Revisi, 12/07/17
"Kalian tau? Apa doa pertama gue disaat bintang pertama jatuh?" Tanya Hafifah.
"Apa?"
"Gue minta Aurora."
Semua tercengang.
"Karena gue rajin baca dan suka menulis. Gue tau ini dari buku. Yaitu... Kalo misalkan kita menghitung bintang, kelipatan tiga belas pertama bintang pertama juga akan jatuh, dan itu berlaku untuk seterusnya. Sampai bintang-bintang selanjutnya." Tutur Hafifah.
"Tunggu... Kalo misalkan kita ngitung lagi bintang selanjutnya, di kelipatan ketiga belas selanjutnya juga bakalan jatuh lagi?" Ariska menyernyitkan dahinya.
"Yup. Tepat sekali."
"Ayo itung lagi!!!" Nissa langsung memekik girang.
Tiba-tiba Kak Irham datang. "Hey. Tendanya udah jadi. Ayo pada istirahat. Besok kita bakalan jalan lagi."
"Entar dulu Kak. Kita lagi cari angin disini."
"Nggak ada entar-entaran! Katanya pada capek. Tuh anak cowoknya pada udahan tidur di dalam tenda. Ayo cepat bubar! Atau kalian mau saya turunin pangkatnya."
Ancaman terakhir membuat semua langsung berlarian kecil kearah tenda. Dan mereka semua masuk ke dalam tenda yang gelap.
"Gelap banget deh."
"Iya tau. Gelap."
"Bukannya ada yang bawa lampu minyak?"
"Ah iya gue bawa!" Hafifah merogoh tasnya. "Enggak keliatan. Coba dong senterin." Lanjutnya.
Finna menyodorkan ponselnya yang menyala-nyala kearah tas Hafifah. Lalu ditemukannya sebuah lampu minyak dari tas itu.
"Koreknya mana?"
"Nih sama Nissa."
Blash! Korek api itu membakar sumbu lampu minyak. Dalam sekejap remang-remang lampu minyak membuat terang tenda.
"Udah yuk pada tidur. Lampunya taruh di sana aja." Endang merebahkan tubuhnya di rerumputan. Diikuti Hafifah di sebelahnya.
"Yaelah baru juga jam sembilan lewat sepuluh menit. Cerita-cerita dulu aja yuk." Usul Safitri yang kerap disapa Fitri ini.
"Nanti kedengeran Kak Irham langsung diturunin pangkatnya deh. Yakin gue." Ucap Hilda, cewek bertubuh mungil itu ikut merebahkan diri bersama Hafifah dan Endang yang mulai terlelap.
"Yah payah deh. Makanya bisik-bisik aja ngomongnya. Jangan teriak-teriak kayak di hutan." Tambah Fanny, ia sedikit menurunkan volume suaranya.
Ariska berdecak, lalu menatap Fanny sebal. "Kan emang ada di hutan."
"Eh iya lupa."
"Berisik! Udah napa tidur."
"Entar aja tidurnya apa..."
"Ngantuk tau. Emang kakinya pada nggak pegel jalan seharian tadi." Ceramah Hafifah.
"Hafifah ceramah mulu udah kayak Mamah Dedeh." Sitha tertawa diakhir kalimatnya.
"Parah lo Ta."
"Azzzzzz. Ngantuk tau!" Ucap Endang.
"Ribet dah ribet. Berantem aja sono di luar biar diliatin sama setan." Ucap Siti.
"Eh! Siti! Nggak boleh ngomong gitu."
"Tau. Entar ada beneran gimana." Putri mendelik.
"Iya apa. Maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
Where Are We?
Science Fiction[COMPLETED] (Seluruh cerita telah di revisi) Lorong penghubung dimensi waktu yang membuat mereka terjebak disini. Terjebak pada kurun waktu seratus tahun mendatang. Akankah mereka dapat kembali kepada masa mereka yang sebenarnya? ©2015/2016 by Hafif...
