ix. m e e t - a g a i n

2.6K 268 35
                                        

Revisi, 11/12/18



Waktu sudah menunjukan pukul 22.15 malam, mereka memutuskan untuk keluar malam ini. Diluar kost sangat ramai, malam ini dijalan sangat tenang. Karena malam itu adalah malam tahun baru yang bersamaan juga dengan hari tanpa kendaraan. Pemerintah sengaja, agar pada malam tahun baru jalan tidak begitu macet dan mereka warganya dapat mengadakan festival-festival seru.

"Dingin banget malam ini." ujar Teo, tangannya memegang segelas tempat minuman kopi. Kepulan asap terlihat diatas kopi itu menandakan kopi itu masih panas.

"Iya, rame banget lagi, festivalnya belum dimulai. Masih lama."

"Ke City C aja dulu yuk? Gimana? Masih punya waktu dua jam kurang nih," ucap Eddy.

"City C dimana?"

"Bagus deh pokoknya, nih pake." Teo memberikan sepuluh alat seperti baling-baling bambu kepada mereka, setelah itu ia menyesap kembali kopi yang sedang di minumnya.

"Ini apa?"

"Itu flytion, kita pake jalur udara aja, abis itu kita ke Wirana, naik kereta gantung," Eddy memberitahu jadwalnya, "Nanti kita balik kesini pake Jetcycle."

"Gila lu Dy, orang lagi Vehicle Free Night lo mau di tangkep polisi." omel Teo, akhirnya.

Sementara itu yang lain hanya mengernyitkan dahi bingung dan tidak mengerti apa maksudnya.

"Yeh, gapapa kali Te. Kita kan ngumpet-ngumpet naiknya."

"Gue ga mau ah Dy, bener kata Teo. Nanti ditangkep polisi, kalo mau pergi mendingan ke stasiun bawah tanah naik kereta express." ujar Adhi, sepertinya cowok itu mulai mengerti maksudnya.

"Yaudah jadi ke City C ga nih? Pada takut banget elah?" Eddy menyesap kopinya lagi.

"Jadi." Jawab yang lain, serentak.

"Ayok," Eddy memasukan tangannya kekantong, lalu mulai berjalan terbang keatas, diikuti yang lain dari belakang.

"City C itu apa sih?" tanya Hafifah disela-sela perjalanan.

"Ya kayak semacem kota gitu. Tiga hari yang lalu, gue nerima brosur, katanya ada festival disana. Kayak semacam sirkus gitu." jelas Eddy, "Seru aja tempatnya."

"Oh... Jadi kita kesana mau liat sirkus?" tanya Endang.

"Bukan, mau ngeliat angsa nikah sama monyet." jawab Tresna, asal.

"Ih, nyebelin." Endang bersunggut sebal.

"Oh iya City C ga jauh kan?" tanya Adhi, cowok itu menatap kota dari atas.

"Ga. Cuma 17 meter dari sini." ucap Teo, "Lima menit lagi sampe. Itu gedung pencakar langitnya juga udah mulai keliatan." Teo menunjuk sebuah bangunan yang masih samar-samar tertutupi sebuah kabut asap malam hari.

"Tahun baru kali ini rame banget. Nggak kayak tahun kemaren ya." ucap Eddy.

"Sotoy lo. Tahun kemaren kan lo nggak mau keluar. Tahun kemaren malahan lebih rame Dy."

"Gitu ya?" tanyanya, "Eh udah sampe nih,"

Mereka semua mendarat disebuah gedung raksasa dengan jam raksasa mirip dengan Big Ben yang berada di London. Di bawah jamnya bertuliskan City C.

"Mirip kayak Big Ben." komentar Fajar Rizky.

"Iya bener."

"Ho'oh, emang, soalnya ini dibangun sama orang yang terinspirasi dari Big Ben, ada filosofinya, siapa gitu namanya, pokoknya awalannya dari huruf C, sama kayak inisial dari kota ini City C." jelas Teo. "Duduk disitu aja yuk, beberapa menit aja, tuh deket tukang kopi. Mesen kopi biar ga dingin."

Where Are We?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang