Chapter 11: Secret

521 70 20
                                    


Pukul 3 sore, ia sudah sampai di radio tempatnya biasa bekerja. Ya announcer. Dia seorang announcer di Wonderful Radio London. Hanya menyalurkan hobi menyiar disela-sela aktivitas yang lumayan padat dan membuat kepala pusing. Sekedar refreshing. Refreshing yang membawa rezeki, katanya.

"And I'm stuck in the friend zone again and again,"

"Mungkin kalian bingung mengapa aku membuka siaran hari ini dengan menyanyikan salah satu bait dari lagu heartbreak girl milik 5SOS." Ucapnya membuka siaran di Wonderful Radio London hari ini.

"Karena hari ini aku ingin berbagi sebuah cerita. Cerita tentang seorang teman. Seorang gadis lugu berumur 20 tahun yang terjebak friendzone dengan sahabat prianya. Bukan, bukan si gadis yang terjebak dalam zona tersebut namun si pria. Terkadang kata friendzone memang terdengar klise bagi segelintir orang. Namun bagaimana bagi yang merasakannya?

"Mereka sudah bersahabat sejak kecil. Saling melengkapi. Saling melindungi. Dan saling menguatkan satu sama lain. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa perasaan sekedar sahabat telah berubah menjadi perasaan yang lebih spesial. Salah satu dari mereka telah merubah perasaan tersebut. Dia tidak ingin tapi apa boleh buat jika hatinya yang berbicara? Semua orang terdekatnya tau tentang perasaannya tersebut tapi yang menjadi objek si pria tidak pernah peka akan perasaan pria itu."

Sang announcer terdiam sejenak. Menghela napas dan tersenyum tipis. Hanya tersenyum untuk dirinya sendiri. Meyakinkan diri bahwa ia senang membawakan topik satu ini.

"Kadang komitmen memang menghalangi perasaan namun hati tak bisa dibohongi. Sekuat apapun kamu berkomitmen menutupi perasaan yang tumbuh dan berusaha mundur tetap saja hatimu berkata 'maju saja meski itu pahit'.

"Baik. Akan kuputarkan sebuah lagu untuk menemani sore kalian. Jump then fall dari Taylor Swift. Enjoy your day."

***

Minggu pagi sekitar jam 10, Adrian sudah pulang ke rumah dengan back pack-nya yang lumayan besar. Biasanya jika sehabis pulang dari perjalanan jauh setiap orang akan menampakkan wajah kelelahan namun berbeda dengan Adrian, wajahnya malah berseri-seri dari hari sebelumnya. Trip bagi Adrian bagaikan body charge sehabis menjalankan rutinitasnya di kampus jadi tak heran jika sehabis perjalanan ia terlihat lebih bugar.

"A, aku merindukanmu." Adrian berlarian menuju Autumn yang sedang membawa susu hangat. Ia langsung memeluk kakaknya itu hingga tubuh Autumn terhuyung. Untung saja susu hangat yang ia pegang baik-baik saja.

"Ian! Kamu bau. Pasti belum mandi 3 hari ya?"

"Tau saja."

"Mandi dulu sana, jangan memelukku. Kamu sangat bau."

Bukannya menuruti perintah kakaknya tapi ia malah mempererat pelukannya. Anak satu ini memang menyebalkan namun sebenarnya Autumn juga merindukan Adrian. Sudah 3 hari Autumn kesepian di rumah tanpa adanya dia. Tanpa nyanyian bising dengan suara sumbang saat Adrian mandi. Ternyata suara jelek itu ngangenin, ya.

"Apa kamu makan dengan baik selama aku tidak ada?" tanya Adrian memegang kedua bahu Autumn dengan wajah cemas.

Plak! Autumn menampar pipi adiknya. Yang ditampar meringis kesakitan mengusap pipi merahnya bekas tamparan Autumn. Autumn terkekeh.

"Pertanyaanmu berlebihan. Tentu saja aku makan dengan baik, ada atau tidak ada kamu." Autumn mengerucutkan bibir lalu menyesap susu hangatnya.

"Mau?" tanyanya menawarkan susu hangat pada Adrian. Senyum Adrian mengembang. Autumn tau jawabannya.

"Okay aku buatkan-"

"Tidak usah, ini untukku saja. Kamu buat yang baru ya..." dengan lancang Adrian merebut gelas susu hangat milik Autumn dan langsung menegaknya.

17 Reasons I Love Autumn [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang