Chapter 2: New Boy

1.8K 176 74
                                    

Malam itu aku menyusuri Acacia street sambil mendengarkan musik melalui ipod milikku dengan membawa 4 paper bag berisi bahan-bahan makanan untuk persediaan seminggu kedepan. Gemma memang makhluk paling cerewet di dunia ini sesudah mendiang ibu, bisa bisanya malam seperti ini baru menyuruhku untuk membeli bahan-bahan makanan di supermarket dan ia tidak mau mendengar kalimat tolakan dariku, jika ia bilang sekarang artinya sekarang walau badai menerjang sekalipun. Dia memang kakak yang sangat kejam namun aku tetap saja mencintainya.

Aku mengedarkan pandanganku ke segala penjuru arah, menikmati terpaan dinginnya angin malam yang menerpa wajahku di kota London ini sambil melantunkan lagu dari ipodku.

Got a feeling that I'm going under
But I know that I'll make it out alive
If I quit calling you my lover
Move on

Lantunanku terhenti seketika saat aku mendapati sesosok gadis yang tampak familiar bagiku sedang duduk di ujung dermaga Sungai Thames dengan hoodie berwarna navy dan beanie senada dengan hoodie nya, ia tampak duduk memandang kosong ke arah hamparan luas sungai Thames sambil mengayunkan kakinya di dermaga. Bisa-bisanya gadis sepertinya malam- malam seperti ini berada di dermaga sendirian, apa yang sedang ia lakukan ? Tanpa pikir panjang aku berjalan ke arahnya dan langsung duduk di sampingnya. Dapat kulihat ia sedikit kaget saat mendapatiku tiba-tiba saja berada di sampingnya namun aku bisa melihat sebuah wajah yang tidak bersemangat lebih tepatnya wajah yang sedang lesu, lemas, aku bisa menebak ini adalah wajah seorang gadis yang tengah patah hati. Tidak usah mengatakan bahwa aku sok tau namun begitulah kenyataannya, aku pernah menemukan wajah seperti ini pada dirinya beberapa kali, jelas saja aku sudah cukup mengenalnya karena sudah 11 tahun kami selalu bersama, aku tau pasti gerak-geriknya walau dia tidak mengatakan sepatah katapun tentang kondisinya saat ini.

"Hei Dave, what are you doing here ?" Tanyanya dengan wajah pura-pura tersenyum lebar bagaikan tidak terjadi apa-apa padanya, dasar artis amatir.

"Seharusnya aku yang menanyakan hal itu padamu. Apa yang kamu lakukan disini ?" Aku menarik hoodienya hingga menutupi matanya.

"Ih !!!! Berantakan, David !!!!!" Autumn berteriak sambil menjitak kepalaku.

"Awww, sakit tauuuuu !!!"

"Makanya jangan memulai duluan."

"Sudah lah tidak usah pura-pura bahwa sedang tidak terjadi apa-apa padamu, kamu itu tidak pandai berbohong loh, jangan sok jago berbohong, actingmu jelek sekali, artis amatir."

"Kalau kamu kemari hanya untuk mengejekku sebaiknya kamu pulang saja."

"Baiklah aku akan diam dan menunggumu hingga kamu mau cerita padaku apa yang sedang terjadi padamu."

Autumn menatap ke arahku sebentar lalu kembali mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah selain ke arahku, melihat ke kedamaian Sungai Thames. Entah kenapa hatiku ikut sedih saat melihat wajahnya itu tampak sangat murung padahal aku saja tidak tau apa yang sedang ia ratapi. Dari kecil, dia memang sangat suka duduk sendirian, melamun dengan wajah sedihnya dan tempat favoritnya adalah dermaga ini, aku sangat sering melihatnya merenung di dermaga, entah hanya untuk menikmati keindahannya ataupun pada saat ia ingin menyendiri, tempat inilah tujuannya.

"Apa dermaga ini lebih bisa mengerti isi hatimu daripada aku ?"

Kembali dia menatapku sebentar namun kembali mengarahkan pandangannya ke arah lain.

"Kurasa kamu lebih sering datang kemari saat hatimu sedang kacau daripada datang menemuiku dan menceritakan segalanya. Aku tempat kedua yang kamu pilih untuk mendengarkanmu setelah tempat ini, atau mungkin aku tempat kesekian atau mungkin bukan tempat pilihanmu sama sekali."

17 Reasons I Love Autumn [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang