xix. i n d i g o

1.9K 190 26
                                    

Revisi, 13/04/2019


Yon's Hospital. Sebuah nama rumah sakit yang menerima korban dari penumpang kereta yang tewas tadi. Mereka telah sampai di rumah sakit itu. Buru-buru mereka mencari pasien bernama Hafifah dan Adhi.

"Hm, maaf pasien bernama Hafifah dan Adhi tidak terdaftar di sini." ujar Suster yang berjaga pada ruang pemberitahuan.

"Kalau yang tewas kecelakaan kereta tadi adanya dimana ya?" tanya Cleo, ia menanyakan sekali lagi.

"Oh itu. Ada di kamar mayat mbak, hm... coba aja dicek mbak. Pihak rumah sakit belum menjelaskan mengenai identitas korban."

"Baik sus, terimakasih."

Suster itu mengangguk, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.

"Jadi gimana?"

"Ya, ke kamar mayat aja. Kita liat bareng-bareng, kali aja ada." jawab Tresna. "Lagi tuh anak dua ngeribetin aja dah. Mana tadi gue lagi nonton kartun, keburu abis deh."

"Masih aja nih anak mikirin kartun. Gatau apa kita lagi pada pusing?!" tanya Teo, kacamatanya sampai naik turun saking kesalnya.

"Pfftt... Santai dong."

Eddy berjalan mendahului mereka semua, lalu yang lain mengikuti dari belakang. Tak lama, sebuah ruangan bertuliskan 'kamar mayat' terpampang jelas di depan mereka.

"Mau ikut masuk?" tanya Eddy.

Separuh mengangguk, sisanya menggeleng. Akhirnya Eddy dan yang lainnya masuk ke dalam kamar mayat.

"Mas, mayat korban penembakan di stasiun empat kemana ya?" tanya Eddy, pada penjaga kamar mayat.

"Anda keluarganya?"

Eddy mengangguk.

"Mari saya antarkan."

*

"Sial, tangan gue sakit banget." Ringis Adhi sambil memegangi tangannya, peluru yang bersarang di tangannya sudah dikeluarkan tadi.

"Belaga sih pake nolongin gue segala. Btw, tadi itu lo ga beneran nangis kan?" tanya Hafifah, sebenarnya cewek itu berniat untuk meledek cowok itu.

Mereka berdua, berada di sebuah rumah bercat putih gading dengan nuansa klasik yang lumayan besar. Mereka berhasil selamat dari tembakan tadi berkat bu Anna. Yap, wanita itu menolong mereka dengan cara datang tiba-tiba dengan pistol ditangannya, juga pakaian yang sudah berganti dengan pakaian khususnya. Adhi dan Hafifah terheran-heran akan hal itu.

.

Hafifah menutup matanya, takut, sebab dinginnya pistol wanita itu sangat terasa pada ujung pelipisnya. Sedangkan Adhi di sebelahnya hanya menahan napas, ia juga takut.

Dugh! Adhi menendang kaki wanita itu membuat pertahanannya sedikit tumbang, tetapi tidak membantu banyak.

"Oh astaga! Lo masih bisa bertingkah disaat-saat seperti ini?!"

"Lo pikir gue takut?!" teriak Adhi.

"Lo pikir gue takut? Hey! Lihat diri lo! Masih kecil. Masih bau kencur. Jangan banyak bertingkah." Wanita itu kembali berjalan mendekat.

"Deket gue tendang lagi!" ancam Adhi.

"Berani?" Bukannya takut, wanita itu malah semakin mendekat.

"Berlindung di balik badan gue Pipah!" ujar Adhi.

"Badan lo kecil. Gue ngumpet juga percuma aja." jawab Hafifah, refleks.

Where Are We?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang