapi...argh!"

"Iya iya aku mengerti kalau kamu khawatir sama aku. Maaf ya sudah membuatmu khawatir." Ku usap bahunya lembut siapa tau hatinya luluh, kan.

"Di rumah itu tidak ada siapa-siapa kak, aku hanya takut terjadi apa-apa padamu, kamu perempuan dan itu rawan. Belum lagi keluarnya bukan dengan David tapi dengan orang yang belum ku kenal, makanya aku tambah khawatir. Ini bukan sekedar amanat dari Ayah untukku menjaga seorang Autumn jika Ayah tidak ada di rumah tapi lebih dari itu. Kalaupun Ayah tidak beramanat aku juga akan tetap se-overprotective ini padamu. Ini masalah antara kakak perempuan dan adik laki-laki yang begitu menyayanginya. Aku bukan seperti adik laki-laki lainnya yang acuh tak acuh dengan saudaranya. Aku itu..."

"Iya iya aku tau kamu sayang padaku. Dan aku juga menyayangimu. Sudah ya mengomelnya, bagaimana kalau aku buatkan makan malam. Kamu pasti lapar kan?"

"A, aku bukannya mengomel tapi aku-"

"Aku mengerti Ian, tapi kamu pasti lapar kan? Sebaiknya makan dulu baru nanti lanjutkan lagi."

Aku beranjak, langsung pergi meninggalkan Adrian yang masih menggurutu di belakangku. Aku hanya tidak ingin menangis mendengarkan penjelasan Adrian tentang betapa sayangnya ia padaku, aku memang cengeng tapi siapa yang tidak terharu saat adik laki-lakinya mengatakan hal itu dengan blak-blakkan. Jarang-jarang seorang pria dengan mudahnya mengatakan hal itu. Adrian adik yang begitu manis. Dikala aku kekurangan kasih sayang dari Ayah dan Ibu yang terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka tapi Adrian selalu menghamburkan kasih sayangnya padaku, dia sangat mengerti. Sungguh aku terharu dengan sikapnya.

"A..." Teriaknya dari ruang keluarga.

"Iya?"

"Buatkan aku sup jagung ya."

"Iya, sayang..."

"Jangan memanggilku dengan sebutan sayang! Itu sangat menggelikan, A!"

"Kenapa, sayang?" Aku memberikan penekanan pada kata sayang agar terdengar jelas baginya.

"Hentikan!"

Sungguh aku tertawa di dapur mendengar teriakan Adrian. Dia tidak suka ku panggil dengan sebutan sayang, katanya ia merasa hal itu hanya berlaku bagi sepasang kekasih dan ia merasa geli jika aku yang memanggilnya seperti itu. Belum lagi dia pernah bilang nada suaraku saat memanggilnya sayang seperti wanita-wanita penggoda yang ada di bar. Entahlah, Adrian memang punya alasan-alasan aneh dan aku suka mengerjainya seperti ini.

17 Reasons I Love Autumn [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang